Bahwa PC adalah saksi kunci diantara; Tuhan dan  Brigadir J. Ketika kini hanya tinggal PC, bagaimana kira-kira Tuhan kelak akan membuka tabir kasus ini sebagai jawaban atas semua pertanyaan kita jika keadilan tak menemukan ruangnya.
Barangkali kasus terbalik adalah perkara yang paling rumit bagi PC untuk membuatnya bertindak jujur atas apa yang telah terjadi. Sejak awal PC memang sangat misterius, desakannya agar mendapat perlindungan saksi namun menolak upaya pemeriksaan lebih rinci soal kasus pelecehannya, sejak upaya suapnya kepada petugas LPSK dan titipannya kepada komisi di DPR membuat publik bertanya-tanya, mengapa begitu sulit bagi PC yang notabene mengaku sebagai korban pelecehan, namun sulit untuk memberi bukti pendukung penguat bahwa benar ia dilecehkan.
Mengapa tak ada visum di magelang dan mengapa tak ada laporan justru menjadi alibi yang memberatkan kasusnya. Bahwa dasar pernyataan dilecehkan hanya berasal dari pernyataannya, bukan dari bukti-bukti.
Bagaimana  sebuah kasus dapat ditindaklanjuti oleh kepolisian jika laporan dan bukti pendukung seperti visum dan barang bukti, pakaian, dan lain-lain yang bisa saja berisi jejak peristiwa pelecehan dapat saja menjadi bukti kuat untuk menjerumuskan Brigadir Joshua jika memang bersalah.
Tuduhan yang seolah sangat haqul yaqin bahwa motif kasus ini hanya akrena pelecehan yang dilakukan Brigadir Joshua, tidak ada tendensi lain, semakin membuat luka keluarga Joshua yang sangat yakin bahwa bukan pelecehan itu yang mendasari kasus ini terjadi.
Apakah ada jaminan bahwa pengadilan pada akhirnya akan memberikan keadilan yang hakiki. Banyak yang yakin bahwa semua sandiwara ini memang sangat memperihatinkan, mengecewakan dan sangat timpang keadilan.
Apalagi ketika kesaksian seorang Bharada Eliezer yhang konsisten dengan pernyataannya soal apa yang didengar disaksikan--bahkan ini dikaitkan-kaitkan dengan bahwa dengan kemungkinan keringanan hukuman yang akan diperolehnya, maka ia "menyembunyikan" fakta-fakta yang dapat memberatkannya.
Ter ukti bahwa rongrongan serangan itu terus datang, bahwa logika paling mudah menerjemahkan kata "HAJAR" dan "TEMBAK" yang konteksnya begitu jelas bagai awam apalagi seorang pakar hukum, ternyata begitu sulit diterima nalar mereka. Dan hingga eprsidangan hari kedua, para pengacara Sambo bersikukuh bahwa maksud Sambo hanya memerintahkan Bharada Eliezer menghajar Brigadir J bukan membunuh. Padahal ketika perintah itu dibuat  Sambo menyerahkan sepucuk pistol Glock.
Bahkan diakhir sidang hari kedua, eksepsi dibacakan meminta agar Ferdy Sambo dibebaskan dari semua dakwaan. Meskipun ini materi, bukan substansi, memang sebuah strategi yang dapat dilakukan oleh seorang pengacara, dengan tujuan untuk mempengaruhi pikiran hakim, tapi itu sah-sah saja.
Tapi begitulah, hilanglah nalar dan cerdas diantara tumpukan birunya uang!.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI