Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Para Seniman Pamit, Lalu Dilupakan, Siapa yang Salah?

11 Januari 2022   22:04 Diperbarui: 27 Maret 2022   01:15 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lagi-lagi mereka menjadi pekerja seni yang terabaikan. Terutama dalam omong kosong kita tentang kecintaan atas seni dan tradisi dan berlimpahnya dana bagi pengembangan seni budaya kita. Kiranya banyak sisi budaya kita yang tak tersentuh oleh kepedulian kita.

Sehingga terlantar dan pekerja seninya terlunta-lunta ketika seni tradisionalnya terlupakan dan terkalahkan oleh budaya baru yang gempita dengan panggung glamournya.

Kisah Biola Aceh, sesungguhnya mewakili keprihatinan kita dan melecut kita untuk punya malu dan peduli.  Karena pertunjukannya ternyata tidak kita temukan dalam Pekan Kebudayaan kita, terlupakan oleh para penyelenggara hajatan budaya atau terlibas nafsu keramaian daripada pertunjukkan seni budaya.  

Barangkali benar, bahwa miskomunikasi, bahkan friksi yang terjadi antara para seniman dan para penyelenggaran pesta budaya memang serius adanya. Hal ini harusnya dipahami tidak semata karena seniman butuh tempat manggung, namun ada eksistensi yang terbawa dalam pertunjukkan yang dimainkannya. 

Mereka lebih memahami, seni mana yang harus dihidupkan kembali, diperkenalkan kembali dan mana yang justru menjadi selingan.

Banyak “mutiara”budaya kita yang diam-diam tenggelam, maka parapihak yang katanya mencintai tradisi, haruslah memulai prakarsa menggali kembali budaya kita yang punah. 

Para “pembesar” kita mestinya menjadi penyemangat dan memulai gagasan mencari dan menggali para pekerja seni tua dan memberikan ruang gerak yang besar. 

Sehingga Taman Budaya di setiap daerah, tidak lagi hanya menjadi tempat gedung pertunjukkan, namun juga menjadi basis kekuatan kita menjaga kelestarian budaya, menjadi “Taman Pelestari Budaya”.  Agar budaya kita seperti tak bertuan dan mudah diklaim negara lain karena ketidakberdayaan kita menjaganya. Bahkan mengurus para penjaga seni saja kita alpa.

Kita harus menggempitakan transisi ilmu dari generasi tua kepada seniman belia sebelum kita benar-benar kehilangan pijakan seni tradisi kita. Dengan catatan dimanajemeni dengan serius!.

referensi; 1,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun