Peningkatan erosi tanah dipercepat dengan semakin kecilnya pori-pori permukaan tanah karena partikel-partikel tanah yang terbentuk langsung oleh air hujan menyumbat pori-pori.Â
Selanjutnya, penurunan kapasitas serapan-infiltrasi tanah berpengaruh sangat kuat tehadap penurunan kandungan air tanah. Inilah fakta fenomena Jakarta yang kekurangan air bersih, tapi berlimpah air banjir.
Kota  dan kawasan perkotaan adalah lingkungan yang rumit, dan kerumitan itu bukti nyata, dan alasan mengapa banyak arsitek gagal mendesain dengan baik bangunan-bangunan dalam lingkungan perkotaan, karena kurang memperhatikan aspek perilaku, lingkungan morfologi ruang perkotaan dan minimnya pengetahuan tentang ekologi kota.
Misalnya, jika sebuah kota berbentuk cekungan, yang tingginya dibawah permukaan laut, secara ekologi harus mempertimbangkan banyak aspek, soal drainase dan solusi banjir, tapi realisasinya, para arsitek lebih berkutat pada bentuknya, estetis, nilai arsitektural daripada ancaman ekologi jangka panjang.
Sehingga perumahan di Jakarta  lebih mirip benteng melawan banjir, daripada sebagai penjaga kota dari banjir, bahkan dengan mengorbankan kawasan sekitar kota lainnya. Kegagalan itu diperparah dengan tata kelola perizinan yang meskipun dilengkapi Amdal dan Andal, namun bersifat formalitas prosedural.
Memancing Slum dan Permukiman Kumuh
Di tahun 1955, proyek perumahan Pruitt Igoe di St.louis Amerika Serikat, yang katanya mendapat penghargaan oleh American Association of Architechs sebagai proyek modern yang memenuhi semua kriteria gerakan modernisme  ala Le Corbusier dan koleganya, tapi pada tahun 1972, kompleks itu justru diledakkan.Â
Padahal umurnya belum kadaluarsa, baru berusia 17 tahun. Apa alasannya?. Sebab komplek itu sudah berubah menjadi area slum, dengan banyak vandalisme, dan lingkungan  kriminal, yang memusingkan.
Sebenarnya, dalam sebuah kota dan kawasan yang rumit, tidak ada resep atau teori yang bisa menjamin, bagaimana sebuah kawasan perkotaan seharusnya dirancang. Bahkan jika rancangannya menyesuaikan dengan mengurangi parameter ideal atau salah paham soal kriteria.
Tapi sebuah perencanaan dapat meminimalisir sebuah rancangan kota, agar lebih terarah daripada tanpa perencanaan sama sekali. Tantangannya adalah  semakin modern di era post-modern dan post industrial, para arsitek dan perancang kota harus menemukan solusi terbaik dan tepat secara arsitektural pada kota-kota moden saat ini.
Polusi, sistem drainase, waste system dari industri dan pabrikasi adalah tambahan "pekerjaan rumah" bagi para arsitek kota untuk ber-imajinasi lebih cerdas membangun kota yang lestari-sebuah green city.