Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pemerintah Bermain BPJS Lagi, Kali Ini One for All

22 Februari 2022   17:13 Diperbarui: 23 Februari 2022   11:35 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sebuah diskusi yang mengarah pada debat kusir, kami mencoba mencari tahu apa lagi alasan yang digunakan Pemerintah ketika menggulirkan kebijakan baru, dan sekali lagi menggunakan jalur BPJS. 

Sebelumnya rencana pemerintah untuk menggunakan dana BPJS yang jumlahnya tidak kurang dari 375 triliun untuk skema pembelian Surat Utang Negara (SUN) gagal. 

Kini Pemerintah mensyaratkan kepersertaan BPJS Kesehatan,BPJS sebagai prasyarat segala keperluan urusan layanan publik dan birokrasi. Dari urusan jual-beli tanah, umrah dan haji, pengajuan KPR, Pengajuan izin usaha, pengurusan SIM, STNK, dan SKCK, hingga Nelayan Penerima Program Kementerian. Pada sektor perikanan, bukti kepesertaan BPJS Kesehatan berlaku untuk nelayan yang menerima program kementerian.

Kebijakan baru itu tertuang dalam Instruksi Presiden (inpres) No. 1 tahun 2022, mengenai Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. 

Aturan itu telah diteken Presiden pada 6 Februari, dan akan mulai efektif pada 1 Maret 2022 mendatang. Apa lagi yang tersembunyi dari kebijakan baru ini?.

Praduga yang paling mudah dalam menafsirkan kebijakan ini, berkaitan dengan  percepatan target  Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJMN) untuk mencapai 98% penduduk menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Beleid ini terasa dipaksakan, apalagi tidak ada kaitan langsung dengan masalah kesehatan. Tujuannya agar warga yang belum mendaftar harus masuk dalam skema program BPJS Kesehatan, termasuk bagi yang  tidak mampu mengongkosi iurannya.

Suara-suara publik yang muncul juga menganggap terbitnya aturan yang memaksa rakyat menjadi peserta BPJS Kesehatan dengan menjadikannya sebagai syarat dalam layanan pertanahan, merupakan bagian dari praktek kekuasaan yang konyol, irrasional dan sewenang-wenang.

Situasi ini sekaligus membuat Pemerintah berhadap-hadapan langsung dengan rakyat dalam ketidaksepahaman. Tapi seperti biasa, test the water, menunggu reaksi publik untuk menawarkan solusi. Atau kali ini justru Pemerintah akan sedikit "memaksa", setelah kegagalan Kebijakan BPJS  kemarin

talenta.co
talenta.co

Bahkan secara filosofi konstitusi, kepemilikan tanah dan jaminan sosial kesehatan merupakan hak rakyat yang harus dilindungi negara. Negara tidak boleh memberangus hak rakyat lainnya.

Ketika BPJS Dipaksakan Go Publik 

Secara kasar mata, kebijakan ini adalah "turunan" dari kebijakan yang gagal kemarin. Dengan semakin banyak masyarakat yang masuk kedalam program BPJS, maka selain capaian target, akumulasi dana bisa bertambah dengan cepat.

Dengan setengah bercanda kami menganalogikan kebijakan Pemerintah ini seperti sedang menjual saham BPJS kepada publik, alias BPJS Go Publik.

Setiap warga disyaratkan masuk BPJS dulu sebelum mengurus semua urusan birokrasi Pemerintah, sehingga akumulasi dana di kas BPJS bisa melonjak drastis.

Jadi kekuatiran dan trauma Pemerintah seperti kegagalan ketika mengusulkan skema pencairan BPJS usia 56 tahun, dengan harapan selama kurun waktu lama dana BPJS yang mengendap dapat dialokasikan untuk pembelian SUN, dengan skema ini akan lebih aman. Kenaikan jumlah pendaftar baru dalam program BPJS, dengan segera dapat kita prediksikan meningkat dengan drastis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun