Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"You Can See Mee", Dobel Bonus Rara Untuk MotoGP Mandalika

23 Maret 2022   13:00 Diperbarui: 25 Maret 2022   20:07 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada "amalan" ritual yang harus dipenuhi, ada "pantangan" yang harus dijaga selama proses ritual dijalankan. Rara menggunakan semacam "puan" atau "bejana emas", sebagai sarana ritualnya. Keberadaan alat itu menjadi bagian dari keberhasilan ritual, dengan cara mengetuk puan hingga mengeluarkan bebunyian yang konon katanya akan didengar oleh semesta. Sehingga keinginannya akan didukung oleh semesta-mestakung (semesta mendukung).

Pawang hujan adalah bagian kearifan lokal Indonesia yang masih eksis hingga kini. Pawang hujan punya sebutan berbeda di masing-masing daerah. 

Dunia mungkin mengenalnya sebagai Shaman. Tapi orang Betawi lekat dengan istilah Dukun Pangkeng, masyarakat Bali akrab menyebutnya Nerang Hujan, sedangkan masyarakat Bugis, Sulawesi Selatan, menyebut pawang hujan, Pangngissengang. Intinya, "menghalau hujan".

Mengapa pawang hujan muncul sebagai sebuah tradisi?.

Menurut J.G Frazer, dalam memecahkan masalah, manusia menggunakan akal dan pengetahuan yang memiliki batasan. Ketika kebudayaan manusia meluas, problem hidup bertambah rumit, batas akal juga makin menyempit. Maka kemudian solusinya di bawa ke ranah ilmu gaib (magic).

Pawang hujan, digunakan untuk memberikan eksplanasi (menjelaskan sebuah fenomena alam, sosial, dan budaya dari sudut pandang ilmiah), ketika orang belum menemukan penjelasan rasional. 

Maka cara memahami mitologis yang dianggap irasional, siapapun dituntut untuk percaya begitu saja. Karena ciri khas pengetahuan mitologis tidak didukung data empiris, sehingga sulit dibuktikan secara objektif.

Untuk memudahkan interaksi dan penerimaan, dalam implementasi kepercayaannya menggunakan simbol-simbol, sebagai bentuk interaksi dengan dunia lain bersifat supranatural, seperti dupa, atau sesajen.

Rara menggunakan puan emas untuk ritualnya, memecah awan dengan energi gelombang dari singing bowl (dentingan puan atau mangkok ritualnya), dan teriakan, yang konon katanya akan membuat alam menjadi hangat.

Percaya Atau Tidak 

637b68a3-1d4f-49b8-8bfe-b7cb33d9a73b-623b0753d69ab3036b563242.jpeg
637b68a3-1d4f-49b8-8bfe-b7cb33d9a73b-623b0753d69ab3036b563242.jpeg
antaranews.com

Jika sekiranya Albert Einstein si pakar fisika, penasaran dan bertanya, bagaimana menjelaskan telekinesis pawang hujan secara rasional?.

Mungkin tak akan menemukan jawaban memuaskan. Seperti menjelaskan kemampuan khusus mutant Jean Grey, dalam  Film X -Man Dark Phoenix yang sulit dijelaskan.

Sains adalah cara berpikir rasional yang selalu membutuhkan penjelasan akal untuk bisa percaya secara logika pikiran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun