Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Jamban

7 Februari 2022   10:13 Diperbarui: 7 Februari 2022   10:15 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka bahkan menciptakan jargon sebutan untuk kedua kubu. Segala jenis nama hewan mamalia, melata, dibawa-bawa. Tapi apa yang terjadi di akhir kontestasi itu?. Keduanya duduk seperti tak pernah merasa bersalah atau punya rasa salah.

Keduanya bersepakat berkoalisi, bukan beroposisi. Keduanya bisa memilih gerbong untuk tempat "kongkow politik", atau istana lengkap dengan "gastrodiplomasinya". Bisa nasi goreng, sebagai sajian makan malam bersama atau makanan tradisional favorit yang disaji dalam jamuan di ruang seminar besar.

Giliran para pendukungnya yang kebingungan, karena sudah terlanjur memposisikan diri, menjadi lumpur dan air. Ada filosofi tradisi yang bilang, "jika bukan air pastilah lumpur", untuk menyebut siapa kita, siapa mereka.

Ketika politik membuat kubu-kubu dan punya jargon masing-masing karena :kebutuhan politik, pada akhirnya semuanya menjadi basi. Seperti sebuah drama setingan. Begitu selesai pengambilan adegan gambar, maka sutradara akan bilang cut!, mereka break dan kehidupan berlalu, dan berlanjut seperti biasa, seperti tak pernah terjadi apa-apa.

Begitulah politik tak pernah bisa diduga. Jadi tak salah jika ada yang mengumpakan politik pemilu itu seperti  jamban umum. Ketika hasrat mendesak dan belum kesampaian, setiap orang akan jadi lawan dan saingan. Tapi jika sudah sampai niatannya, maka semuanya akan baik-baik saja.

Referensi; 1,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun