ilustrasi gambar-sekolah terpencil-republika
Barangkali aku bisa disebut golongan penulis Ashabul Kahfi di Kompasiana. Itu lho, kisah 7 pemuda dan seekor anjing yang masuk gua dan tertidur selama 600 tahun didalamnya.
Sepotong Kebaikan dari Tulisan
Aku membuat akun di akhir tahun 2011 (seperti masuk gua) kemudian tertidur lama. Alasan masuk ke kompasiana pada 06 Desember 2011, karena perasaan miris pemberitaan tentang sebuah SD kecil di Liyan. Aku pikir, jika berita itu disebar dan tampil di Kompas(iana), akan bisa lebih keras sounding-nya.
Siapa tahu para pejabat negara yang duduk di Jakarta tahu, dan ingat bahwa ada wilayah di Indonesia, nun jauh di Liyan--Palu Sulawesi Tengah, disana ada pahlawan yang tak bersuara lantang, tapi bertindak nyata sebagai PAHLAWAN, seperti banyak pejuang tanpa tanda jasa lainnya di negeri ini.
Dedikasi mereka luar biasa, sejak 1996 hingga 2011 ketika tulisan dibuat, mereka bergaji Rp.350.000,-/bulan/dibayar per 3 bulan). Padahal misi mereka jauh di atas langit impian kita, “ Agar anak-anak menjadi lebih baik, kerja lebih baik dan nasibnya berubah menjadi lebih baik dari sekarang”!.
Ini potongan kisah miris itu:
Liyan adalah sebuah dusun kecil di daerah perbukitan di wilayah Palu, Sulawesi Tengah. “Sekolah Gunung” mereka, harus ditempuh dengan berjalan kaki berjam-jam, melintasi bukit melalui jalan setapak. Dulu, bahkan harus dibantu menggunakan akar pohon untuk bisa naik ke bukit menuju sekolah terpencil itu.
Ridwan, Asdia dan Mesak Soda adalah para perintis yang hingga hari ini terus membagi hati dan keringatnya untuk kemajuan dusun kecil itu, semata-mata karena kasih sayang dan kecintaannya pada anak-anak. Mereka yang punya tekad tapi tak punya kesempatan seperti anak lainnya untuk bisa mengenyam bangku sekolah. Tak penting bersepatu atau tidak, yang utama, mimpi bisa sekolah-nya tercapai.
Sesederhana itulah keinginan dan mimpi mereka, yang terus dan berusaha dibangun oleh "guru Laskar Pelangi"dari Palu, hingga hari ini, hingga detik ini.
Artikel lengkapnya berjudul Kisah SDN Kecil Liyan Palu Sulawesi Tengah (Bagian Negeri Indonesia Juga), menjadi rekor "luar biasa", karena menjadi satu-satunya tulisan yang saya publish selama 365 hari di tahun 2011.
Di tahun berikutnya 2012, aku membuat rekor lebih "dahsyat" lagi, tak menulis satupun artikel selama 365 hari. Sungguh fantastik. saya tidak ingat persisnya mengapa, apakah karena kesibukan menjadi volunteer di NGO lingkungan atau karena lupa punya akun di kompasiana. Apalagi waktu itu belum familiar dengan "colek tetangga kompasiana"alias walkingblog--silaturahmi antar keluarga kompasiana. Bahkan comment dan like juga belum paham.
Lucunya di tahun 2013, kejadian lagi sebuah SD terpencil di Pameu terlantar, hati tergerak lagi menulis tentang keprihatinan itu. Bahkan ketika itu saya niatkan mulai menulis tentang" sekolah terlupakan di 3 T-Tertinggal, Terluar dan Terjauh. Tapi ternyata 365 hari hanya terpakai 3 hari, itu artinya 362 hari bolong tanpa artikel satupun.
Tiga artikel itu, tentang SD Pameu, Pameu; Lesehan di Sekolah Negeri Antara, pertandingan volley di sekolah almamater, SMA Negeri 5 Darussalam Taklukan SMA 4 DKI Jakarta. Sebenarnya ini bukan liputan tanding nasional, sebuah kebetulan SMA 4 Banda Aceh mendapat bantuan hibah dari DKI Jakarta, maka jadilah namanya seperti itu. Tulisan itu dibaca 403 kali oleh para tamu yang berkunjung. Artikel ketiga tentang politik Otonomi dan Hantu Korupsi. Dengan tiga tulisan itu, terlihat sejak awal saya ternyata jenis penulis "Palugada" (apa lu mau gue ada-meminjam istilah dari Acek Rudy).
Rekor Turun Tak Naik-Naik
Di tahun 2014, rekor justru turun lagi, karena cuma bisa menyumbang dua tulisan dari 365 hari setahun di 2014. Sekali lagi saya juga tak ingat apa sebab dan alasannya. Kedua tulisan itu tentang lingkungan karena kebetulan momentum Hari Bumi-‘Avatar’ dan Hutan Kita.Dan Artikel kedua tentang listrik padam yang tak kunjung ada solusi, "‘Lingkaran Setan’ Listrik Aceh".