Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Benarkah 36 Polisi Tersangka Adalah Korban Sambo?

9 Agustus 2022   15:02 Diperbarui: 21 Agustus 2022   08:25 1236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar: pengamat mantan kepala BAIS-democrazy news

Kasus Ferdy Sambo-Brigadir J atau Brigadir Joshua Hutabarat, sudah memenuhi 4 persyaratan kejahatan tindakan mafia. Pernyataan bernada keras dan mengejutkan itu dikeluarkan mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI Laksamana Muda (purnawirawan) Soleman Ponto, menyikapi perkembangan terbaru kasus tewasnya Brigadir Joshua.

ilustrasi gambar: pengamat mantan kepala BAIS-democrazy news
ilustrasi gambar: pengamat mantan kepala BAIS-democrazy news

Melalui skenario yang kini terbalik makan tuan, awalnya Bharada Eliezer didorong sebagai pelaku tunggal dengan modus membela diri. 

Tiga hari setelah peristiwa itu, barulah publik mendapat beritanya. Mengapa 3 hari?. Itulah poin pertama dan kedua indikasi kerja ala mafia; membersihkan TKP, sekaligus menghilangkan barang bukti.

Pada hari pengumuman, diberitakan CCTV mati, baju, handphone dan pistol Brigadir Joshua lenyap?. Sekaligus membangun cerita dengan alibi palsu, untuk menguatkan jalan cerita skenario yang telah direkayasa. Selanjutnya bisa ditebak, semua kepalsuan harus ditutup dengan kebohongan baru, begitu seterusnya.

Ketika fakta-fakta bukti temuan ternyata tidak linier, maka alibi berganti mengikuti skenario baru.  Maka Bharada Eliezer, Ferdy Sambo, Brigadir Ricky dan sopir berinisial K, sebagai manusia juga bisa terjebak pada narasi yang salah, atau lupa mengulang cerita rekaan yang sama dan menjadi blunder!. 

Semua terbantahkan ketika tersangka pertama yang ditetapkan Polri Bharada E telah mengakui kebenaran dan mengajukan diri sebagai justice collaborator.

Siapa Saja Aktor-Aktornya

ilustrasi gambar: siapa 25 aktor lainnya - democrazy news
ilustrasi gambar: siapa 25 aktor lainnya - democrazy news
Sebesar apa "Udang" yang tersembunyi di balik batu kasus ini, sehingga sejak Bharada Eliezer "bernyanyi" belum terdengar nyaring, sehingga tersangka di tarik satu-persatu, 4 dari urutan bawah. Sedangkan dari kelas atas, sebagaimana di ulas dalam investigasi Tempo.co, termasuk didalamnya, temuan dua tokoh pembuat skenario- FS dan FA.

Disebut-sebut dalam sebuah berita, terdapat "kelompok Penjahat" di dalam institusi kepolisian, dan kelak, satu persatu bintang akan gugur-terciduk!. Tentu saja fakta ini mengejutkan, mengerikan, dan ternyata bukan bualan. Dasarnya, karena adanya sebuah "solidaritas ngawur' yang terbentuk, dan melakukan dugaan obstruction of justice; Perbuatan menghalangi proses peradilan terhadap kasus kematian Brigadir Joshua.

Dasar kecurigaan Sugeng Teguh Santoso dari IPW, didasarkan pada sangkaan Pasal 340 KUHP terhadap Brigadir RR, yang merupakan pasal tentang Pembunuhan Berencana.

Fakta itu diulas dalam segmen Ulas Berita channel YouTube pribadi miliknya, Refly Harun membeberkan pendapat dari Ketua IPW (Indonesia Police Watch) Sugeng Teguh Santoso yang menyebutkan bahwa ada dugaan potensi kuat hadirnya sebuah 'Geng Penjahat' dalam tubuh institusi Polri!.

Fakta lain yang lebih mengejutkan adalah, kasus ini telah menyeret 25 personel Polri, mulai dari perwira tinggi, menengah hingga golongan tamtama. Dasar pemeriksaannya adalah adanya dugaan kuat pelanggaran kode etik, selama pengusutan kasus penembakan Brigadir J.

Pelanggaran kode etik atau pelanggaan prosedur penanganan kasus meskipun hanya "mematikan" decoder CCTV dalam sebuah kasus yang didalamnya berlaku sebuah skenario menjadi tidak sederhana. Pasal KUHP yang minimal dikenakan bisa saja Pasal 56 KUHP--mendukung sebuah konspirasi kejahatan!. Jadi tidak main-main.

Lebih 'gilanya' lagi, sebagian besar dari 25 personel tersebut, berasal dari divisi yang sama, yakni Divisi Propam, yang tentu saja berada di bawah naungan Ferdy Sambo.

Menurut Sugeng Teguh Santoso, tindakan pelanggaran kode etik ini terstruktur, masif dan sistematis. Jadi wajar jika akan banyak tersangka baru yang terseret bersama FS nantinya, dalam prosesi penyidikan. 

Perbuatan ini juga terstruktur karena, dugaan pelanggaran kode etik ini melibatkan seorang Jenderal bintang dua, sampai dengan anggota Polri dalam golongan tamtama (ada hierarki).

Disebut sistematis, karena hilangnya satu paket barang bukti, diduga melibatkan atau dilakukan oleh 25 personel yang sedang dalam proses pendalaman penyidikan. Apakah juga termasuk dalam Satgassus (Satuan Tugas Khusus), seperti yang ramai dibicarakan oleh publik saat ini. Geng mafia itu menurut Sugeng adalah Satuan Tugas Khusus (Satgasus) yang diketuai oleh Kadiv Propam nonaktif Ferdy Sambo. Sugeng menyebut geng mafia ini memiliki kekuasaan dan kewenangan yang cukup besar.

Kasus ini menjadi kejadian kejahatan luar biasa,  sekaligus preseden bagi institusi Polri, karena  sebagai penegak hukum justru terlibat dalam satu solidaritas tindak pidana. Maka muncul banyak dugaan, adanya sebuah konektivitas yang melatarbelakanginya. 

Itulah yang sedang dilakukan dalam proses pendalaman penyidikan untuk mengungkap peran masing-masing dari 25 orang terduga pelaku. 

referensi: 1,2,3,4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun