Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita Seragam, Dari Satpam Sampai Gangnam Style Tourist Police

12 Februari 2022   18:17 Diperbarui: 18 Februari 2022   23:12 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

bonappetour

download-2-620ebf3b586d29198240d0c5.jpg
download-2-620ebf3b586d29198240d0c5.jpg
thejournla.ie

Sebenarnya seragam menarik, hanya saja karena kita sudah sejak sekolah TK pakai seragam, maka kita seperti menunggu saat-saat bisa tak perlu berseragam. 

Tapi karena seragam juga sebagai penanda identitas, kebanggaan korps dan terutama membantu membentuk internalisasi disiplin bagi yang wajib memakainya, maka seragam menjadi sebuah kewajiban yang mau tidak mau harus dijalani.

Andhika Prasetya/Detik.com
Andhika Prasetya/Detik.com
Bagaimana internalisasi nilai disiplin bisa terbentuk dalam karakter, melalui seragam salah satunya. Kewajiban memakai seragam, dengan segala konsekuensi yang harus ditanggung jika melanggar, dapat menumbuhkan sikap disiplin. Meskipun harus dimulai dari kewajiban yang "memaksa". 

Anak-anak berseragam sekolah, pegawai di instansi tertentu, petugas keamanan, tidak punya pilihan untuk menolak berseragam, jika sudah waktunya untuk "dinas". Kebiasaan itu, secara perlahan akan muncul menjadi bagian dari nilai-nilai yang diyakini menjadi sebuah habit. 

liputan6.com
liputan6.com
Tapi soal pelanggaran, adalah sesuatu yang jamak, bisa jadi para pelanggar adalah mereka yang berpikiran, "peraturan itu dibuat memang untuk dilanggar, jika tidak, maka takkan ada punishment and reward". Nah lho.

Seragam juga membantu memudahkan orang dalam membangun persepsi, dan mengenali kapasitas dan fungsinya. Ketika seorang anggota keamanan kantor, satpam tidak mengenakan seragam, misalnya hanya baju hitam-hitam untuk sekedar menambah kesan seram. 

Belum tentu dapat membentuk persepsi orang sebagai penjaga keamanan karena ada orang yang berpakaian sama seperti seragam mereka. Jadi seragam, simbol dan warna dapat membantu membangun persepsi orang yang melihatnya.

Hitam Putih Seragam

Pertama; dalam konteks dunia pendidikan, seragam menjadi sebuah medium yang vital dalam menyeimbangkan kesenjangan sosial. Jangan dikira seragam sekolah sekedar menjadi tanda bahwa anak-anak SD menggunakan atasan putih, bawahan merah, SMP  putih biru dan SMA putih abu-abu.

Bayangkan jika sekolah tidak memakai seragam, tidak semua orang memiliki baju bebas yang banyak jumlahnya. 

Untuk seminggu saja, berarti paling minimal ada 6 jenis baju, Belum lagi jika ada les, eskul atau acara sekolahan. Jika ada anak-anak yang menggunakan baju yang sama terus menerus, walaupun dicuci bisa menimbulkan "decak kagum", karena ternyata semua baju dirumahnya warnanya sama semua. 

Sedangkan orang lain berganti-ganti setiap hari. Tapi jika menggunakan seragam, mau dicuci seminggu sekali, tetap saja tak ada yang komentar, baju kamu dari Senin sampai Sabtu sama terus, apa tidak ada baju lain.

Disini saja, sebuah seragam telah berjasa "menyembunyikan" kesenjangan status sosial, ekonomi dan lain-lain yang bisa membuat anak-anak tidak fokus belajar, tapi fokus milih baju setiap kali akan ke sekolah. 

Keributan di rumah tidak pernah lepas dari apakah bajunya sudah matching, apakah tidak tabrakan atas-bawah. Belum lagi konsekuensi yang harus ditanggung oleh apra orang tua yang anaknya sudah mulai bersekolah. Sudah SPP dan uang pembangunan tinggi, baju-baju harian juga sudah tersedia.

Meskipun diawal beli seragam sekolah mahal alias keluar modal awal, tapi berikutnya bisa mengurangi sakit kepala. Daripada murah di awal sakit kepala sepanjang anak-anak bersekolah.

Kedua; Internalisasi nilai-nilai disiplin. Melalui kebiasaan menggunakan seragam, anak-anak memahami hari apa dan konsekuensi apa yang akan diterima jika melanggar. Secara tidak langusng sistem seperti ini membangun sebuah kesadaran tentang kedisplinan, sehingga menjadi habit. Anak-anak yang tidak berseragam akan merasa tidak enak untuk bersekolah karena telah melakukan pelanggaran.

Ketiga; seragam seperti yang dikenakan seorang satpam, menaikkan wibawanya sebagai petugas keamanan, karena seragam menjelaskan identitas dan kapasitas yang dimilikinya. Di Korea Selatan, terdapat polisi wisata bernama :Gangnam Police Tourist, yang bertugas membantu para wisatawan ketika mengalami kesulitan. 

Mereka dilengkapi seragam khusus yang membedakan dengan petugas keamanan lain, termasuk garis di bahu yang menandakan, kemampuannya dalam menguasai bahasa. Sehingga seorang wisatawan asing dapat memilih bantuan berdasarkan tanda tersebut.

Terlepas dari seragam yang digunakan dengan warna yang baru, bahkan seperti kelakar banyak netizen, warna tersebut mengingatkan dengan korp polisi India, dengan Inspektur Vijay yang menjadi ikoniknya.

Tapi tetap saja substansinya menjadi identitas tentang keberadaan dan kewenangannya. Bahkan warna, juga bisa berkaitan dengan kapasitas. Mana petugas biasa, mana yang komandan, apa wewenangnya petugas biasa, apa wewenang seorang komandan. Dan bagaimana manajemen bisa mengaksesnya.

Jadi apapun warnanya, menjadi tidak sepenting makna yang tersembunyi didalamnya. Selama warna tidak dipolitisir, menjadi bagian dari parpol, nanti malah jadi tidak bebas lagi.

referensi; 1,2, 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun