Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Ahasveros; Penyair Bohemian Chairil Anwar

31 Juli 2022   01:15 Diperbarui: 2 Agustus 2022   15:59 1498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selain itu, dalam beberapa karyanya juga disebut beberapa nama perempuan seperti Nyonya N, buat K, Ina Mia, Gadis Rasid dan yang lainnya. Mereka adalah perempuan yang juga pernah singgah di hati seorang Chairil Anwar. 

Bisa jadi karena ia merasa sebagai seniman yang hidup tanpa juntrungan yang jelas, ia hanya bisa menyuarakan hati dengan puisi, meski harus bertepuk sebelah tangan, atau bahkan cinta yang tak pernah sampai maksudnya sama sekali.

Ia merasa menjadi ahasveros-kisah Chairil Anwar sendiri pernah dijadikan inspirasi sebuah film animasi pendek. 

Animasi “Ahasveros” adalah cuplikan singkat kehidupan tragis penyair bohemian Chairil Anwar yang mulai terjerat oleh ketakutan akan kefanaan hidupnya di tengah salah satu periode yang paling meresahkan dalam sejarah Indonesia. Ahasveros merupakan jiwa yang mengutuk dirinya sendiri sebagai pengembara abadi dan mulai melakukan pencarian untuk meninggalkan jejak abadi di tengah dunia yang kian berubah. 

puiisi-khairil-rasyid-jpg-62e571583555e463cb247d52.jpg
puiisi-khairil-rasyid-jpg-62e571583555e463cb247d52.jpg

Simaklah beberapa puisi cinta "luar biasanya".

Lagu Biasa

Di teras rumah makan kami kini berhadapan
Baru berkenalan. Cuma berpandangan
Sungguhpun samudera jiwa sudah selam berselam
Masih saja berpandangan
...........
Ia mengerling. Ia ketawa
Dan rumput kering terus menyala
Ia berkata. Suaranya nyaring tinggi
Darahku terhenti berlari
Ketika orkes memulai Ave Maria
Kuseret ia ke sana.......

Dialah, Miratlah, ketika mereka rebah,
Menatap lama ke dalam pandangnya
Coba memisah matanya menantang
Yang satu tajam dan jujur yang sebelah
Ketawa diadukannya giginya pada
Mulut Chairil; dan bertanya: Adakah, adakah
Kau selalu mesra dan aku bagimu indah?
Mirat raba urut Chairil, raba dada
Dan tahukah di kini, bisa katakan
Dan tunjukkan dengan pasti di mana
Menghidup jiwa, menghembus nyawa
Liang jiwa-jiwa saling berganti. Dia
Rapatkan
Dirinya pada Chairil makin sehati;
Hilang secepuh segan, hilang secepuh cemas
Hiduplah Mirat dan Chairil dengan deras,
Menuntut tinggi tidak setapak berjarak
Dengan mati.

ilustrasi-chairil-anwar-mozaik-sabit-ratio-16x9-62e754a03555e4595c1cd4f3.jpg
ilustrasi-chairil-anwar-mozaik-sabit-ratio-16x9-62e754a03555e4595c1cd4f3.jpg

sumber: penulis lepassumber: tirto.id

Sajak Putih
Buat tunanganku Mirat

Bersandar pada tari warna pelangi
Kau depanku bertudung sutra senja
Di hitam matamu kembang mawar dan melati
Harum rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
Meriak muka air kolam jiwa
Dan dalam dadaku memerdu lagu
Menarik menari seluruh aku
Hidup dari hidupku, pintu terbuka
Selama matamu bagimu menengadah
Selama kau darah mengalir dari luka
Antara kita mati datang tidak membelah......
Buat Miratku, Ratuku! Kubentuk dunia sendiri
Dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini!
Kecuplah aku terus, kecuplah
Dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku....

puisi-jadi-jpg-62e5717da51c6f396d660da7.jpg
puisi-jadi-jpg-62e5717da51c6f396d660da7.jpg

Anak Muda "Tak" Biasa

Meskipun ia muda dengan kisah cinta timbul tenggelamnya, ia punya jiwa yang berkobar, ia dikagumi para sastrawan lain seperti HB Jassin, demikian juga Sapardi Joko Damono, yang mengagumi sekaligus juga mengkritisi kehidupan dengan menyebut Chairil sebagai sosok yang memiliki seperangkat ciri seniman: tidak memiliki pekerjaan tetap, suka keluyuran, jorok, selalu kekurangan uang, penyakitan dan tingkah lakunya menjengkelkan. 

Tapi beruntung semua itu terbayarkan dengan karya kesenimannya yang tak lekang di makan zaman. Sebut saja puisi "Aku", "Karawang Bekasi",  "Diponegoro", atau "Senja di Pelabuhan Kecil", yang mengharu biru itu.

Terbukti, di 100 tahun sejak jejaknya pergi, puisi-puisinya masih mengiang dan dibaca beribu-ribu orang yang bahkan tak pernah mengenal dan bertemu dengannya, tapi terus mengaguminya.

referensi: 1, 2, 3,4

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun