Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mengapa Keluarga Kaya Bisa Kena Stunting?

31 Januari 2022   20:30 Diperbarui: 2 Februari 2022   12:58 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi tak sepenuhnya benar kalau masih ada yang berpikir stunting hanya disebabkan karena kurang makan. Bahkan keluarga modern pun yang bisa menyediakan makan sepuluh kali sehari, bisa menjadi korban stunting.

Mengapa?. Salah satu sebabnya adalah, banyak keluarga modern karena begitu sibuknya menyerahkan pengasuhan anak kepada pekerja rumah tangga tanpa memperhatikan asupan gizi anak.

Para pembantu, bisa saja menjaga jadwal makan anak, tahu takaran makanan per hari, tapi urusan gizi, tunggu dulu. Asal anak majikan mau makan, kenyang, kalau perlu, jika rewel, cukup dijejali dengan mie instan, beres!.

Pemicu stunting lainnya, karena buruknya sanitasi yang membuat anak cacingan, sehingga asupan gizi tidak sampai tubuh. 

Berikutnya yang tak kalah penting, karena sebab infeksi. Semakin demam, maka gizi di dalam tubuh anak semakin berkurang, ditambah lagi anak sulit makan selama sakit. Jalan keluarnya, keluarga harus lebih peduli dan mengubah pola perilaku pengasuhan anak, kampanye gaya hidup sehat dan imunisasi.

Gara-gara tiga masalah pemicu stunting tadi, bisa menimbulkan kerugian ekonomi 30-40 miliar dolar AS untuk biaya pengobatan, anggaran seperti BPJS Kesehatan bisa jebol kalau harus menutup biaya mengurus stunting saja.

Faktanya, berdasarkan data statistik tahun 2000 dan 2018, meskipun ada penurunan kasus stunting di Asia Tenggara, sebesar 31 persen, kasus stunting dan wasting masih banyak terjadi di kawasan Asia Pasifik. Ada sekitar 77,2 juta balita menderita stunting dan 32,5 juta balita menderita wasting. Khususnya di Asia Tenggara, 8,7% balita menderita wasting (2018).

Jadi tantangan dan kerja-kerja keras kita masih terus berlanjut, sekalipun telah terjadi penurunan kasus. Pemicu lainnya, bisa disebabkan karena kejadian pandemi yang tidak terduga, sejak 2019 hingga sekarang.

Anak Stunting Berpenghasilan Lebih Minimal 

Ada fakta mengejutkan tentang stunting,bahwa ternyata, studi oleh Grantham-McGregor pada 2017 menjelaskan, bahwa anak yang mengalami stunting berpotensi memiliki penghasilan lebih rendah 20% dibandingkan anak yang tumbuh optimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun