ebtke.esdm.go.id-panel surya Desa Wineru-Likupang
Pagi di desa Wineru terasa beda, tak hanya dingin karena hamparan gunung, tapi juga sedikit hangat karena 64.620 panel surya membentang luas diantara hijaunya bukit. Desa Wineru berada di bawah Kecamatan Likupang Timur, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Destinasi Super Prioritas (DSP) yang tengah dilirik dan dibincang dunia.
Ketika alat penangkap matahari itu, bekerja sejak ufuk mulai menyala di jam 05.30 pagi sampai matahari terik, setidaknya ada 15 MW yang tertampung dalam PLTS- Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Likupang itu. Kecuali jika hujan mengguyur desa hijau itu, baru pukul 17.30 panel berhenti memburu panas matahari dengan menampung 3 MW saja.
Baca juga Artikel Entrepreneurship for Hobbies-Aku "Si Ransel", Ini Caraku Bangun Bisnis dengan Adiraku
Artikel Motivasi Genulis-Gabut Hingga Stress, Butuh Sugestopedia
Opini Ringan Tapi Seru-Seragam Ikonik Idik Sulaiman
Panel bekerja mengikut panas matahari. Meskipun sebenarnya memiliki kapasitas terpasang hingga 21 Mega Watt Peak (MWp). Kemampuan konversi memindah daya dari tegangan 800 Volt DC ke 380 Volt AC mengakibatkan adanya losses (susut) sebanyak 6 MW, sehingga kapasitasnya tidak dapat berfungsi penuh, maksimal di angka 15 MW itu. Namun itu mencukupi menyinari seluruh penerangan desa-kota indah berkontur pegunungan, sepanjang Sulutgo- Sulawesi Utara hingga Gorontalo.Â
Selain PLTS Terapung di Cirata, PLTS Likupang  adalah yang terbesar di Indonesia hingga saat ini. Sepanjang jalur panjang Sulutgo, dialiri seluruh persediaan listriknya dari PLTS di desa Wineru itu, sebesar 15 MWp.
Koneksinya yang langsung terhubung secara online dengan jaringan listrik milik PLN, menjadikan semuanya menjadi serba mudah tanpa harus storage baterai. Sistem pembangkitnya online grid, jadi  setiap kali kWh terkumpul dari penangkap matahari di desa Wineru, langsung terkirim ke PLN secara online dan dapat digunakan untuk pembangkit listrik.
Namun karena bergantung pada sinar matahari, produksi juga mengalami fluktuasi, terutama ketika hujan deras mengguyur gunung sejuk-asri, menyisakan hanya sedikit MW yang tersimpan. Tapi energi berbasis panel surya, tetap punya daya pembeda yang bisa membuat para pengguna listrik di sepanjang Sulutgo, bergembira dengan lebih murahnya biaya di banding PLTD biasa.
Investasi Masa Depan
Mestinya desa-desa di seluruh Indonesia, bisa menikmati listrik surya seperti Desa Wineru. Tak lagi memikirkan tiang-tiang pancang berjajar panjang di sisi kanan-kiri jalan dengan untaian kabel menjulur sepanjang jalan.
Panel-panel surya itu duduk manis di hamparan luas, dimana terik tertinggi menjangkau kulit bumi. Memang energi terbarukan itu mahal, tapi murah sumber dayanya, karena panas terik matahari itu gratis di negera Katulistiwa, hingga sepanjang tahun.
Dibangun sejak Power Purchase Agreement (PPA) di tahun 2017 akhir, PLTS Likupang memakan waktu pemasangan selama 1,5 tahun dengan keseluruhannya menghabiskan investasi USD29,2 juta, setara 4,7 milyar dalam selisih kurs Rp.16.000.
Memiliki 120 arry box, 24 set inverter dan 6 PV box. Pemerintah Sulutgo menggunakan skema  kontrak jual beli listrik selama selama 20 tahun Built, Own, Operate, Transfer (BOOT) alias bangun-serah-guna. Artinya, nantinya keseluruhan hasil pembangunan panel surya dibangun, dioperasikan fasilitasnya tanpa harus mengembalikan kepemilikan kepada pemerintah, yang dinyatakan dalam sebuah konsesi.
Pembangunan Infrastruktur di era otonomi daerah menjadi kuasa dan tanggungjawab sepenuhnya Pemerintah Daerah. Daerah-daerah tanpa sumber keuangan yang cukup untuk membangunnya, berusaha menggunakan inisiatif dan alternatif terbaik demi masyarakatnya.
Pemda Sulutgo menggunakan alternatif pola BOO/BOT (Build Operate Own / Build Operate Transfer).Pola ini dikenal luas di dunia, sebagai salah satu jalan keluar bagi permasalahan dana dalam membangun infrastruktur, seperti sarana transportasi, telekomunikasi dan listrik.
Memberdayakan Sumber Daya Daerah
Desa Wineru tak hanya menjadi tempat menumpang teknologi canggih panel surya PLTS Likupang. Di masa awal pembangunannya, melibatkan 900 tenaga padat karya-pekerja lokal. Kini ketika memasuki masa operasi  80% pekerjanya merupakan masyarakat sekitar.
Seluas jangkauan Sulutgo, terdapat 15 ribu rumah tangga menikmati malam dengan cahaya terang listrik bertenaga matahari, dan berkontribusi mengurangi emisi hingga 20,01 kilo ton.