Sebab, kenaikan harga gas dan kebutuhan pokok yang mengikutinya, tidak dibarengi dengan kenaikan pendapatan yang menggembirakan, termasuk kenaikan UMP terbaru 2021.
Nasib para pekerja yang baru saja mendapat tambahan UMP, harus mengeluarkan biaya ekstra yang jumlahnya lebih banyak dari persentase pertambahannya. Seolah kenaikan UMP, hanya impas untuk menutup biaya kenaikan barang-barang, sembako dan elpiji non subsidi 5,5-12 kilogram saja.
Jadi kalau sebelumnya menggunakan gas 12 kilogram, maka terpaksa harus menukar dengan tabung 3 kilogram. Tapi itupun tidak lagi sembarangan.Â
Problem aneh yang justru muncul sejak pemerintah memulai program konversi mitan ke gas melon, "buah melon" itu jadi langka di pasaran.Â
Jika tersedia pun harganya sudah dipermainkan. Selama ini, subsidi Elpiji 3 kilogram masih belum tepat sasaran karena selisih harga jual eceran dan patokan mencapai Rp7.000 per tabung. Bahkan karena model subsidi komoditas, atau berbentuk barang, menyebabkan Elpiji 3 kilogram bisa dibeli siapa saja.
Tidak usah jauh-jauh, banyak pelaku bisnis kelas menengah atas juga menggunakan fasilitas subsidi komoditas atau berbentuk barang. Kalangan menengah hingga atas ikut menikmati gas subsidi. Akibatnya yang menikmati subsidi itu justru yang tidak berhak menerima. fasilitas subsidi tabung melon, karena mereka menggunakan produk ini untuk berbisnis, padahal itu menyalahi aturan.
Nah, akan lebih runyam jika mayoritas pengguna LPG 5,5-12, sejak kenaikan harga gas nonsubsidi, kemudian bermigrasi ke gas melon. Maka akan semakin keras persaingan kelas bawah dalam mengantri "buah" melon langka itu.Â
Ibarat judul film yang tengah populer di awal tahun ini, Spiderman No Way Home, rakyat tak punya pilihan lain untuk kembali memperebutkan tabung melon sebagai alternatif agar dapur tetap bisa berasap.
Apa langkah pemerintah paling populis dalam situasi migrasi pemakai gas nonsubsidi 5,5-12 kilogram ke gas melon?. Seperti yang pernah dilakukan sebelumnya, perubahan skema pemberian subsidi gas melon dan minyak tanah yang semula berbentuk barang atau komoditas menjadi subsidi langsung berbasis rumah tangga penerima. Alasannya sangat logis,;Â
Pertama; agar mekanisme transformasi kebijakan fiskal itu bisa dirasakan langsung oleh masyarakat dan tepat sasaran.Â
Kedua; memutus rantai pelanggaran pemakaian gas subsidi untuk para pelaku bisnis atau kalangan menengah-atas. Bentuknya, transformasi subsidi berbasis orang dalam konteks Elpiji, diarahkan dalam wujud program perlindungan sosial.