kokikata.com
Pertunjukkan seni tradisional Mop-Mop, yang lebih dikenal sebagai Biola Aceh, dimainkan kelompok Merak Jumpa Aceh dari Krueng Mane Aceh Utara. Pertunjukkan seni unik, khas, langka ini dianggap berada diambang kepunahan. Pemain sandiwaranya pun mereka yang sejak tahun 70-80-an menjadi pemain utamanya.
Sebut saja Syeh Maneh, Syeh Kade, Syeh Gani, Syeh Mae, Syeh Ismail, Syeh Budin, Syeh Ishak Bungkah, Syeh Ma’nu, Ampon Sueman, Syeh Abu Bakar Pinto makmur, Syah Adam Pinto Makmur, Syeh Lah pante Raja, Abi Bantu, Syeh Thaleb, Abu Ali Basyah Kembang Tanjong.Â
Namun disayangkan di saat gempita pelestarian seni tradisi kuat terdengar serta dana berlimpah, kesenian rakyat seperti mop-mop justru ditinggalkan dan diabaikan. Mungkin dalam hitungan tahun kedepan tradisi dan peran mereka hanya akan tinggal nama dan kisahnya tercerabut dari ingatan kita. Dengan realitas begitu, apakah kita benar telah peduli tradisi?.
Padahal kekuatan seni tutur kita, dapat menjadi media penyampai pesan, tentang perdamaian, pembangunan, seperti yang telah dihidupkan kembali dalam versi terbarunya, Tivi Eng-Ong dari Episentrum Ulhee kareng.Â
Pertunjukkan tivi dari kotak sederhana yang pemainnya tidak saja dapat keluar masuk dari kotak, namun juga dapat berinteraksi dengan penonton. Muatanya juga bisa hal sederhana dari urusan keluarga hingga politik tingkat tinggi seperti halnya ketika konflik mendera kita.
Dalam Pagelaran Seni Budaya seperti Pekan Kebudayaan, maupun Gelar Seni Budaya, terasa benar bahwa budaya hanya bagian dari formalitas pertunjukan dan pentas, cuma gincu keramaian. Betul bahwa kita haus akan hiburan, namun tidak juga kita meninggalkan hakikat dari intisari budaya dalam apapun bentuknya, tari, sandiwara, teater dan beragam aktifitas para perupa seni lainnya.
Sang Trobador Adnan PM Toh, misalnya yang membahana dengan seni tuturnya, beruntung masih meninggalkan jejak pada Muda Balia. Bagaimana dengan seniman lainya?, Seorang seniman di tanah tinggi Dataran Gayo, pernah menciptakan alat musik petik tradisional yang diinspirasi oleh indahnya Lut Tawar, setelah penayangan di sebuah stasiun TV swasta setahun lalu, jejaknya hilang.
Justru para pihak di komunitas pertelevisian yang berkepentingan dengan urusan rating siaran tivi yang menjadi penemu pertama, bukan kita. Begitupun dengan kisah pelantun Didong kecil dari Gayo, yang ditemukan Garin Nugroho dan menjadi tokoh sentral dalam satu episode serampai dokumenter filmnya tentang budaya. Jika Garin juga menemukan para veteran Biola Aceh, tentu ini akan menjadi sebuah catatan sejarah seni, tak punah begitu saja dimakan waktu.