Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

James Bond Syndrom dan Seksualitas

10 Februari 2022   11:37 Diperbarui: 18 Februari 2022   03:42 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film-film sering menjadi medium penyampai pesan terbaik soal pergaulan, kebebasan, seksualitas, termasuk soal sindrom James Bond. Kecenderungan untuk bebas yang lebih besar di negara-negara tempat "bermain" James Bond, memperlihatkan bagaimana mudahnya pergaulan itu dibangun antara seorang perempuan dan seorang "James Bond".

Pertemuan singkat di bar, pub, dijalanan, di kendaraan, di pasar, mall, dimana saja, jika terjadi kesesuaian, tanpa harus melalui proses "perkenalan", pendalaman, mencari tahu pribadi dan kepribadian, bisa dilanjutkan dengan mengantar  pasangan baru, teman baru, teman kencan kerumah dan selanjutnya "terserah anda".

Bagaimana tindak lanjutnya?. Tak ada urusan komitmen untuk itu. Bisa saja itu menjadi "kisah semalam". Jika di lain waktu bertemu lagi, dan cocok, bisa dilanjutkan dengan komitmen untuk berteman atau menjadi pasangan. Dan, jika lebih cocok lagi, barulah akan dilanjutkan dengan komitmen untuk hidup bersama melalui pernikahan.

Maka menjadi umum, jika ada pemberitaan artis atau bintang tertentu, punya anak dari bintang lainnya, padahal belum menikah. Dan bisa jadi 5 anaknya, berasal dari 5 orang bintang yang berbeda, karena belum menemukan kecocokan membangun komitmen. Ibarat berlaku "cinta trial and error".

Dalam dunia seperti itu perselingkuhan menjadi sangat rentan karena ketiadaan komitmen. Jadi laki-laki dengan sindrom James Bond, yang selalu ingin dikelilingi perempuan cantik berpeluang untuk bermain lebih leluasa dan di "legalisasi" oleh budayanya.

Budaya sebagai pagar "tanaman".

Bagaimana dengan Aris dan konco-konconya yang juga mengidap "sindrom James Bond", ingin bisa dekat dengan wanita cantik dan merasa "berkualifikasi" untuk itu?. Budaya Timur, memberi nilai-nilai dengan komitmen yang lebih keras dan mengikat. Baik secara personal, hukum, agama dan sosial.

Laki-laki yang menikah, tidak akan leluasa membawa atau bergaul dengan pasangan yang bukan istrinya, atau pasangan yang sudah dikenal di lingkungannya. Apalagi sampai bermalam bersama, sekalipun dalam ikatan bisnis atau pekerjaan.

Budaya Timur juga tak terbiasa dengan pola "cinta semalam" bagi kolega, kenalan, atau teman dekat sekalipun. Komitmen yang tidak tertulis tetap saja menjadi barrier-pembatas yang tidak kasat mata. Semacam pertanyaan; apa tindak lanjut dari hubungan yang baru dijalani, akan dijalani. Apa keuntungan yang bisa didapat dari hubungan itu, siapa persisnya pasangan barunya, apa motifnya, karena selalu terbawa-bawa komitmen didalamnya. Ada kalanya justu sikap "James Bond-nya" menjadi "pertanda buruk" atas komitmen yang mungkin bisa dibangunnya kelak.

Dengan begitu banyak pertanyaan, hanya laki-laki nekat pengidap "sindrom James Bond" yang berani memilih untuk selingkuh di Timur. Karena akan ada konsekuensi yang "mengikat" mereka dengan apapun bentuk hubungan yang dilakukan. Termasuk, "hamil diluar nikah", sanksi sosial, dogma agama, apalagi sanksi hukum.

Sayangnya, dalam kasus para "penikmat seks bebas atau seks berbayar", sulit bagi kita menarik paksa mereka kedalam perkara pidana hukum. Mengapa?, karena semuanya bersifat sangat personal. Ada "penjual ada pembeli", ada proses ketidakterpaksaan, saling membutuhkan, tidak terpaksa-meski dengan bayaran alias adanya kompensasi, sama-sama telah dewasa dan memahami perbuatannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun