Apa Sebenarnya Jarimatika Itu?
Di tahun 2003, untuk pertama kalinya Septi Peni Wulandani, penemu metode jarimatika ini mempublikasikan temuannya. Dalam buku, Jarimatika, Penambahan dan Pengurangan, ia menjelaskan secara teknis bagaimana cara bekerjanya metode ini.
Jarimatika adalah cara berhitung matematika dengan menggunakan jari tangan. Metode ini dirintis kembali dan dikembangkan pada awal milenium baru tahun 2000 sampai 2003.
Jauh sebelumnya, di tahun 1960, sebenarnya teknik ini secara sederhana telah diperkenalkan oleh Drs. Hendra BC dalam bukunya Kuncung dan Bawuk Pintar Berhitung yang diterbitkan oleh CV. Oemar Mansoor. Di tahun 1986, oleh penulis yang sama, teknik ini mulai disusun kembali dengan judul Aneka Reka, diterbitkan oleh media komputindo kelompok Gramedia.
Metode berhitung jarimatika menggunakan jari tangan. Meski hanya dengan menggunakan tangan metode jari matika mampu melakukan operasi bilangan Kabataku, kali bagi tambah kurang. Metodenya sangat mudah diterima peserta didik dan mengasyikan karena jarimatika tidak membebani memori otak dan alatnya selalu tersedia.
Metode Jarimatika digunakan untuk mempelajari salah satu cabang dari mata pelajaran matematika yaitu arimatika. Aritmatika sendiri mempelajari sifat hubungan bilangan nyata dengan penghitungan terutama yang menyangkut perkalian, pembagian, penjumlahan dan pengurangan.
Metode ini sebenarnya sangat sesuai untuk usia anak, anak bahkan balita. Metodenya dengan menggunakan jari, memungkinkan diajarkan dalam format “belajar sambil bermain”.
Sebuah pola pembelajaran yang sudah lama kita abaikan, karena kita dipaksakan mengejar sebuah ukuran kualitas, berupa kemampuan membaca, menulis dan berhitung.
Padahal dalam usia balita yang begitu belia, pemaksaan kemampuan otak berlebihan, kadangkala justru menjadi pemicu kemunculan problem lainnya, terutama stress, turunya kemampuan bersosialiasi, bullying, rendah diri.
Hal ini kurang kita sadari, sehingga sudah saatnya, jarimatika di dorong menjadi bagian dari kurikulum di sekolah-sekolah dasar kita. Bahkan mungkin di Taman Kanak-Kanak kita. Biarkan anak-anak kita tetap bermain sambil belajar. Justru dalam usia belia mereka harus lebih didorong untuk membangun kepribadian, sosialiasi dan interkasi sosial, agar mereka cerdas sosial dan cerdas mental, dan tentu saja intelegensinya. Ini dapat menjadi solusi ketakutan, dan kurang miantnya anak-anak kita terhadap matematika.
referensi; 0 Jarimatika; 1 disleksia; 2 demensia; 3 Diskalkulia;