Tiba-tiba terlintas pemikiran yang hedonis. Betapa tidak, kebiasaan berbelanja, utamanya pada Hari belanja online Nasional-Harbolnas, yang bisa saja didentikkan sebagai wujud konsumerisme, hedonisme lantas dikaitkan dengan Ramadhan yang sakral dan profan.
Apalagi bagi para shopaholic, yang sudah lama, mengisi "daftar keranjang belanja" dengan berbagai barang "kebutuhan dan keinginan personal". Terutama barang tersier-karena biasanya, bukan lagi kebutuhan primer dan sekunder yang diburu, tapi lebih pada kesenangan, hobies. Jadi ketika bertemu harbolnas, atau belanja tanggal cantik, langsung  kumat nafsu belanjanya.
Tentu analisanya juga tak akan pukul rata, jika berbelanja berarti konsumerisme  dan kemubaziran saja. Ada kalanya demi bisnis-niaga juga bagian dari amanah Nabi, karena Nabi juga entrepreneur sejati.
Cara Rasional Bagi Shopaholic
Tak tepat rasanya jika menganalogikan Ramadhan dengan sebuah harbolnas, apalagi mall. Tapi bagi pemaham seorang shopaholic, penggila belanja, termasuk para pembelanja dadakan di akhir Ramadhan, mungkin akan menjadi jalan masuk dialog pemikiran yang sedikit rasional. Terutama untuk memahami bagaimana mekanisme bekerjanya pahala dan amalan baik selama Ramadhan.
Segala urusan belanja online saat ini, selalu dikait-kaitkan dengan harbolnas-diskon-gratis ongkir, dan untung berlipat jika belanja besar. Nah semua itu bisa saja dipararelkan dengan logika pembelajaran tentang urusan pahala selama Ramadhan.
Bulan Ramadhan adalah pasar belanja online terbesar di dunia. Di perkirakan terdapat 2 milyar lebih Muslim yang akan serentak berpuasa selama bulan Ramadhan. Ramadhan memberikan bonus berlipat ganda bagi siapapun.
Apalagi, bagi yang beribadah melebihi porsi kebiasaan normal dengan hati tulus ikhlas. Bonus terbesarnya, kehadiran Malam Lailatul Qadar. Bahkan semua jenis ibadah itu tak ada ongkosnya, semuanya gratis!.
Tidurnya orang puasa-mager saja, ada pahalanya. Karena itu menjaganya tetap fit dan menjauhkannya dari aktifitas yang dapat merusak pahala puasa, ghibah-bergosip, menonton gosip, aktifitas memancing dosa mata, mulut, hati dan telinga. Begitulah analogi sederhanya.
Belanja Sejak Awal
Ketika seseorang sudah memilih daftar keranjang belanjaannya dengan bermacam jenis barang, ibarat kita merencanakan akan melakukan apa saja yang menjadi favorit kita selama bulan Ramadhan.
Siapapun berhak untuk mendapatkan semua jenis barang belanjaan itu, selama ia memiliki akses kesana.Â
Jika puasa, aksesnya berarti sehat-berakal (tidak sedang oleng-kata pesinetron pemeran Digo di  Amanah Wali 5 ), dan punya niat tulus ikhlas berpuasa, beribadah apapun wujudnya.
Dalam harbolnas Ramadhan itu ada bonus super besar, "Malam Lailatul Qadar" yang nilainya seribu bulan. Jika dikonversi kurang lebih sama nilainya dengan 83 tahun atau 4.380.000 hari.
Tidak semua orang beruntung bisa berusia mencapai 83 tahun, dengan sehat dan fit. Tapi berkat bonus "Malam Lailatul Qadar" itu, ia akan menjadi bonus cuma-cuma, tambahan pahala selama 83 tahun.
Tambahkan saja dengan umur kita sekarang, asumsikan saja kita orang baik, berusia 35 tahun, itu artinya kita telah memiliki tabungan pahala tambahan 83 tahun menjadi 118 tahun.
Bayangkan, apakah di usia 118 tahun kita masih bisa beribadah selancar sekarang?, berkunjung ke masjid setiap waktu shalat, shalat tepat waktu, shalat dengan sempurna?.
Dan tambahan bonus pahala lainnya jika kita bersedekah, walaupun hanya membuang duri dari jalanan, memberi senyuman kepada orang lain, mendoakan kebaikan orang dalam hati, mengucap salam, berzikir setiap beraktifitas.
Bonus super itu bisa diperoleh tak hanya oleh seorang pembelanja pahala, bahkan jika 2 milyar orang Muslim di seluruh dunia berbelanja pahala bersamaan melalui shalat, bersedekah, segla jenis ibadah, dan semuanya ihklas, lantas mendapatkan bonus yang sama, Allah tidak pernah merasa kekurangan, justru semua akan kebagian.
Syaratnya gunakan semua hari selama Ramadhan untuk mengumpulkan poin-poin dari "aktifitas belanja pahala" kita. Dari semua jenis aktifitas ibadah kita.
Bonus Tersembunyi
Namun bonus itu tak semudah itu bisa di dapat, karena ternyata "tersembunyi" di antara 30 hari yang ada. Bisa jadi setiap hari adalah peluang "Malam Lailatul Qadar" itu.