Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Pilihan

Meriam Blung Plok Masjid Kauman Pertanda Buka Puasa

3 April 2022   08:24 Diperbarui: 5 April 2022   23:01 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sayangnya setelah periode ketika kunjungan saya di tahun 1980-an itu menjadi kenangan pertama dan terakhir. Bom udara tak ada lagi. Namun cerita tentang takjil yang dibagi di masjid besar itu menurut kabar teman masih terus ada.

Tentang Masjid Kauman

Meriam itu kini masih tersimpan di sana, di masjid besar Kauman, masjid yang berdiri di tanah seluas 1.872 m2 yang diwakafkan untuk pembangunan masjid di tahun 1832 M. 

Masjid Agung yang konon telah berusia 181 tahun itu, tak bisa dilepaskan dari sosok KH Imanadi (1775-1850 M) , sang pendiri. Seorang putra Kiai Nurmadin atau Pangeran Nurudin bin Pangeran Abdurahman alias Kiai Marbut Roworejo, masih merupakan salah satu punggawa Pangeran Diponegoro. 

Dalam versi cerita yang unik, tiang penyangga masjid, bukan tiang sembarangan. Di ambil dari hutan di wilayah selatan Kebumen yakni Buayan dan Petanahan. Empat tiang besar Di pancang dengan bantuan Taliwangsa atau Syekh Abdurahman dari Timur Tengah. Semua cerita berbau misteri, namun tak pernah mudah disangkal.

Beruntung di suatu masa ketika itu, bisa menikmati tradisi lain yang berbeda, meskipun kini tak lagi ada. 

Ketika dentuman itu berbunyi keras, disertai asap tebal berwana hitam membumbung ke angkasa, kami anak-anak tak segera berlari ke meja makan berebut takjil dan makanan berbuka. Kami menunggu hingga asap tebal itu menghilang dari pandangan, di bawa angin, ditimpali suara ibuku yang tak sabar meminta segera berbuka.

Mengapa asap itu menarik, karena menurut kami ada kalanya asap itu akan berbentuk seperti seekor kuda tengah jingkrak, sesekali menjadi terlihat seperti kelinci raksasa.

Atau Ketika di hari hujan gerimis, dentuman itu tetap menggelegar, tapi asapnya dengan cepat hilang di telan gerimis.

Begitulah penanda berbuka. Sebuah momentum kisah tradisi puasa yang lain yang masih tersimpan dalam memori kanak-kanak.


referensi;1,2, 3,4,5

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun