Kebiasaan itu terbawa hingga sekarang.Â
Membayar Zakat Fitrah
Salah satu kebiasaan yang tidak pernah kami tinggalkan adalah kewajiban membayar zakat fitrah. Kewajiban bagi mereka yang mampu untuk memberikan kewajibannya membayar semacam "sedekah" kepada orang yang membutuhkan. Hanya saja zakat ini, berbeda dengan sedekah atau amal jariah biasa, karena  hanya berlangsung selama bulan Ramadhan menjelang Hari raya Idul Fitri.
Kewajiban itu dihitung per jiwa-maksudnya setiap anggota keluarga di wajibkan membayar zakat. Jika di rumah ada seorang kepala keluarga dengan 4 anggota keluarga lainnya, maka kewajiban zakat yang harus dibayarkan adalah sejumlah 5 orang di kali dengan standar zakat yang harus dibayarkan.
Seperti biasanya, saya selalu mengajak anak-anak yang laki-laki untuk ikut serta, meskipun saya yang akan menemui amil-atau orang yang menerima pemberian zakat kita, tapi prosesinya anak-anak ikut menyaksikan.Â
Dari sejak membawa beras dari rumah, menemui amil, hingga prosesi serah terima zakat yang disertai ijab-kabul dan doa.
Dengan kebiasaan yang sejak lama di tularkan orang tua, kemudian juga saya tularkan kepada anak-anak, ternyata anak-anak sudah hafal doa dan prosesinya.
Jadi setiap kali ada kesempatan, diskusinya dengan anak-anak biasanya tentang, mengapa zakat harus dibayarkan, siapa saja mereka yang berhak menerima (mustahiq) dan mengapa amil-si panitia zakat juga berhak menerima pemberian, apa dampaknya secara sosial dan ekonomi jika skema zakat ini dijalankan secara serius dan baik.
Anak-anak bahkan lebih tahu soal sistem zakat modern, karena sumber bacaan mereka dari internet, jadi saya juga belajar dari mereka.
Ternyata begitulah sebuah ilmu berpindah dari satu orang ke orang lain. Ada kalanya melalui pembelajaran di sekolah, melalui rumah atau pembelajaran langsung dengan apa saja yang bisa menjadi "ilmu baru" bagi kita dan anak-anak kita.
Kepedulian selama Ramadhan melalui antaran saja menjadi ilmu yang luar biasa bagi anak-anak. Apalagi ketika mereka juga tahu bahwa memberi sedekah bagi orang berpuasa dan bersahur mendapat pahala yang luar biasa.Â
Sampai-sampai mereka merencanakan sebuah gagasan besar, tahun depan akan menyiapkan sedekah khusus takjil dan berbuka di jalanan dan di masjid.
Semoga hikmah itu terus menular kepada mereka, keluarga mereka dan orang-orang di sekitarnya. Sebuah kebaikan bahkan jika hanya sebesar "zarrah-atom" juga akan mendapat balasan dan ganjaran yang sama, atau bahkan lebih besar jika dipenuhi rasa ikhlas untuk berbagi dan peduli dengan sesama, seperti di Ramadhan saat ini.
Anak-anak bahkan sekarang mendapat saudara baru, ketika kembali bertemu Mak Neh dan bernostalgia, ketika mereka dirawat, maupun ketika mereka mengantar makanan selama bulan-bulan Ramadhan yang sudah kami lewati.Â
Ketika kami akhirnya pindah di rumah baru-pun, silaturahmi itu tidak pernah putus, sebagai bagian dari hikmah-kepedulian, meskipun dari sesuatu yang sangat sederhana. bahkan setelah beberapa tahun kisah-kisah itu berlalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H