Melihat sepak terjang Puan di medsos, blusukan politiknya seperti melihat kasus "setingan artis" yang tengah mendompleng nama besar demi ketenaran. Banyak pihak melihat apa yang dilakukan Puan sudah cukup terlambat. Konon lagi elektabilitasnya sejak awal juga tak menggembirakan.
Selain faktor elitabilitas yang dikondisikan oleh Megawati, Ketua Umum PDI-P, yang tidak lain adalah ibunya, strategi "hak prerogatif" yang dibuat oleh Megawati ini memang cara atau strategi untuk mengawal Putri Mahkota Puan Maharani menuju istana negara alias presiden.
Feodalisme  Tak Terselubung
Bentuk feodalisme di tubuh PDI-P besutan Presiden RI ke-5 itu sekarang tak lagi terlihat sungkan dan malu-malu dipertunjukkan. Megawati sebagai Founder sekaligus sebagai Ketua Umum (Ketum) PDI-P benar-benar memiliki kuasa mutlak di PDI-P, hak prerogatif.
Strategi ini sebenarnya pilihan Megawati yang sangat berbahaya. Apalagi jika sampai memunculkan resistensi para kader dan militansi di internal PDI-P. Termasuk rakyat yang selama ini berada di luar lingkaran dan masih memilih PDI-P sebagai partai politik besar yang dilatarbelakangi sejarah besar Presiden Pertama RI. Ir. Soekarno.
Tanpa kekuatan itu, atau menyalahgunakan kekuatan itu, pada akhirnya akan menjadi bumerang bagi Megawati sendiri. dan menjadi ancaman berbahaya, seperti analisa kompasianer H.Asrul Hoesein, bentuk ancaman lainnya, bahwa pengkaderan di PDI-P menjadi nihil dengan adanya Hak Prerogatif itu.Â
Kader yang militan sekalipun akan berpikir bahwa "darah biru" yang pasti diberi prioritas. Jadi buat apa kader memiliki elektabilitas tinggi seperti halnya Ganjar yang memiliki elektabilitas kuat dan kredibel secara politik namun berpeluang disingkirkan dengan dipaksakannya Puan unutk maju. Lantas untuk apa saran para kader kepada Megawati, jika akhirnya Hak Prerogatif yang dimainkan.
Dengan kapasitas dan elektabilitas Puan, Megawati terlalu "memaksakan" kehendak politiknya. Bisa jadi ini adalah sebuah sekuel dari impian Megawati yang pernah kandas ketika menjadi Presiden RI ke-5 setelah lengsernya Abdurrahman Wahid. Karena di kontestasi setelahnya, impiannya dibuyarkan oleh rivalnya SBY.
Jikalaupun Puan dianggap mumpuni secara politik, meskipun elektabilitasnya rendah pada akhirnya akan terbukti pada saat kontestasi berlangsung. Bisa jadi dalam debat calon presiden nanti akan dapat dibuktikan apa visi,misinya sebagai seorang calon presiden.
Namun hal itu akan sangat riskan, karena sifatnya "trial and error". Jika PDI-P dan Megawati berspekulasi dengan mendorong Puan sebagai capres, dengan memilih wakil yang salah, maka pamor PDI-P akan runtuh.
Kritik dari banyak pihak atas kredibilitas Puan, baik saat menjadi menteri maupun ketua MPR-DPR sebenarnya adalah "alarm" yang harus diwaspadai oleh Partai Banteng ini. Terlalu berharap pada romantisme sejarah atas nama besar Presiden Soekarno, juga tak akan sepenuhnya bisa menolong. Sekalipun ada kader militan yang sangat "patuh" pada kepemimpinan Soekarno yang pro rakyat.