Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jangan Mengulang Kebodohan "Floracrats" dalam Peleburan Eijkman-BRIN

10 Januari 2022   21:22 Diperbarui: 10 Januari 2022   21:34 1278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BRIN menjadi lembaga yang paling "gemuk" keuangan justru ketika lembaga lain "kering" dengan berbagai pembatasan programnya. Pendanaan sebagian alokasi APBD dan APBN bahkan juga difokuskan pada penanganan covid-19.

Sesungguhnya ini  sebuah daya tarik luar biasa, sehingga polemik mengemuka isunya tak sekedar soal peleburan atau pemecatan pegawainya, namun juga melebar kemana-mana sampai korelasi dengan urusan politik, memperdebatkan soal sensitif ini. 

Sebuah argumen yang sah-sah saja muncul dalam keputusan yang dianggap mendadak dan "mengobok-obok" dunia para ilmuwan riset kita, seperti kekuatiran yang di utarakan Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto. (liputan6.com). 

Sesuatu yang tidak dapat dipisahkan ketika figur politik masuk kedalam sebuah institusi non politik, ibarat air dan minyak, ada batas kalisnya.

Mengapa kemudian kursi BRIN menjadi begitu panas dan menggoda bisa jadi  karena faktor  "Tsunami Dana" didalamnya. Ini sebuah premis dan hanya akan bisa dibuktikan seiring berjalannya waktu.

Kritik Andrew Goss Tentang Floracrats

Seperti soal politisasi lembaga oleh negara, tentu kita ingat apa yang disampaikan sejarawan Andrew Goos dalam bukunya "Floracrats: State-Sponsored Science and the Failure of Enlightenment in Indonesia" (2011), ketika para ahli yang bekerja dalam sebuah istitusi hanya dianggap milik negara unsich. floracrats-peneliti yang hanya bekerja pada birokrat!.

Milik dalam arti bahwa kerja-kerja mereka lebih pada ranah birokrasi, sehingga para peneliti justru tidak punya waktu untuk pengembangan riset mereka. Ini salah satu kritik penting terhadap eksistensi lembaga Eijkman yang mengemuka di tahun 2011, tentang bagaimana pemerintah memperlakukan lembaga riset Eijkman beserta para perisetnya, hanya sebagai sebuah komoditas lembaga milik negara.

Hasilnya berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi negera dalam bidang riset ilmu pengetahuan (alamnya). Buktinya, nama yang mencuat ke dunia adalah Christiaan Eijkman dan Alfred Russel Wallace, penemu garis Wallacea dan  namanya terekam dalam sejarah dunia dari Indonesia.

Fatalnya karena faktor Floracrats, maka negara dalam hal ini pemerintah dalam konteks peleburan lembaga Eijkman kedalam BRIN, bisa dengan mudah mengambil keputusan untuk melebur, sekaligus melakukan pengurangan jumlah pegawainya secara signifikan, karena negara lebih berkepentingan terhadap institusinya daripada substansi risetnya itu sendiri. 

Terlepas dari lima opsi yang juga disediakan untuk "meluruskan"berita simpang siur soal pemecatan tanpa pesangon yang santer berhembus di media.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun