"Mas, apa SPP anak-anak bisa dibayar bulan ini?. Tanya Ambar duduk menemani suaminya makan. Sambil menyuap, Kirman mengangguk, "mudah-mudahan dik".Â
Ia melanjutkan makan, kali ini agak tergesa, karena ia tak mau telat. Bus yang ia pakai kali ini milik Simon. Untung Simon sopir jago, jadi kurang lebih sama dengan caranya  bawa mobil, gumam Kirman.
Coba kali si Jontor, yang bawa bus, sudah ugal-ugalan, suka ngasal kalau ngerem. Bikin mesin cepat aus. Ia mantan sopir angkot jalanan era sebelum Busway lahir. Bus bercat kuning bergaris biru hitam.Â
Bahkan ia pernah ngetem angkot. Ia pernah cerita, " begitulah aku dulu, waktu bawa angkot, dimana ada orang, ya berhenti, tak peduli  mau ramai, apa sepi, yang lain harus antri. Kan siapa didepan dia yang pimpin".
Macet ya macet, katanya asal jeplak.Â
"Berangkat dik", teriak Kirman dari depan rumahnya, sambil menstater motor, dan istrinya memburunya dari dalam, "salam dulu Mas", katanya, sedikit bungah karena suami dapat obyekan baru.
***
Kirman memarkir kereta bututnya di samping kereta hijau daun, Astuti-Astrea Tujuh Tiga, milik jSimon, ia cari-cari Simon tak kelihatan batang hidungnya jadi ia langsung mengambil kunci di petugas pool dan langsung ke bus.
Baru ia menarik pintu, di lihatnya Simon sedang bebersih. "Maan!, teriak Simon mendahuluinya. "Eh Mon, aku yang diminta ganti bawa mobil kau, gimana ceritanya?. Kirman berbasa-basi.Â
"Macam kaow tak tahu saja Man", Jangan macam-macam sama mobilku, nanti aku kudeta balik itu mobil". Katanya berseloroh.Â
"Sorry Mon, Â aku pinjem busnya, kata Kirman setengah hati menjawabnya, karena merasa tak enak dengan rekan kerjanya yang satu itu. Sejak masuk pertama ketemu di pool mereka berdua cocok dan aman-aman saja, satunya Batak Karo, satunya Banyumasan. Tapi luwes juga.