ilustrasi-kekerasan anak-kotamobagus.com
Kasusnya tidak sedikit terjadi di Indonesia, tapi ini adalah bagian dari kontemplasi kita. Bagaimana kita harus bertindak, berbuat ketika kita menjadi saksi dari sebuah kekerasan yang menimpa anak-anak dimanapaun mereka berada.
Membaca kisah ini, kita merasa ikut marah atas ketidakpedulian orang yang notabene bekerja untuk urusan perlindungan anak, dan cara mereka menindaklanjuti sebuah kasus. Inilah yang diyakini oleh banyak orang tentang bahayanya penyelesaian kasus yang serba tanggung terhadap kasus kekerasan yang menimpa anak-anak kita.
Entah karena teman sebaya, penjahat di medsos, senioritas, temas sekelas, okum guru di sekolah, maupun oleh orang tuanya sendiri. Solusi yang tidak ditindaklanjuti dengan pengawasan intensif, hanya berhenti pada saat kasus terjadi menjadi sebuah solusi fatal dalam banyak kasus yang justru menjerumuskan korban pada kematian.
Kita beranggapan urusan keluarga adalah privacy dan hal itu menjadi urusan masing-masing orang tua. Namun jika kita menemukan kecurigaan apalagi didukung bukti, bukan tidak boleh kita bertindak lebih jauh.
Bahkan suara tangis anak tetangga yang tidak biasa, bisa menjadi bagian dari alasan kita untuk peduli, dengan mengamati tentunya dengan berhati-hati melakukannya. Kekerasan yang terjadi di dalam rumah adalah sebuah bencana bagi anak.
Tak terbayangkan bagaimana situasi yang dihadapi seorang anak yang mendapat kekerasan dari orang tuanya, disertai dengan banyak ancaman. Anak-anak yang polos tak memiliki pilihan lain selain mengikuti apapun yang menjadi kehendak orang tuanya, sekalipun telah melakukan kekerasan kepadanya.
Anak-anak tidak mengetahui apakah orang lain di luar rumahnya juga peduli dengan nasibnya jika ia mengadu. Apakah ia akan mendapat pembelaan atas kekerasan yang dilakukan orang tuanya sendiri. Bukankah ia anak mereka dan tetangganya adalah orang lain yang tidak sepenuhnya diharapkan bisa membantunya dari kekerasan.Mungkin yang dirasakan seorang anak ketika mendapat kekerasan dari orang tuanya.
Bahkan ketika tetangga yang menanggapi dengan sekedarnya justru membuat kekerasan yang diterima anak semakin brutal. Banyak kasus anak-anak memutuskan melarikan diri dan hidup menggelandang, namun justru mendapat kekerasan lain di luar rumah. Dan tindakan paling fatal, melakukan bunuh diri.
Kisah Gabriel
Apa yang terjadi pada anak laki-laki bernama Gabriel Fernandez, adalah sebuah contoh nyata bagaimana anak-anak tak memiliki jalan keluar dari masalah kekerasan yang menimpanya, apalagi dilakukan orang tuanya. Orang lain yang dianggap akan membantunya justru makin membuatnya tersiksa.
Dan alasan kekerasan orang tuanya juga sulit dijelaskan kebenarannya. Akibat masa lalu Gabriel bersama pamannya, itupun akibat persoalan ekonomi keluarga. Gabriel berada di posisi serba salah.
Sebagai anak, kelahirannya tak diharapkan orang tuanya, karena ia telah memiliki 2 saudara (1 saudara perempuan dan 1 saudara laki-laki).Â
Tapi kebaikan hati Michael yang tak lain saudara dari ibunya, menyebabkan ia terlahir. Gabriel akhirnya diasuh Michael sejak awal kelahirannya. Â Michael adalah seorang laki-laki kelainan seksual dan memiliki pasangan yang bernama David. Selama 4 tahun Gabriel diasuh oleh Michael dan juga David. Mereka menyayangi keponakannya itu.
Tapi empat tahun setelahnya untuk mendapatkan uang kesejahteraan yang digunakan untuk keperluannya sendiri, Pearl (ibu Gabriel) meminta kembali anaknya melalui skenario jahat, bahwa pasangan gay itu telah melakukan pelecehan terhadap anaknya, sehingga dengan mudah Pearl mendapatkan kembali Gabriel. Beruntung ketika itu kakek dan neneknya masih ada, sehingga Gabriel mendapat perlindungan yang cukup.
Awal Mula Kekerasan
Ibu Gabriel kemudian menikah lagi dengan Isauro Aguirre seorang security guard di RS Lansia dan pindah kerumah Isauro di Los Angeles dengan membawa semua anaknya termasuk Gabriel.
Entah karena kondisi ekonomi, dan seperti kita tahu sebelumnya bahwa kelahiran Gabriel sebenarnya tak pernah diinginkan ibunya, faktor uang kesejahteraan sajalah alasan Gabriel dipertahankan hidup.
Ketika Gabriel bersekolah, gurunya merasakan hal yang aneh terhadap Gabriel karena kondisi luka-luka disekujur tubuhnya. Apalagi ketika Gabreil justru mengajukan pertanyaan aneh.
"Guru, Apakah normal jika Ibu saya memukul saya?" guru itupun bingung sambil menjawab "ya normal-normal saja jika anak itu nakal" kemudian Gabriel menanyakan lagi "Apakah normal jika ibu saya memukul saya dengan ujung tali pinggang yang ada metal runcingnya?" dan ini pun langsung membuat si guru takut dan langsung menelpon layanan perlindungan anak.
Dua hal yang luput dari perhatian mereka setelah kejadian itu adalah,
Pertama; bahwa Gabriel tengah berusaha mencarai perlindungan dan bala bantuan atas masalah yang sedang dihadapi. Ia masih menguji dengan pertanyaannya apakah memungkinkan orang lain bisa bertindakan membantunya mengatasi masalah berat yang sedang dihadapi?.
Ia berharap gurunya menjadi orang pertama yang tahu masalahnya d an dapat menjadi tempatnya mencari jawaban tentang bantuan perlindungan yang bisa diperolehnya.
Kedua; keterlibatan  lembaga atau dinas layanan perlindungan anak yang dijadikan solusi oleh gurunya ternyata tidak berjalan sebagaimana harapan Gabriel. Guru yang awalnya merasa lembaga itu dapat menjembatani masalah Gabriel, justru sebenarnya sedang memasukan Gabriel ke dalam neraka tingkat lebih tinggi di rumahnya.
Atas pengaduan tersebut, Gabriel justru mendapat siksaan lebih fatal. Orang tuanya hanya beralasan Gabriel anak nakal, dan pernyataan itu dianggap oleh guru dan pihak layanan perlindungan anak sebagai hal yang mestinya lebih diketahui oleh orang tuanya daripada mereka.
Dan jika Gabriel membantahpun masih dianggap bahwa hal itu hanya merupakan pembelaan  agar tak mendapat kekerasan dari orang tuanya. Pihak perlindungan anak juga tak berpihak kepada Gabriel dengan memberinya nasehat.
Pada akhirnya ketika kasus kekerasan semakin brutal dan luka-luka semakin mengerikan, Gabriel  hanya bisa berbohong kepada guru dan dinas layanan perlindungan bahwa  apa yang dideritanya adalah akibat kesalahannya sendiri. Bisa jadi itulah alasan yang dipesan orang tuanya agar ia tidak mendapat kekerasan tambahan di rumah.
Tanpa pilihan kedua dan lainnya, Gabriel menjalani kekerasan itu semakin intens, tanpa solusi apapun yang dapat ia peroleh termasuk dari para guru dan layanan perlindungan anak yang awalnya diharapkan Gabriel menjadi solusi.
Pilihan melarikan diri sangat sulit dalam situasi dan kondisi sebagai anak-anak yang masih butuh perlindungan dan bantuan bertahan hidup.
Salah satu kekerasan yang Gabriel sembunyikan dari para gurunya, bahwa ia ditembak oleh ibunya dengan pelet BB Gun. Dan ketika ia mencoba mengadu untuk keduanya kalinya pada akhirnya justru membuatnya disiksa lebih berat.
Polisi yang didatangkan dan mendengarkan pengakuan Pearl pun langsung percaya bukannya melakukan double Check. polisi juga malah mengancam Gabriel untuk tidak berbohong lagi atau akan dimasukan kedalam penjara. Bahkan catatan Gabriel tentang usaha bunuh dirinya juga ditanggapi dingin oleh para petugas keamanan.
Tuduhan tak berdasar
Motif kekerasan yang dialami oleh Gabriel pada akhirnya diketahui, ibunya meyakini Gabriel telah terpengaruh gaya hidup gay pamannya.
Ibunya meyakini penyiksan adalah terapi dari perilaku itu. Semakin keras siksaan akan semakin baik. Semakin hari kekerasan itu semakin intens dan semakin brutal, hingga pada  tangal 22 mei 2013 Gabriel mengalami kekerasan puncak dan menyebabkan ia tidak sadarkan diri. Ayah tirinya--Isauro yang telah kalap memukulnya panik dan menelpon 911 untuk dipanggilkan ambulans sambil berkata bahwa Gabriel jatuh dan tidak sadarkan diri.
Dua hari kemudian Gabriel Meninggal. Saat di otopsi dapat dilihat bahwa Gabriel telah disiksa karena banyak sekali luka-luka yang baru saja sembuh atau luka baru disekujur tubuhnya
Meski kedua orang tua Gabriel akhirnya ditangkap, hal itu menjadi akhir yang sangat menyedihkan dan memilukan karena solusinya berakhir dengan kematian  Gabriel. Banyak orang menyalahkan karena penanganan yang terlambat dari salah dari guru dan dinas perlindungan anak serta polisi.
Ini menjadi pembelajaran kita tentang kepedulian, bahwa kita bisa menjadi pemantau dan pengawas dalam banyak kasus kekerasan anak yang sangat membutuhkan dukungan dan bantuan kita secara serius, bukan sekedar empati.
Gabriel adalah anak biasa, anak yang bisa jadi nakal dalam ukuran umurnya yang wajar, tapi ia adalah anak yang sangat baik. Apalagi setelah kematiannya, Gabriel  meninggalkan sebuah pesan di meja belajarnya, untuk ibunya
"I love you Mom and Gabriel is a good boy"
Kisah tragedinya ternyata kini telah difilmkan oleh Netflix yang menimbulkan gelombang protes, karena meski berisi pembelajaran tentang kekerasan orang tua terhadap anak, ada yang menganggapnya hanya mengejar sisi komersil. Semuanya diserahkan kepada pembaca dan penonton yang akan menilainya sendiri.
referensi; 1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H