Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Win-Win Solution "Investasi Bodong" THR Anak, Bedil dan Emas

11 Mei 2022   22:44 Diperbarui: 16 Mei 2022   13:29 731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

my BMC

Apa barang paling populer dan paling diburu anak-anak di hari raya Idul Fitri di Aceh?. Bedil!, alias senapan mainan. Jika berlebaran di Aceh, apalagi di kampung-kampung, bahkan yang terpencil, mainan bedil dengan berbagai ukuran dan model adalah mainan favorit.

tribunews.com
tribunews.com

Pemandangan yang biasa, jika di jalanan di jumpai anak-anak menenteng AK-47, dalam ukuran yang sebenarnya, lengkap dengan spion pengintai dan peluru berupa butiran plastik. Meskipun sangat berbahaya, seperti halnya anak panah, peluru plastik ini diperjual belikan seperti "kacang goreng".

Anak-anak akan berperang antar kelompok dalam sebuah aksi main perang-perangan, atau bermain sendiri.

Padahal kasus kecelakaan akibat permainan jenis ini tidak sedikit, selain secara sengaja bermain, beberapa kejadian, akibat tertekan picu tanpas engaja sering menyebabkan jatuh korban. Selain memar adalah kecelakaan mata yang fatal.

antara news.com
antara news.com

Apakah orang tua melarang?. Jelas, tapi sepertinya ada hubungan "simbiosis mutualis" antara penjual mainan senapan dan anak-anak yang tengah memegang uang THR dalam jumlah besar.

dialeksis
dialeksis

Seperti transaksi "gelap", anak-anak akan membeli mainan dengan uang yang diperolehnya dari kunjungan ke saudara atau tetangga, sebagai modal membeli senjata mainan. Sebagian akan langsung main, dan jika di larang atau disita akan membeli yang lain atau meminjam milik teman. Jenis mainan lain kurang diminati, kecuali petasan atau kembang api.

Sisa Kisah Konflik

Menarik jika mencermati mengapa bedil atau senapan mainan ini menjadi begitu populer di Aceh. Bisa jadi ada kaitan dengan apa yang sering dilihat oleh anak-anak ketika konflik terjadi. Sejak kecil, sebagian anak-anak bisa langsung menyaksikan para tentara atau pasukan kombatan memanggul senjata di dalam kampung. Atau menyaksikan langsung aksi perang.

Atau dari kebiasaan turun temurun dari generasi sebelumnya, abang atau kakak mereka. Anak-anak yang lebih besar usiaya juga suka bermain senapan. Jika tidak ada kebiasaan di kampung bermain meriam bambu, bahkan di kampung di sebuah kabupaten di Aceh, ada festival meriam bambu yang kolosal dan menjadi agenda tahunan.

Namun dengan banyak pembatasan, bisa jadi sudah dua tahun terakhir tradisi itu terlewatkan, dan hanya digantis ekedar bermain meriam bambu anak-anak, dengan menggunakan karbit.

Namun jejak masa lalu, membuat permainan senapan atau dalam memori anak-anak,  nuansa permainan  dan senjata "perang" adalah sebuah pemandangan biasa. Apalagi sekarang dengan makin maraknya permainan game online yang basis utama game-nya adalah game perang.

Kondisi ini harus menjadi perhatian yang serius, bagi para orang tua, agar tidak menjadi kebiasaan buruk dan candu. Minimal orang tua yang mulai mengarahkan, pilihan mainan yang lebih positif dan bermanfaat.

tribun
tribun

Atau mungkinkah melarang penjual senajta mainan masuk kampung?. Karena sebenarnya ada fenomena lain yang bukan rahasia di Aceh, dan mungkin juga terjadi di daerah lain. 

Selama masa lebaran, anak-anak juga mendapat akses sedikit luas menggunakan kendaraan roda dua untuk "bertamu" atau berlebaran.

Sehingga bisa dimanfaatkan untuk keluar kampung dan membeli mainan di pinggiran kota, bagi anak-anak yang membandel. Meski berbahaya dan akan ditindak polisi jika kepergok di jalan.

Jajan THR

Kala lebaran menjadi saat yang di nanti-nantikan oleh anak-anak. Ketika mereka mengunjungi rumah-rumah tetangga, mereka akan mendapat amplop kecil berisi sedikit uang jajan. Mereka yang mendapat THR di rumah dan dalam kunjungan ke rumah-kerumah, kadangkala jumlahnya bisa luar biasa besar.

Sekarang ada istilah yang satir, tentang THR yang kurang lebih dikonotasikan sebagai "Investasi Bodong". Masuk cepat dan besar, hilang begitu saja pada alokasi pengeluaran tidak jelas. Jajan, dan mainan.

Anak-anak saya dulu, setiap lebaran paling tidak bisa mendapat dua juta rupiah per orang, dengan berkunjung ke rumah saudara atau tetangga di kampus dan di kampung halaman. Keponakan yang lebaran kemarin main ke rumah, sudah punya dompet masing-masing, berisi uang, yang jumlah mencapai Rp.800 ribu, padahal anaknya belum masuk usia sekolah.

 Di kampung-kampung, mungkin masing-anak yang datang ke rumah tetangga berombongan, akan mendapat jumlah yang lebih kecil. Tapi dari saudara dan kelaurga dekat, jumlah lumayan besar, minimal Rp 20 ribu per amplop.

Apalagi di Aceh lebaran Idul Fitri panjang masa lebarannya. Bahkan hingga sebulan setelah shalat Ied, ajang saling kunjung dan temu saudara dan tetangga masih terus berlangsung. Belum lagi halal bihal di kampung, di sekolah, atau instansi.

Nah, jika uang sebesar itu sudah terkumpul, apa yang biasanya anak-anak lakukan selain jajan dengan bebas. Mereka berdalih, itu adalah uang mereka jadi mereka bisa sesuka hati berbelanja. 

Jadi jamak jika di jalanan anak-anak di Aceh keluar masuk toko swalayan selam masa lebaran, membeli barang yang tidak mereka beli seperti hari biasa. Minuman kaleng dan makanan-cracker kemasan ukuran jumbo, dan mainan. 

Keponakan saya yang usianya baru tiga tahun, ketika ditegur jangan jajan, nanti uangnya habis, dengan santai menjawab, "kalau habis nanti datang lagi ke rumah orang-orang, dapat uang lagi". Bahkan ia menawarkan kepada ayahnya akan dibelikan mobil dengan uangnya tanpa perlu ayahnya keluar uang!. Nah, fantastik bukan.

Alternatif Jalan Tengah

Dalam situasi seperti ini, para orang tua tak bisa melarang orang atau saudara meberikan uang THR dalam jumlah yang besar, namun kita bisa paling minimal mengarahkan agar anak-anak bisa memahami tentang uang. 

170220-zam-bisnis-19-pembiayaan-pegadian-5-3943-627bd92cbb44866a61379c92.jpg
170220-zam-bisnis-19-pembiayaan-pegadian-5-3943-627bd92cbb44866a61379c92.jpg

bisnis.com

Termasuk bagaimana mengelola uang agar aman, tidak habis sia-sia. Meskipun menurut mereka (baca; anak-anak), terlihat mudah mendapatkannya kala lebaran.

Mainan sebagai bagian dari hak dan kesenangan mutlak mereka dapatkan sejauh masih bisa dikontrol dan layak disebut mainan. Sebagiannya barulah kita "Siasati" sebagai tabungan atau investasi.

Anak saya ketika pertama kali saya ajak ke mesin Anjungan Tunai Mandiri (Automatic Teller Machine-ATM) berpikir, ternyata begitu mudahnya mendapatkan uang. Cukup menekan tombol dan menekan angka nominal yang diperlukan, maka akan uang keluar dengan sendirinya dari dalam mesin. Mereka pikir, para orang tua jika kesulitan keuangan, cukup datang ke ATM mengambil uang sesuka hatinya.

Saya katakan, sebelum uang itu bisa diambil, sebelumnya harus dikumpulkan dulu, disimpan di suatu tempat, barulah kita bisa mengambil sebesar tabungan yang kita punya. 

Jadi uang yang keluar dari mesin ATM adalah uang kita sendiri yang sudah lama kita simpan, bukan uang orang lain.

Salah satunya dengan pemahaman seperti itu, mereka tidak gagal paham tentang darimana uang datang dan bagaimana menghabiskannya. Anak-anak saya sekarang menabung dalam  bentuk tabungan emas, di pegadaian. Ini sebuah alternatif yang menarik.

Uang mereka akan dikonversi menjadi emas, dari jumlah setoran yang mereka masukkan, berapapun jumlahnya. Di Aceh, investasi emas banyak dilakukan, sehingga menjadi pilihan yang dianggap biasa dan normal, daripada tabungan biasa.

Masyarakat di kampung mengkonversi uang hasil panen, dengan membeli emas daripada barang-barang komersial lain. Jika dibutuhkan barulah mereka meng-uangkannya ketika harga emas naik, untuk membeli ternak atau mengolah sawah.

obligasi
obligasi

Emas di Aceh di hitung dalam ukuran Mayam, 1 (satu) mayam emas, setara 3,3 gram. Ukuran itu digunakan untuk "mahar perkawinan". Jumlahnya biasanya disepakati antar keluarga kedua mempelai, bisa dimulai dari 5, 10, hingga 100 mayam, tergantung kemampuan. Harga per mayam berfluktuasi mengikuti harga emas dunia, misalnya harga Rp. 2.648.500 (catatan harga pasar emas per tanggal 8/5/2022).

passion jewelery
passion jewelery

Jadi jika mendapatkan calon pasangan mempelai yang mematok 100 mayam emas, itu artinya harus tersedia Rp.264.480.500,'. Jangan kuatir, jika sudah saling cinta, seperangkat alat shalat juga jadi asal, bertanggung jawab terhadap mahar dengan menjaga marwah keluarganya dengan sepenuh hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun