berita makasar
Rumitnya negara kepulauan seperti Indonesia, karena punya pulau lebih dari 1000 buah, sehingga sekedar mengurus soal failitas kesehatan alias faskes bisa menjadi rumit luar biasa. Kira-kira apa rekomendasi soal faskes terbaik buat pemerintah yang akan menjadi tuan rumha presidensi G-20, karena ini kesempatan baik untuk bicara fakta dan data.Â
Ada kalanya pemerintah tetap saja menyampaikan fakta-fakta yang "palsu". Meskipun di satu sisi berkepentingan dengan bantuan dari kerjasama bilateral, multilateral atau dari PBB melalui WHO, namun disisi lain juga ada gengsi yang harus ditahan, agar negara tidak sepenuhnya terlihat lemah dan pemerintahannya dianggap gagal mensejahterakan rakyatnya.
Sejak lama di Pulo Aceh, sebuah gugusan pulau di kecamatan kepulauan di Aceh Besar yang terdiri dari 10 pulau, namun hanya dua pulau besar yang berpenghuni yakni Pulo Nasi dan Pulo Breuh, dengan penduduk lebih 5 ribu jiwa, hanya memiliki sebuah puskesmas. Transportasi andalan ke Pulo Aceh adalah kapal motor nelayan.Â
Ferry juga tersedia yaitu KMP Papuyu, namun hanya berlayar tiga kali sepekan, itu khusus ke Pulo Nasi, tak sampai ke Pulo Breuh. Boat atau kapal rute Pulo Nasi mangkal di dermaga Ulee Lheu, sedangkan boat yang ke Pulo Breuh mangkal di dermaga nelayan Lampulo. Boat ke Pulo Aceh berlayar sekali dalam sehari.
Kemana Berobat Jika Di Pulau?
Bagaimana jika penduduk sakit dan mau berobat, dan memanfaatkan faskes?. Selama ini, warga di kawasan pulau terluar itu harus menyeberang ke Pulo Breuh untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Karena keterbatasan jumlah puskesmas dan moda transportasi yang hanya bisa dijangkau melalui laut.Â
Baru di tahun 2021 kemarin, mulai pengadaan satu unit ambulance laut, yang masih dalam tahapan tender. Bayangkan bagaimana situasi dan kondisi layanan kesehatan yang diterima masyarakat sebelumnya. Pengadaan ambulance laut sangat vital karena selama ini pasien di Puskesmas yang butuh rujukan ke daratan masih mengunakan jasa boat. Data yang akurat terhadap bagaimana pelayanan yang ada belum tersimpan baik, sehingga untuk kebutuhan pengembangan wilayah dan pembangunan prioritas juga belum optimal.
Salah satu titik lemah dari keberadaan faskes yang jauh seperti di wilayah 3 T, terluar, terdepan dan terpencil adalah ketidaksediaan tenaga medis untuk menetap, sehingga jika masyarakat membutuhkan selalu ditangani secara darurat. Meskipun solusi seperti melakukan rotasi dan menambah petugas tertentu yang diperlukan, tetap saja kasus seperti terus berulang.Â
Hampir disebagian besar pulau-pulau d wilyah 3 T tersebut, persoalan paling substansial, meskipun Puskesmas telah dirancang memiliki tenaga dokter, bidan dan perawat yang sudah memenuhi sesuai ABK, tetap saja ketidaksediaan para medis menetap di daerah kepulauan.