Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Gunung Es Sambo, Dibalik Bungkamnya Komisi 3

20 Agustus 2022   23:13 Diperbarui: 31 Agustus 2022   08:59 952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi gambar-komisi 3 DPR RI-tribunewsjateng

Sejak kasus ini bergulir, publik menunggu-nunggu bagaimana respon Komisi 3 DPR RI, yang membidangi hukum, HAM dan keamanan. Sangat aneh bin ajaib, ketika komisi 3 akhirnya buka suara setelah sebulan lebih menutup mulut, dengan menyatakan alasan bungkamnya karena sedang masa reses.

Satu bulan setengah setelah kasus bergulir, barulah pada Rabu 24 agustus 2022 yang akan datang atau 1 Bulan 3 Minggu setelah kasus pembunuhan Brigadir J terjadi, Komisi 3 DPR RI akan memanggil Kapolri Listyo Sigit. Sangat terlambat dibandingkan eskalasi kasus yang sudah begitu menggurita. Bercampur antara fakta-fakta dan dugaan konspirasi multistakeholder, salah satunya dugaan adanya hubungan dinasti Sambo dengan anggota DPR RI  tersebut.

Ini menguatkan dugaan seperti disinyalir Menkopolhukam Mahfudz MD, Apakah benar ada hubungan kuat diamnya anggota dewan terhormat tersebut dengan psiko-politis dalam kasus Ferdy Sambo?. Dalam situasi genting dan kritis, reses menjadi alasan kevakuman komisi 3 merespon kasus itu.

Lebih aneh lagi, ketika mulai bicara respon pertama justru mengomentari publik agar mengakhiri polemik liar di media sosial, setelah ditetapkannya Putri Candrawathi alias PC sebagai tersangka. Seolah orang-orang cerdas di komisi tidak memahami substansi permasalahan sebenarnya.

Jika mereka keberatan dengan munculnya polemik liar, sebagai representasi rakyat yang tengah meminta keadilan atas kasus ini, semestinya DPR RI Komisi 3 berada dibaris depan mengkonfirmasi kebenarannya, bukan mempersoalkan "kepo" publik dan menyalahkan kemunculan polemik.

Substansi ranah kerja bidang Hukum , HAM dan Keamanan menjadi tumpul dan tidak berfungsi, tapi pengawasan kritis justru tertuju pada perkembangan respon publik di media sosial. Bukankah ini absurd!.

ferdy-sambo-dilaporkan-ke-kpk-63010696a1aeea63fb580042.jpg
ferdy-sambo-dilaporkan-ke-kpk-63010696a1aeea63fb580042.jpg
ilustrasi gambar-KPK dan sambo-tribunews 

Mengapa Komisi 3 Lumpuh?

Sekali lagi pertanyaan besar itu akan mengarahkan jawaban pada adanya hubungan, atau rasa segan Komisi 3 dengan para petinggi Polri, jika harus kasak-kusuk mengomentari, merespon, meminta klarifikasi dan sebagainya. Masa iya, komisi 3 sama sekali tidak merasa penasaran dengan perkembangan kasus yang eskalasinya begitu menghebohkan jagad publik Indonesia.

Apakah reses menjadi penghalang untuk merespon. Apakah ada prosedur yang menghalangi para anggota Komisi 3 merespon, misalnya dengan merespon secara tidak langsung melalui media daring?. Apakah terkait tugas utama dalam politik hukumnya sebagai lembaga legislatif  bidang Hukum, HAM dan Keamanan, hanya cukup terwakili dengan menggelar konferensi pers di awal kemunculan kasus, dan tidak ditindaklanjuti dengan aksi lain.

Justu yang muncul kemudian polemik dengan Kemenkumham soal pernyataannya yang merspon kasus tersebut. Bisa jadi karena ketidaksabaran Mahfud MD atas lambannya respon DPR RI Komisi 3 tersebut. 

Apalagi Komisi 3 memiliki koneksi dan kemitraan dengan Polri, LPSK, Komnas HAM, PPATK, KPK,  Kemenkumham, Kejagung, MA, MK, Komisi Yudisial, BNN dan BNPT, semua institusi yang berkaitan erat dengan kasus sambo ini.

Apakah cerita tentang kekaisaran Sambo, diam-diam sudah menyebar diantara mereka jauh-jauh hari sehingga membuat sambo menjadi seolah tidak bisa disentuh. Apalagi dengan dugaan adanya kelompok atau jaringan di belakang Sambo yang mengendalikan banyak kepentingan di internal polri.

Bahkan disebut-sebut, kekuasana Sambo adalah sub Polri di dalam tubuh Polri. Besarnya jaringan ini agaknya bisa membuat Komisi 3 merasa kecut untuk merespon kasusnya. Lebih pada upaya "bermain aman" daripada terlibat terlalu dalam. Untuk memberikan penilaian atas banyak kejanggalan kasus tersebut saja, komisi 3 pun tidak melakukannya.

Apakah Komisi 3 juga merasa kuatir jika pada akhirnya KPK  dan PPATK  juga akan merangsek terlalu jauh hingga ke wilayah mereka, jika dikonfrontir dengan para tersangka dan ditemukan indikasi adanya hubungan khusus diantara mereka?. 

Kesan publik seolah Komisi 3 DPR RI punya hubungan khusus dengan kekaisaran Ferdy Sambo  dan para tersangka obstruction of justice dalam kasus brigadir J, sehingga tidak berani berbicara hal yang akan menyakiti hati Ferdy Sambo dan kelompoknya.

shutterstock-666915706-resize-640x640-6301073da1aeea08e378bb02.jpg
shutterstock-666915706-resize-640x640-6301073da1aeea08e378bb02.jpg
ilustrasi -teori gunung es-yayaids

Teori Ice Berg dan Frustasi Sosial

Dalam teori puncak gunung es, ketika sebuah kasus ditemukan, indikasi kasus serupa atau jaringannya yang lebih kompleks ada di bawah puncak itu. Bisa saja akan semakin banyak pihak di pemerintahan, jaringan bisnis, termasuk DPR RI yang akan masuk dalam daftar tersangka baru versi KPK dan PPATK. 

Semakin kasus ini berlarut akan semakin banyak kejutan baru yang muncul ke publik. Bukan tidak mungkin praduga liar yang dikuatirkan DPR Ri akan melebar kemana-mana.

Ini juga yang menjadi pangkal semakin jatuhnya kepercayan publik terhadap kinerja Polri, Pemerintah, dan DPR RI sebagai representasi rakyat tapi sama sekali tak memberikan respon yang cepat dan reaktif atas kasus besar ini. Bahkan peran sebagai lembaga pengawasan DPR RI yang seharusnya mengawal POLRI agar tidak ada oknum polisi yang melakukan abuse of power ternyata gagal.

Bagaimana jika praduga publik ternyata benar, bahwa sebenarnya beginilah kinerja para pemimpin mereka, diam-diam bekerja dengan kepentingan sendiri, memiliki kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri, dan menggunakan jaringan kekuasaan untuk kepentingan kelompok.

Belajar dari kejutan perkembangan kasus Sambo, asimilasi kejahatan, korupsi menunjukkan banyak modus baru. Jika kondisi ini terus berlanjut, maka kita akan mundur jauh kebelakang ke dalam situasi ketika frustrasi sosial melanda tidak saja seluruh rakyat, juga menjangkiti jajaran birokrasi yang masih memimpikan Indonesia yang bersih.

Kita butuh bukti dari Komisi 3 DPR RI, jika kemarin mereka "lumpuh" karena alasan reses, kini setelah mereka hadir kembali dengan kondisi, mudah-mudahan lebih fit, apa kira-kira hasil temuan paling menarik nantinya paska pertemuan dengan Kapolri. Apakah hanya bertindak sebagai juru bicara Kapolri atau ada temuan lain yang makin mengerucut pada solusi kasus?.

referensi: 1, 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun