Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Nalar Cerdas Hilang, Gegara Ribut Tafsir "Hajar" dan "Tembak"

19 Oktober 2022   00:08 Diperbarui: 23 Oktober 2022   00:06 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasigambar-pengacara sambo-kompas.com

Ada yang menarik dalam bincang catatan demokrasi di tvone bersama Irma Hutabarat dari Civil Society Indonesia, tentang pertanyaan besar apa arti sebenarnya dari maksud kata HAJAR versi Sambo. Apakah artinya juga perintah tembak?.

Analisisnya berangkat dari konteks yang digunakan dalam perintah itu. Ketika Ricky Rizal diperintahkan menghadap Sambo ke lantai 3, ia mengatakan bahwa, " ibu telah dilecehkan oleh Brigadir J, jika ia melawan apakah kamu bersedia memback up saya," apakah kamu mau menembaknya,"kata Sambo.

Ricky kemudian menolaknya, dan atas dasar itu kemudian Sambo memerintahkan memanggil Bharada Eliezer. Ketika Ricky memanggil Eliezer ia tak pernah menyampaikan apa yang menjadi ganjalannya soal perintah membunuh Brigadir J.

Dan ketika Bharada Eliezer sampai di hadapan Sambo, ia diperintahkan untuk "menghajar" Brigadir J. Disinilah timbul beda pendapat antara pengacara Bharada Eliezer dan pengacara Sambo.

Pengacara sambo mempersoalkan, mengapa jika perintahnya adalah hajar, bharada E justru melakukan penembakan. Faktanya, perintah Sambo itu sebenarnya sudah jelas sejak awal.

sidang perdana - medcom.id
sidang perdana - medcom.id

Ketika pada awalnya sambo memerintahkan Ricky untuk menghabisi Brigadir J, Ricky menolak, itu artinya bahwa sejak awal Sambo memang berniat membunuh Brigadir J bukan sekedar menghajarnya.

Terbukti bahwa ketika ia memerintahkan hajar (awalnya perintah itu berbunyi, tembak !, tembak woi, kau tambak), tapi pada akhirnya seolah diralat, sambo juga menyerahkan pistol glock yang berisi 21 peluru.

Ketika seseorang memerintahkan menghajar, dengan diberi sebuah pistol, artinya perintah itu menjadi jelas. Perintah tembak!. Logika soal hajar dan tembak itulah yang coba "dipelintir" oleh pengacara sambo.

Dalih itu jelas diarahkan pada upaya membuat sambo diringankan hukumannya, dengan melemparkan kesalahan pada bharada Eliezer, yang dianggap salah menginterpretasikan perintah sambo.

Tekanan dari pihak pengacara sambo juga diarahkan pada fakta bahwa bharada Eliezer ternyata tidak menolak perintah itu. Hal ini bertolak belakang dengan Ricky.

Hanya saja ada pertimbangan faktor psikologis yang harusnya ditinjau secara cermat. Bahwa Ricky adalah ajudan sambo yang telah bekerja selama 3 tahun, dengan pangkat yang lebih tinggi dari bharada E yang sebenarnya juga baru bergabung bersama sambo selama 6 bulan.

Dengan pangkat dan jam terbang yang paling bawang, ia masih belum dapat menyesuaiakan secara psikologis ketika atasannya yang bintang dua memerintahkan untuk menembak. Atas dasar kondisi psikologis itu, menjadi wajar jika kemudian Bharada E memutuskan untuk menembak akrena tak kuasa melawan perintah atasan.

Sekalipun didalam korsa Polri, hirarki kepolisian itu berbeda dengan militer, yang mengharuskan prajurit patuh kepada komandannya.

Disisi lain yang juga harus menjadi pertimbangan kritis para pengacara sambo,(tidak dalam konteks urusan bagaimana meringankan hukuman klien tersangkanya), sebagai seorang jendral bintang dua, dengan jam terbang yang tinggi, klarifikasi seharusnya menjadi pilihan yang logis.

Agaknya faktor" ada udang di balik batu" itulah yang menyebabkan keputusan untuk klarifikasi telah dikalahkan oleh "bisikan" yang salah setelah menerima informasi soal pelecehan dari PC.

Kasus Terbalik

Bahkan dalam berbagai pembahasan yang muncul secara  masif, banyak yang berpendapat, bahwa sebenarnya kasus yang terjadi adalah kasus yang terbalik. Dari pelecehan Brigadir J kepada PC, menjadi sebaliknya. Itulah mengapa ada pertemuan antara PC dan Brigadir J selama kurang lebih 15 menit setelah kejadian.

Begitu juga tak ada laporan dari PC kepada polres Magelang soal kekerasan seksual yang dialaminya, begitu juga dengan pemeriksaan visum. Para pihak yang mencurigai kasus terbalik berpendapat, bahwa bagaimana mungkin si pelaku pelecehan dalam hal ini yang diduga justru dilakukan oleh PC kepada Brigadir J mau melaporkan diri. Apanya yang dilaporkan?.

Bahakn ada yang berpendapat bahwa ketika Brigadir J berusaha keluar dari kamar PC dengan mengendap, sebenarnya ia tak mau ada orang emngetahui kasus yang menimpanya karena bisa berefek buruk bagi PC. Bagaimanapun PC adalah istri dari atasannya.

Fakta bahwa laporan pelecehan yang dilaporkan pertama oleh PC terjadi pada tanggal 4 Juli 2022, ketika akhirnya dikonfrontir dengan bukti adanya komunikasi yang baik berupa bukti foto Brigadir J yang sedang menyetrika baju anak-anak PC, dan dikomentari dengan sangat baik oleh PC soal kebaikan Brigadir J. Pada akhirnya kemudian laporan diralat dan dirubah tanggalnya menjadi tanggal 7 Juli 2022.

Perubahan itu jika hanya didasarkan pada faktor alpa dan lupa, tentu saja sangat absurd. Hal ini juga menjadi indikasi bahwa terlalu banyak "udang di balik batu" pernyataan PC yang membuat kita ragu.

Berubah-ubahnya pernyataan dan skenario serta fakta-fakta temuan dan kejadian perkara membaut kita semakin tidak yakin bahwa PC  telah bertindak jujur.

Bahwa PC adalah saksi kunci diantara; Tuhan dan  Brigadir J. Ketika kini hanya tinggal PC, bagaimana kira-kira Tuhan kelak akan membuka tabir kasus ini sebagai jawaban atas semua pertanyaan kita jika keadilan tak menemukan ruangnya.

Barangkali kasus terbalik adalah perkara yang paling rumit bagi PC untuk membuatnya bertindak jujur atas apa yang telah terjadi. Sejak awal PC memang sangat misterius, desakannya agar mendapat perlindungan saksi namun menolak upaya pemeriksaan lebih rinci soal kasus pelecehannya, sejak upaya suapnya kepada petugas LPSK dan titipannya kepada komisi di DPR membuat publik bertanya-tanya, mengapa begitu sulit bagi PC yang notabene mengaku sebagai korban pelecehan, namun sulit untuk memberi bukti pendukung penguat bahwa benar ia dilecehkan.

Mengapa tak ada visum di magelang dan mengapa tak ada laporan justru menjadi alibi yang memberatkan kasusnya. Bahwa dasar pernyataan dilecehkan hanya berasal dari pernyataannya, bukan dari bukti-bukti.

Bagaimana  sebuah kasus dapat ditindaklanjuti oleh kepolisian jika laporan dan bukti pendukung seperti visum dan barang bukti, pakaian, dan lain-lain yang bisa saja berisi jejak peristiwa pelecehan dapat saja menjadi bukti kuat untuk menjerumuskan Brigadir Joshua jika memang bersalah.

Tuduhan yang seolah sangat haqul yaqin bahwa motif kasus ini hanya akrena pelecehan yang dilakukan Brigadir Joshua, tidak ada tendensi lain, semakin membuat luka keluarga Joshua yang sangat yakin bahwa bukan pelecehan itu yang mendasari kasus ini terjadi.

Apakah ada jaminan bahwa pengadilan pada akhirnya akan memberikan keadilan yang hakiki. Banyak yang yakin bahwa semua sandiwara ini memang sangat memperihatinkan, mengecewakan dan sangat timpang keadilan.

Apalagi ketika kesaksian seorang Bharada Eliezer yhang konsisten dengan pernyataannya soal apa yang didengar disaksikan--bahkan ini dikaitkan-kaitkan dengan bahwa dengan kemungkinan keringanan hukuman yang akan diperolehnya, maka ia "menyembunyikan" fakta-fakta yang dapat memberatkannya.

Ter ukti bahwa rongrongan serangan itu terus datang, bahwa logika paling mudah menerjemahkan kata "HAJAR" dan "TEMBAK" yang konteksnya begitu jelas bagai awam apalagi seorang pakar hukum, ternyata begitu sulit diterima nalar mereka. Dan hingga eprsidangan hari kedua, para pengacara Sambo bersikukuh bahwa maksud Sambo hanya memerintahkan Bharada Eliezer menghajar Brigadir J bukan membunuh. Padahal ketika perintah itu dibuat  Sambo menyerahkan sepucuk pistol Glock.

Bahkan diakhir sidang hari kedua, eksepsi dibacakan meminta agar Ferdy Sambo dibebaskan dari semua dakwaan. Meskipun ini materi, bukan substansi, memang sebuah strategi yang dapat dilakukan oleh seorang pengacara, dengan tujuan untuk mempengaruhi pikiran hakim, tapi itu sah-sah saja.

Tapi begitulah, hilanglah nalar dan cerdas diantara tumpukan birunya uang!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun