Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Benarkah Naturalisasi Timnas Kali Ini Demi Nasionalisme?

18 Januari 2022   04:51 Diperbarui: 18 Januari 2022   23:57 490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain faktor alih kewarganegaraan pemain saat ini memiliki dua perbedaan dibanding tahun-tahun yang lalu.

Pertama; Proses naturalisasi saat ini dianggap lebih terarah karena sesuai dengan kebutuhan Shin Tae Yong selaku pelatih Timnas Indonesia.

Kedua; Hanya pemain-pemain dengan syarat tertentu yang diproses. "Saya hanya menginginkan pemain yang punya darah Indonesia alias keturunan. Bukan yang tidak ada darah keturunan. Jadi bukan hanya sekadar mengubah kewarganegaraan, tetapi pemain itu harus punya darah keturunan Indonesia," ujar Shin Tae-yong dilansir dari YouTube Deddy Corbuzier, Selasa (11/01/22).

Kelompok-kelompok yang pesimis dengan strategi naturalisasi baru ini beranggapan ini hanya cara usang. Belajar dari pengalaman kegagalan proyek sebelumnya, performa para naturalisasi tak membuat Indonesia bergeming dari posisi langganan runner up.

Sehingga menjadi trauma tersendiri. Kita tentu ingat bagaimana PSSI bersikeras meng-Indonesia-kan para pemain yang dianggap punya kualitas lebih baik dari talenta lokal.

Lantas menghadirkan nama-nama dalam rombongan pertama naturalisasi seperti Kim Jeffrey Kurniawan, Stefano Lilipaly, Raphael Maitimo, Jhonny van Beukering, Tonnie Cusell, hingga Diego Michiels. Para pemain ini dinaturalisasi lewat syarat lima tahun tinggal di Indonesia.

Bahkan kerasnya friksi yang timbul dari keputusan naturalisasi besar-besaran tersebut menimbulkan polemik seiring dengan konflik dualisme PSSI yang terjadi pada 2012.

Antara PSSI kubu Djohar Arifin dibawah FIFA dengan kompetisi Indonesia Premier League (IPL). Dan Indonesia Super League (ISL) yang berafiliasi kepada KPSI pimpinan La Nyalla Mattalatti.

Konflik ini merugikan timnas Indonesia yang berlaga di Piala AFF 2012, dan tidak lolos fase Grup B karena kalah bersaing dengan Singapura dan Malaysia.

Tentu saja tidak hanya para pemain yang dirugikan seperti Boaz Solossa, Ahmad Bustomi, Firman Utina, Kurnia Meiga, Muhammad Roby, dan Hamka Hamzah, namun juga timnas secara keseluruhan, hanya karena konflik internal.

Kita juga tidak mau mengulang blunder serupa dalam perseteruan Haruna dan STY kali ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun