Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Lahir Abnormal, e-KTP Terus Menuai Masalah

13 September 2022   20:04 Diperbarui: 17 September 2022   19:38 802
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi- KTP elektronik-disdukcapilbogor

Contoh paling mudah, ketika kehilangan ATM dan buku tabungan, saya memperbaharui di bank terdekat. Ketika dipindai ulang via NIK di e-KTP, ternyata datanya masih lengkap, jadi saya cukup menyebutkan satu mantra saja, yaitu "nama ibu kandung". 

Setelahnya semua urusan beres, tanpa butuh fotokopi e-KTP. Sebabnya karena sistem di bank sudah terintegrasi yang memungkinkan pihak admin bisa membaca data elektronik digital hanya dengan bantuan e-reader. Jika sudah begitu tak ada gunanya fotokopi e-KTP yang sering membuat kita uring-uringan.

Tak bisa dibayangkan jika urusan pengambilan BLT di daerah terpencil misalnya diharuskan menyertakan fotocopy e-KTP karena kantor tak punya alat verifikasi card reader. Bisa-bisa ongkos naik rakit ke kota terdekat dan jatah BLT imbang-impas.

Dalam banyak film yang kita tonton, tidak sedikit ditunjukkan bagaimana seorang penyelidik membuka tabir kasus, seperti penculikan, pembunuhan, kekerasan hanya berdasarkan bukti sewa kendaraan atau pembelian karcis parkir. Apalagi jika sudah melibatkan penggunaan perangkat transaksi keuangan digital seperti ATM dan E-banking.

Dalam kasus polri yang paling kolosal yang saat ini masih dalam tahap penyidikan ditemukan kasus transaksi pencurian dana ratusan juta milik korban yang dengan cepat terdeteksi, karena sistem digital memungkinkan ditelusuri jejaknya dengan mudah. Semua transaksi terekam dalam sistem ter-enskripsi yang rumit secara manual, namun mudah menurut mesin.

Hampir sebagian besar transaksi kita melibatkan data elektronik, mengurus administrasi SIM, BPJS Kesehatan, mendaftar sekolah, membuka rekening, pengurusan rental kendaraan dan banyak urusan lain yang melibatkan minimal e-KTP.

Apakah dengan kelemahan pemerintah saat ini karena masih minim card reader, menjadikan fungsi chip menjadi tidak efektif?. Masih manualnya banyak sistem urusan administrasi menjadikan e-KTP tidak efisien, maka muncullah banyak keluhan. Padahal sebagian besar data telah direkam, termasuk golongan darah, untuk keperluan transfusi yang sering menjadi masalah saat kita dibutuhkan.

Informasi yang dimiliki Kemendagri itu mestinya bisa bersinergi dengan data di rumah sakit, kepolisian, bank, BPJS, pengadilan, bahkan dengan Kemdikbudristek dan Kemensos. Jadi tiap instansi tidak perlu punya data sendiri-sendiri yang memboroskan anggaran.  Disinilah tugas Kemkominfo untuk mensinergikan dan menjaga agar data di e-KTP itu tidak bocor. 

Tantangan berikutnya adalah bagaimana menjaga data rahasia itu agar tak menjadi bahan permainan, apalagi sampai dibawa-bawa untuk urusan politik Pilpres 2024. Ingat bagaimana Donald Trump jatuh, betapa sakitnya.

referensi;1,2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun