Bagaimana dan apa peran signifikan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama untuk membawa madrasah menjadi institusi pendidikan yang tak hanya merepresentasikan mayoritas penduduk beragama Islam terbesar di dunia, tapi juga mewakili kultur dan cara berpikir yang maju.
Pemenuhan berbagai kekurangan sarana dan prasarana pendukung proses belajar mengajar, keberlangsungan pendidikan dan ketersediaan SDM. Terutama tantangan lembaga madrasah yang dikelola mandiri dan yang berada di daerah 3T.
Apakah mendorong efektifitas dana BOS untuk eksistensi, atau mutu pendidikan. Ini ibarat memilih telur atau ayam sebagai prioritas. Mana yang harus didahulukan?
BOS dan Sekolah di 3T
Ada siswa dan sekolah yang berada dalam kondisi paling ekstrem. Ruang sekolah tanpa dinding, tanpa meja kursi, bahkan menggunakan ruang yang tidak layak disebut sebagai kelas.
Padahal sekolah diharapkan menjadi muasal dilahirkannya perubahan. Baik sisi intelektual, pola pikir dan kesadaran tentang pentingnya pendidikan sebagai multiplier effect bagi sektor pembangunan lainnya. Daerah-daerah 3T adalah daerah yang tergolong dalam daerah tertinggal, terdepan, dan terluar.
Tertinggal berarti memiliki kualitas pembangunan yang rendah, di mana masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional.
Bagaimana inisiatif pemerintah mendorongnya agar lebih bisa memenuhi syarat sebagai sebuah sarana pendidikan yang layak. Minimal memiliki barisan para pengajar, fasilitas bangunan sarana kebutuhan pendukung proses belajar mengajar.
Termasuk di sekolah-sekolah 3T yang juga membutuhkan prioritas. Bagaimanapun tantangan yang dihadapi Kementerian Agama masih begitu besar, karena dengan ketersediaan alokasi dana, dan banyaknya madrasah yang harus mendapat porsi bagian dana BOS, akan membutuhkan energi dan sumber dana yang besar.
Saat ini surat perintah pencairan dana untuk penyaluran Dana BOS madrasah sudah terbit. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahap II untuk madrasah mulai cair.
Diperkirakan totalnya mencapai Rp 1,166 triliun dicairkan untuk 48.660 madrasah. Dana tersebut disalurkan ke rekening bank penyalur (RPL), dan selanjutnya Kemenag akan memerintahkan pihak bank untuk segera menyalurkan dana tersebut ke rekening madrasah swasta penerima BOS.
Dana tersebut, menurut Direktur Kurukulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah M Isom Yusqi terdiri atas Rp 540,424 miliar untuk BOS pada 23.923 madrasah ibtidaiyah (MI), Rp 424,830 miliar untuk BOS pada 16.532 madrasah tsanawiyah (MTs), dan Rp 201,586 miliar untuk BOS pada 8.205 madrasah aliyah (MA).
Persoalan berikutnya adalah pertanggungjawaban. Kita harus belajar banyak dari kasus Dana Desa yang keberadaannya justru menyeret banyak pesakitan baru ke meja hijau.