Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

[Donasi Kiss] Memburu Pentolan Pemberontak Ditawari Sahur Bersama

21 April 2022   02:16 Diperbarui: 21 April 2022   08:35 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
megapolitan kompas.com

Begitu melepas status sebagai mahasiswa, atas permintaan seorang teman pemilik sebuah media lokal di Aceh, aku bergabung  menjadi seorang ilustrator. Tapi lucunya, bukan hasil ilustrasi yang menarik perhatian Pemred pemilik medianya, justru tulisan tentang sisi lain ekonomi kelas bawah dan kolom ekbis yang aku tulis iseng yang jadi favoritnya.

Akhirnya, aku diminta mengisi kolom ekonomi bisnis-mengganti posisi seorang penulis senior jika berhalangan mengisi kolom. Aku ingat, kisah yang pertama di tulis tentang, inovasi tanpa henti dari microsoft.

Seiring waktu, ternyata kerjaan melebar menjadi "pemburu" kisah selebriti. Maka sejak saat itu, tugas khusus mencari publik figur juga jadi kerjaan tambahan.

Dari wawancara dengan para pramugari Garuda khusus pengantar jamaah haji, hingga bertemu  politikus penting, bahkan berkesempatan bertemua dengan selebriti ibukota, Cut Keke.

Awalnya begitu sulit mendapat kontaknya, sampai akhirnya bertemu seorang rekan jurnalis dari ibukota. Atas bantuannya, aku cuma dikasih waktu lima menit, dari sejak Cut Keke keluar dari lift hingga ke ruang lobby. 

Tapi ternyata, aku justru dapat previlege, bisa mewawancarainya lebih lama, dapat ajakan makan siang dan swafoto bersama si artis. Missi sukses!.

okezone.com
okezone.com

Butuh Trik khusus

Aku ingat ketika ditugaskan untuk bertemu dengan tokoh pemerintah untuk mengkonfirmasi kasus. Sulit sekali menemui tokoh yang satu ini karena harus membuat jadwal khusus.

Jadi berbekal surat tugas dan kartu pers, aku langsung masuk ke ruang sekretaris. Seperti biasa, prosedural, ia menanyakan apakah aku sudah punya janji?. Aku jawab dengan tegas dan sok percaya diri, "saya datang kesini karena ditelepon bapak pimpinan". Akhirnya tanpa basa-basi, aku masuk ke ruangan dan si pimpinan kaget.

Aku langsung minta maaf dan bilang saya cuma butuh waktu lima menit untuk minta konfirmasi kasus, agar tak melebar kemana-mana. Mungkin karena pimpinan itu juga berkepentingan akhirnya saya dipersilahkan duduk. Tak disangka wawancara 5 menit itu akhirnya menjadi 30 menit. Bahkan ketika keluar dari ruangan, beliau mengantar sampai ke pintu keluar.

Di lain waktu, ketika sedang dalam perjalanan meliput berita, dicegat oleh petugas polisi yang katanya sedang razia. Jadi saya bilang, saya sedang dalam perjalanan ke  kantor Polda, karena sedang ditunggu beliau untuk wawancara. Aku sodorkan hape yang hendak aku tekan nomor Kapolda agar langsung bicara dengan petugas itu.

Ternyata ia ketakutan, apalagi ketika saya coba hendak sambungkan percakapannya dengan menanyakan nama petugas yang sedang razia itu. walhasil ia ketakutan dan langsung membiarkan aku lewat.

Memang media kami punya kerjasama khusus untuk pemberitaan kegiatan di polda, tapi tidak di saat razia itu.

Main Spionase

Sekali waktu aku dapat tugas khusus. Pertama, karena waktunya sedang dalam bulan puasa, kedua, tokoh yang hendak saya jumpai dan wawancara adalah tokoh pergerakan-perlawanan yang sedang dicari pemerintah.

Setelah mendapatkan nomor kontak telepon, lengkap dengan alamat rumah, aku hubungi nomor tokoh perempuan pergerakan itu. Agak lama diangkat, barulah setelah beberapa kali membuat sambungan, akhirnya diangkat.

Ternyata beliau sangat hati-hati, dengan tempat persembunyiannya. Akhirnya dipilihnya menjelang waktu sahur, agar sedikit sunyi dan tapi tidak mencurigakan. Aku bergerak ke posisinya dengan kendaraan, dan diharuskan berhenti agak jauh dari lokasi. Dari sana kemudian berjalan pelan dan berusaha melihat situasi, karena takut ada yang membuntuti.

Aku harus berada di tempat sesuai instruksinya, berdiri di bawah lampu jalanan yang sedikit temaram. Menunjukkan kamera, dan tanda pengenal. Akhirnya tak berapa lama datang seorang laki-laki mengecek atribut untuk memastikan. Barulah kemudian di beri kode untuk bergerak secara hati-hati menuju rumah yang sudah diberi tanda khusus.

Rumah besar itu berlantai dua, sepintas terlihat sangat sunyi, tapi ternyata di beberapa sudut rumah dijaga petugas khusus yang tak terlihat. Setelah janji wawancara 15 menit yang kaku, akhirnya melebar jadi curhat pribadi si tokoh itu. Jadi aku berusaha menjadi pendengar yang baik.

Menurutku sebenarnya ia tak jauh berbeda dengan ibu-ibu lainnya, kecuali pemikiran dan kemampuannya berorasi politik. 

Jika awalnya bicara khusus politik yang tegang, tentang ancaman yang diterimanya setiap hari, tapi akhirnya ia bercerita tentang anak-anaknya, tapi itulah konsekuensi sebagai perempuan pejuang.

Akhirnya tanpa sadar sudah masuk waktu sahur, dan ketika pamit, aku justru diminta bergabung untuk sahur disana. Hitung-hitung ini akan jadi catatan sejarah penting, jadi aku setuju saja. Akhirnya sempat bersahur bersama dengan tokoh penting pergerakan yang paling dicari saat konflik.

Bahkan ketika pulang dapat bingkisan yang cukup banyak. Sayangnya itu menjadi pertemuan terakhir, karena ia akhirnya terkena tsunami

Kisah ini menjadi kisah sahur yang unik dan penuh kenangan, terutama karena ketika si tokoh aku wawancara, ia menunjukkan sisi lain sebagai seorang perempuan sejati, seorang ibu. Peduli dengan anak-anaknya, peduli denganku sebagai tamu khususnya, bahkan sempat menitipkan paket untuk teman-teman di kantor media sebagai bentuk silaturahmi.

Padahal sebelum sampai di tempat tinggal persembunyiannya sekarang, ia bergerilya, tinggal di hutan pedalaman, dan selalu nomaden agar jejaknya tidak dideteksi oleh pasukan khusus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun