Hanya saja dalam perkembangannya telah mengalami akulturasi, modifikasi budaya menjadi tak se-profan atau se-sakral dulu.
Kini Rabu Abeh menjadi sebuah kebiasaan umum, masyarakat menghabiskan waktu bersantai di pantai bersama keluarga, menjelang berakhirnya bulan Safar, karena akan masuk bulan Ramadhan.
Padahal, dahulu, ritual ini juga dilengkapi dengan menghiasi sampan-sampan dengan bunga. Termask berbagai lauk pauk yang ditata di dalam sampan, yang dihanyutkan ke laut sebagai cara dijauhkan dari segala bala.
Prosesinya dilakukan di pantai, karena berkaitan dengan ritual mandi secara beramai-ramai di pantai, sebagai simbol pembersihan diri dari segala bentuk dosa yang dapat mengundang bala.
Mandi laut dianggap dapat membersihkan tubuh dan jiwa dari seluruh aura negatif dan penyakit, serta sial yang akan terbawa bersama air laut.
Sebuah cara pandang yang kini berangsur hilang, karena didalamnya justru diyakini sebagai bentuk kekufuran, apalagi jika ritualnya diikuti dengan acara hura-hura.
Meski sebutan tradisi itu masih lekat, namun telah ber-metamorfosa menjadi aktifitas berwisata biasa. Kecuali dalam rangka aksi budaya, mengenalkan wujud tradisi lama.
Lambat laun, tradisi yang tak berakar Islami hilang dari nanggroe seuramo Mekkah ini. Namun dalam kapasitas sebagai atraksi budaya, atau ragam tradisi kebudayaan, nilai-nilainya harus tetap dijaga, walaupun hanya dimaksudkan sebagai sebuah pengetahuan belaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H