ilustrasi gambar-screenshot kasus sambo.tempo
Berbagai debat di media terkait, motif dan skenario yang tidak jelas, kini berubah menjadi bola-bola panas yang semakin besar. Satu persatu muncul kepermukaan, termasuk upaya memperkarakan pengacara Deolipa dan Kamaruddin Simanjuntak terkait isu-isu "super sensitif" karena jika publik "termakan" akan membuat skenario; pelecehan dan pembunuhan berencana akan "mentah" begitu saja.
Ketika semua pihak berdiam tanpa bisa memberi penjelasan yang transparan soal kasus Sambo yang menghebohkan jagat Indonesia, para pengacara Brigadir J dan Bharada E, berinisiatif menjadi narahubung antara publik dengan parapihak terkait kasus ini. Namun upaya mereka, Â kini justru mendapat perlawanan dari pengacara PC dan pengacara Bharada E yang baru.
Di awal kasus merebak, perkembangan kasus berusaha diterjemahkan dari bahasa hukum kriminal menjadi informasi populis. Atas prakarsa ini juga banyak sisi kasus yang tersembunyi perlahan dibuka.
Maka bisa disaksikan dalam banyak live di stasiun televisi mainstream, para pengacara hadir menyampaikan fakta-fakta temuan mereka soal kasus ini.Â
Tentu saja salah satu alasannya, sebagai bagian dari keterbukaan seperti yang diharapkan publik. Selain itu cara-cara tersebut menjadikan publik juga kritis ikut memikirkan apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Jika nantinya kasus berbelok, publik dengan sendirinya dapat memahami duduk persoalannya. Barangkali cukup menjadi penilaian bagi kita masing-masing, dan "harus mafhum" apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang akan diterima publik.
Tentu saja para pengacara dilanda kekuatiran yang mendalam, terkait perkembangan kasus yang dengan mudah dapat berubah-ubah arah. Sejak skenario pertama FS Â soal adanya penembakan dan tuduhan pelecehan gagal total, maka skenario berikutnya tersaji dari Magelang.Â
Sekali lagi masih tentang pelecehan, dan hingga saat ini agaknya kasus akan bergerak ke arah sana. Tetap dengan kesalahan Brigadir J sebagai pelaku tindak pelecehan, sebagaimana tetap ngotot dituduhkan oleh PC hingga saat ini.
Bahkan ketika reka ulang adegan dalam rekonstruksi tak membuktikan tuduhan pelecehan itu, PC tetap tak bergeming. (bisa  saja akan aada perkembangan abru, apa lagi yang masih disembunyikan informasinya dari publik dan hanya akan dibuka saat dipersidangan),Â
Bola-Bola Panas Kasus
Pertama; Kasus semakin menarik, karena dalam perkembangan berikutnya adalah adanya bantahan dan gugatan dari para pengacara PC dan Bharada E soal pernyataan dan pengakuan kliennya yang kemudian menjadi dasar pernyataan Deolipa dan Kamaruddin di depan media.
Salah satunya yang paling hangat adalah munculnya pernyataan Deolipa soal adanya dugaan PC dan KM melakukan hubungan intim di Magelang yang menjadi dasar mereka berdua kemudian menyusun skenario dengan membalik fakta, sehingga tuduhan itu kemudian diarahkan kepada Brigadir Joshua.
Menurut pengacara PC Arman Hanis, pernyataan Deolipa hanya didasarkan pada dugaan yang informasinya diperoleh dari Bharada Elisezer (RE). Zakiruddin Chaniago, Ketua Umum Aliansi Advokat Antihoax menilai pernyataan Deolipa itu tidak memiliki dasar hukum. Zakirudin mengatakan pihaknya melaporkan Kamaruddin dan Deolipa terkait dugaan pelanggaran Pasal 14 dan Pasal 15 KUHP.
Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana juga mengatur mengenai berita bohong. Â Pasal 14. (1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun. Â
Pernyataan berikutnya juga datang dari Ronny Talapessy, pengacara Bharada Eliezer dalam pernyataan kepada media, bahwa kliennya Bharada E tidak mengetahui motif, atas dugaan adanya kejadian hubungan intim antara PC dan KM.
Dalam reka adegan rekonstruksi di Magelang terdapat temuan baru, ketika Brigadir Joshua, PC dan RE sedang menonton televisi di ruang keluarga, kemudian PC merasa tidak enak badan, lantas Brigadir J dan RE berinisiatif mengangkat PC dan memindahkannya ke tempat tidur. Namun saat kejadian itu KM melarangnya, dengan alasan tidak senonoh.
Bisa saja hal itulah yang menjadi dasar KM menyebut adanya tindakan tidak senonoh dari Brigadir J terhadap PC saat di Magelang.
Terkait peristiwa tersebut, Zakirudin Chaniago menanggapi pengacara Deolipa Yumara yang mengatakan ucapannya terkait kasus eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo merupakan dugaan semata. Zakirudin melihat Deolipa tidak konsisten terhadap pernyataannya. Tak hanya itu pengacara Kamaruddin Simanjuntak juga dilaporkan terkait hal itu. Zakirudin menjelaskan pihaknya melaporkan Kamaruddin terkait sejumlah pernyataan. Salah satunya terkait sayatan pada jenazah Yosua
Sementara itu Deolipa juga menyebut bahwa terkait isu yang kini dianggap hoaks, ia hanya menyebut itu dugaan, sebagaimana ia peroleh faktanya dari Bharada Eliezer. "Sama kayak Komnas HAM. Saya kan cuma menduga. Komnas HAM kan juga menduga, boleh dong," jelas Deolipa. Deolipa juga menjelaskan ucapannya yang menyinggung isu LGBT terkait dengan kasus ini. "Itu analisa kejiwaan dan perilaku. Saya kan ahli ilmu jiwa dan ilmu perilaku juga," sambungnya.
Hingga saat ini parapihak sedang "berbalas pantun" terkait perkembangan terbaru tersebut. Memang kemunculan dugaan adanya "hubungan intm" antara PC dan KM, jika berlanjut akan mematahkan tuduhan PC soal adanya pelecehan yang dilakukan Brigadir J dan membuat semuanya menjadi "mentah" kembali.
Karena jika fakta itu benar, dapat merubah haluan menjadi adanya dugaan baru bahwa kasus "perselingkuhan" PC dan KM yang secara tidak sengaja terpergok Brigadir J Â itulah yang menjadi biang keladi motif yang berakhir dengan pembunuhan berencana.
ilustrasi gambar Konferensi pers Komnas HAM ungkap foto Brigadir J tergeletak usai ditembak (Anggi/detikcom)
Kedua; Komnas HAM mulai membagikan foto kematian Brigadir J di rumah Saguling yang selama ini tersimpan rapat.Â
Bukti-bukti itu bisa saja menjadi sekedar bukti pendukung biasa, sekalipun menggambarkan kondisi Brigadir J tergeletak 8 jam paska penembakan ketika diawal kasus. Apalagi ketika motif pembunuhan berencana itu tetap didasari kasus pelecehan. Dengan kata lain atas dasar  kesalahan yang dilakukan Brigadir J itulah para tersangka juga menggunakan cara salah dan brutal dengan membunuhnya.
Akan berbeda halnya jika dugaan Deolipa yang terbukti soal adanya "perselikuhan PC dan KM", sehingga atas dasar untuk menutupi perbuatan itu kemudian nyawa Brigadir J dihilangkan dengan bantuan FS Cs.
Artinya bahwa sejak skenario pertama, begitu banyak fakta dan bukti yang sebenarnya sudah dikantongi para pihak yang berurusan dengan kasus ini, namun tidak terekspose ke publik sebagai penguat kasus.
Berikutnya terkait bola panas lainnya, kita tidak berharap ini akan menjadi perseteruan tidak sehat antar kepentingan, kita berharap justru akan menjernihkan masalah.
Ketiga;Â Diabaikannya LPSK soal, dugaan pelecehan seksual atau pemerkosaan ke istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi Sambo. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melalui Wakil Ketuanya Edwin Partogi Pasaribu mengatakan pelecehan seksual janggal lantaran ada relasi kuasa di sana.
Terutama soal relasi kuasa yang sangat meragukan. Posisi Joshua adalah "bawahan" dari ibu PC atau FS. Pengamat perempuan juga meragukan soal yang satu ini. Terutama soal relasi kuasa. Ketika pelaku adalah orang yang pangkatnya dibawah kuasa korban, dan tidak adanya kerelaan dari korban, maka bukan pelecehan sulit terjadi dan bila terjadi , bisa jadi "perselingkuhan".
Berikutnya soal lokus atau tempat kejadian perkara, dalam kasus ini masih ada saksi di rumah kawasan Magelang, yakni KM dan S selaku asisten di rumah yang juga berada di lokasi yang sama.
Dugaan bahwa PC sebenarnya masih bisa melakukan perlawanan dalam kejadian tersebut. Atau mengapa PC saat di Magelang disebut-sebut masih bertanya soal keberadaan Joshua, bahkan Joshua juga menghadap PC di kamarnya. Relasi fakta  ini penting dijadikan dasar mengapa kemudian timbul kasus pelecehan. Adegan ini tergambar jelas saat rekonstruksi, bagaimana "pelaku" (Brigadir J) yang dicari oleh "korban"(PC), justru kemudian dituduh sebagai pelaku. Mungkin jika yang tinggal di rumah adalah Bharada e, maka ialah korbannya. Brigadir J berada pada waktu dan tempat yang tidak menguntungkan alibinya.
Dan setelah kejadian, sebagai korban pelecehan seksual dengan begitu cepat PC justru seolah sembuh dari trauma atau depresi untuk bertemu kembali dengan pelaku. Bahkan keduanya masih satu rumah di tanggal 7 dan 8 Juli. Ini menjelaskan keganjilan antara korban dan pelaku---padahal "korban" memiliki kuasa yang sangat tinggi dibanding pelaku, mengapa PC tak mengadu pada FS saat itu. Adakah hal yang "sangat penting" disembunyikan?. Ataukah akrena faktor kedekatan PC dan Joshua yang telah dianggapnya anak?.
Atau "kebersamaan" PC dan lain-lain, termasuk Brigadir J dari Magelang hingga Jakarta dalam satu mobil, dalam rangka "mengamankan" kebocoran. Dalam animasi digambarkan supir didampingi Brigadir Joshua, PC berada di tengah dan dibelakang di kawal RE dan KM. Apakah ini bisa membuktikan bahwa "mereka" sedang menjaga agar Brigadir J tak membocorkan informasi penting di Magelang?.
Dan jika di Magelang terjadi kasus, dengan relasi kuasa yang dimiliki PC, mengapa kasusnya tidak dilaporkan ke polres atau minimal menelepon Kapolres. Apakah PC takut dengan Brigadir J?. Tapi ketakutan terhadap apa, jika PC tidak sampai melaporkan kasus pelecehan yang menimpa dirinya. Apakah korban tidak menyadari, paska kasus pelecehan, ia akan mendapatkan bukti otentik saat visum?. Ataukah ada pertimbangan posisinya sebagai istri kadiv Propam yang bisa mencoreng marwah, akrena dilecehkan ajudannya?.
Dalam perkembangan kasus ini selanjutnya, publik meyakini dalam waktu tidak lama, akan bermunculan bukti-bukti yang awalnya dianggap sangat sakral, terkait kasus kematian Brigadir J menjadi bukti-bukti pendukung kasus biasa.
Bagaimana dengan bukti digital forensik, seperti apakah ada komunikasi Brigadir J dan Calon istrinya, tentang apa sebenarnya yang terjadi di Magelang. Apakah ketakutan Brigadir J hanya karena ancaman KM, ataukah ia mengetahui soal sensitif terjadi di Magelang, seperti yang diduga oleh Deolipa?. Bukankah bola panas ini bisa muncul dan menimbulkan ledakan dahsyat yang bisa mematahkan tuduhan PC , jika terbukti menjadi temuan fakta baru nantinya.
Publik yakin, banyak hal dalam kasus ini yang tersembunyi, dibelokkan, dan "dikondisikan" sehingga skenario "skuad atas-lah" yang akan bermain dalam seluruh adegan drama kolosal Polri ini. Publik hanya akan mendapati suguhan  plot yang sangat sederhana. Pelecehan-Pembunuhan berencana, tidak lebih!.Â
Publik akan dibikin "Halu" jika menghayal sesuatu hal yang sulit terwujud, dan mengharap lebih dari itu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H