Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saatnya Teater Rongsokan Beradaptasi Menjadi Hiburan Hybrid

3 April 2022   09:48 Diperbarui: 8 April 2022   19:12 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

detikcom

Awal perkenalan dengan teater yang intens justru di picu oleh sebuah novel anak-anak dari Jepang, Topeng Kaca. Alur ceritanya Cinderella sekali. Tentang gadis sederhana yang ditindas sikap borjuis, karena kemiskinan.

tirto.id
tirto.id

Bakatnya "disembunyikan" kondisi, karena Maya Kitajima-tokoh utamanya hanya seorang biasa. "Keajaiban nasib", mengangkat talenta dalam perjuangan keras eksistensi. 

Meski sebuah karya imaji, tapi menyentuh sisi benturan sosial-ekonomi-motivasi. Teater bisa dikenalkan dari mana saja.

Selanjutnya, mulailah saya berkenalan dengan tokoh teater jalanan, trobador Adnan PM Toh, yang sendirian bermain peran dalam teater kecil yang dibawanya kemana saja. 

Ia pintar bermonolog, lihai berdialog dan berkata-kata seperti ada seribu pemeran, dalam  seribu kisah yang pernah dibawakannya.

Beberapa kali menikmati pertunjukkan teater di ruang terbuka Rex Peunayong, melihat penampilan  Presiden Rex Peunayong-Hasbi Burman, menari-nari dengan lincah ketika berpuisi, dimasa masih berjaya. 

Ia berpuisi sendirian-menjadi narsis, sebagai caranya eksis, sambil mengandeng rombongan pemain teater memainkan peran di ruang terbuka. Ia lantas dinobatkan menjadi penguasa-Presiden Rex atas dedikasi kesenimannya.

Ruang itu sebenarnya area ngopi di malam hari. Dikungkung deretan hotel besar seperti pagar raksasa. Penonton bebas menikmati sajian, apakah sambil meneguk kopi pahit Arabika-robusta, menikmati dari jendela-jendela kamar hotel, yang terlihat seperti lampion-lampion besar di lantai atas, dari panggung misbar rex. 

Bahkan bisa ikut berlesehan dengan "tikar" semen, dan langit sebagai atap. Pendek kata ini juga bagian dari pertunjukan misbar-gerimis bubar.

Geliat Dunia Teater 

Teater Rongsokan, Teater Nol, dan banyak teater kampus, sanggar, ketika belum pandemi sering "memaksa" rasa penasaran dengan pertunjukkan lakon-lakon menarik. 

Temanya masih tentang konflik, pergeseran budaya-sesuatu yang jamak dan mudah ditemui, dan dengan cepat bisa menginspirasi. 

Dalam banyak pertunjukkan, pemeran begitu luwes berimprovisasi, membuat pertunjukkan menjadi hidup dan tidak kaku.

Tapi pandemi membuat semua terpenjara, ketika pembatasan, prokes, bahkan lockdown kecil-kecilan, membuat semua pertunjukkan berpindah ke layar-layar zoom, kecil berukuran pasphoto yang bergerak lambat mengikut loading. Meski "bergerak", dinamika nikmatnya hilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun