Undang-Undang No. 44 tahun 2008 pasal 15 mengamanatkan setiap orang berkewajiban melindungi anak  dari pengaruh pornografi dan mencegah akses anak terhadap informasi pornografi. Selanjutnya, pasal 17 menyatakan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukanpencegahan pembuatan, penyebarluasan dan penggunaan pornografi. Sehingga perlu adanya upaya baik preventif, promotif, kuratif maupun rehabilitatif.
Meskipun demikian, definisi pornografi sebenarnya sangat subyektif sifatnya. Anak-anak juga memiliki pemahaman tersendiri, mana yang dianggap pornografi ringan atau berat, akrena mereka belum memiliki pandangan dan penilaian secara khusus, baginya hal itu bisa jadi sma saja.
Kita sering melihat perdebatan sebuah karya seni antara seni dan pornografi yang vulgar. Dalam aturan-aturan agama bahkan lebih rigid lagi dalam menilai dan memahami, mana yang termasuk konten pornografi dan tidak.Â
Karena substansi nilai-nilai, bahkan tindakan atau sesuatu yang mengarah ke arah pornografi saja menjadi sebuah tabu atau larangn. Termasuk pendidikan seks yang masih dianggap sebagai sesuatu yang sakral di negeri kita.
Mungkin yang termasuk pornografi kategori ringan umumnya merujuk kepada bahan-bahan yang menampilkan ketelanjangan, adegan-adegan yang secara sugestif bersifat seksual, atau menirukan adegan seks, yang banyak kita temukan secara masif di banyak konten iklan di media digital.
Sedangkan pornografi berat mengandung gambar-gambar alat kelamin dalam keadaan terangsang dan kegiatan seksual termasuk penetrasi.
Termasuk video kasus-kasus viral tentang tindakan seksual yang sering muncul dalam sebaran berita viral tentang temuan kasus, misalnya kejahatan pacar menyebarkan video porno mantan karena konflik yang sering menjadi menu media.
Masifnya pornografi di media, serta mudah aksesnya, berkebalikan dengan peran orang tua yang semakin kendor saat ini, termasuk kontribusi agama sebagai peredam yang semakin tidak populer di kalangan anak-anak muda saat ini.Â
Meskipun ini menjadi tanggungjawab komunla, rumah, keluarga, dan sekolah teap menjadi medium prioritas yang bisa menjembatani kesenjangan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H