Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saatnya Teater Rongsokan Beradaptasi Menjadi Hiburan Hybrid

3 April 2022   09:48 Diperbarui: 8 April 2022   19:12 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pikiranmerdeka.com
pikiranmerdeka.com

Panggung teater dikemas menjadi pertunjukan virtual, seperti di Taman Budaya Aceh pada 9 Juli 2020, oleh Teater Rongsokan, sebagai cara untuk eksis dan membantu seniman Aceh tetap produktif dalam berkreatifitas.

Karya berjudul "Alih Waris" mengangkat isu tentang bencana alam akibat dari ulah tangan manusia, kerusakan brutal sehingga menyebabkan negeri di terpa bandang besar. 

Diprakarsai T. Zulfajri yang biasa di sapa Tejo, seniman lulusan pesantren modern di Tgk. Chiek Oemar Diyan, Aceh Besar, ia tak pernah setengah-setengah bermain peran, ia totalitas dalam berkesenian.

Tapi dalam pandemi, bagaimanapun, canggih teknologi, tak sepenuhnya bisa canggih ketika harus mengantar"rasa", dari para lakon teateriatikal ke dalam imajinasi penonton.

Tetap saja ada yang kurang, karena akan lebih seru menyaksikan panggung langsung, bahkan jika hanya pelakonnya cuma seorang diri dalam sebuah monolog.

Adaptasi Masa Depan 

mnews.com
mnews.com

Kekangan pandemi, tak menyurutkan keinginan untuk berkarya, pemerintah juga tak berpangku tangan, selalu punya cara membantu.

Selama pandemi, inisiatif berganti rupa, alasan pastinya karena kondisi-pandemi dan pendanaan. Jika dulu pertunjukan banyak atas inisitif senimannya, sekarang difasilitasi oleh pemerintah, ruang dan dana. 

Sehingga durasinya menjadi sangat kecil, hanya tidak lebih dari lima pertunjukan yang diproduksi serius dalam setahun. 

Sisanya lebih berupa selingan, seperti  halnya penampilan monolog atau seperti lakon penerus Adnan PM Toh. Adaptasi ke dunia virtual menjadi cara paling realistis. 

Memaksa para seniman harus beradaptasi dengan adaptasi kebiasaan baru, yang lebih sedikit bisa mengalirkan gairah berkesenian. Mood-nya terasa asing dan jauh, dibandingkan ketika bermain langsung, dan disaksikan langsung dengan dukungan tepuk tangan penonton.

Media digital adalah pilihan diantara ketiadaan pilihan lain. Bahkan tawaran manggung, banyak melalui media baru, teknologi media digital. Dalam jangka panjang model hybrid, seperti prediksi banyak seniman, tetap akan menjadi sebuah bagian trend dari dunia teater, maka adaptasi total harus dijajaki dan dilakukan.

Seniman harus memanfaatkan seluruh daya tarik, teknik lighting (pencahayaan), multimedia, yang mengharuskan seniman teater tradisional sebisa mungkin beradatasi dengan konsep pertunjukan modern. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun