Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dulu Generasi "Zaman Kuda Gigit Besi", Suka Merajut, Kini Menulis

22 Desember 2021   21:05 Diperbarui: 26 Desember 2021   02:13 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

IDN times.com

gettyimages-639820898-61c40b167a6d88456553a5f2.jpg
gettyimages-639820898-61c40b167a6d88456553a5f2.jpg
yougov.com

Cerita ini nyata, dan inilah, era oma milenial itu. Siapa bilang jaman milenial, hanya milik paramuda-bahkan Oma-oma bisa eksis dalam dunia penuh disrupsi (perubahan yang cepat) dan turbulensi (guncangan) itu.

Cerita menarik Pak Tjip tentang viralnya pepaya di Kompasiana, menurut saya justru, dimulai dari candanya yang begitu manis. Saya ambil petikan tulisannya ketika beliau bertutur; 

Pagi ini tetiba isteri bilang "Koko, pepaya laris, lebih dari 10 ribu yang baca" Dan dalam kondisi mata masih tertutup karena baru jam 4,30 subuh ,saya jawab "Wah, sejak kapan jualan pepaya sayang?" masih dengan mata tertutup. Tetiba saya dicubit, "Koko, orang ngomong dijawab ngawur, Ya udah Lin nggak mau ngomong lagi ah"  Mendengar isteri tercinta ngambek, saya baru sadar dan bangun.Saya buka mata dan mereguk capucinno yang disediakan isteri tercinta dan baru jelas duduk masalahnya, ternyata artikel isteri saya jadi viral dan dibaca oleh lebih dari 12 ribu pembaca, Luar biasa! Congratulations my sweetheart. I Love you with all my heart.

Ada petikan hikmah disana, tentang harmonisnya dua hati. Beliau mengajarkan kita tentang harmonisasi itu. 

Meskipun saya tak tahu persis, bagaimana sibuknya aktifitas Ibu Lina, namun saya bisa melihat dari cerita perjalanannya di Kompasiana. Pastilah beliau seorang pegiat yang pasti begitu banyak aktifitasnya di luar rumah. Itu artinya beliau bukan sekedar ibu rumah tangga biasa. Bahkan mereka, membangun mindset sejak mula untuk menjadi pribadi luar biasa. 

Ini petikan dari curhatan Pak Tjip; 

Kami berdua mengupgrade diri serta berusaha untuk beradaptasi dengan perkembangan zaman. kami bersyukur mampu mentransformasi diri menjadi "Opa dan Oma Milenial". Salah satu yang sangat berarti dalam hidup kami adalah "membaca dan menulis" . Karena tanpa membaca, maka pola pikir dan sikap mental kami akan terbelenggu oleh masa lalu dan tidak akan mampu memasuki ruang hidup yang berbeda di era milenial ini.

Harmonisasi yang manis

Melalui ruang menulis dalam passion yang sama, keharmonisan itu terpupuk dan menguat. Keharmonisan itu memberi tahu kepada kita bahwa mereka baik-baik saja dalam seabrek kegiatan yang melingkupi kehidupan mereka berdua. 

Sesuatu yang dulu dan kini dikuatirkan oleh banyak perempuan ketika mereka memutuskan menjadi perempuan bekerja .

Bagaimana mengatur kesibukan di luar rumah, harus seimbang dengan kehidupan di rumah. Bagaimanapun, idealnya seorang perempuan, seorang ibu, adalah penguasai wilayah domestik, rumahnya. Dan laki-laki adalah  patner, pencari nafkah, juga "supporting sistem" dalam wilayah domestik para perempuan. 

Sebuah rumah adalah bagian dari komitmen-tanggungjawab sejoli ketika memutuskan berada dalam sebuah ikatan. Berdua untuk satu.

Di rumah, seorang ibu mengasuh, membesarkan anak-anak, menjaga harkat martabatnya sebagai perempuan, menjaga harkat suaminya sebagai pasangannya, sekalipun bekerja di luar rumah. Sebuah konsekuensi di jaman kekinian yang tak tabu lagi.

Berbeda dengan dulu, ketika Kartini ingin menyuarakan sebuah keadilan saja, harus melalu perantaraan Jacques Henrij Abendanon dan Rosa Abendanon, sepasang suami-istri sahabat pena Kartini, yang membantunya menerbitkan surat-suratnya dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang, yang merubah citra perkembangan Politik Etis di negeri kita.

Kini Ibu Lina bisa menulis dengan bebas segala isi pikiran, bahkan cerita tentang buah pepaya (artikel ke-1.007), sesuatu yang sangat sederhana, ternyata membawa kebahagiaan tak terkira. Saya bisa membayangkan seperti diceritakan Pak Tjip. 

Ketika pagi-pagi sekali begitu bangun pagi menyeduh cappucino, dan membuka layar mendapati 12.000 view, itu artinya dua belas ribu orang begitu peduli dengan apa yang ditulisnya tentang Pepaya.

Peristiwa ini membuktikan bahwa meskipun seorang ibu, berada di rumah, namun eksistensinya bisa melanglang buana. Bahkan dalam tidurpun beliau mendapat begitu banyak atensi dari ribuan orang diluar sana yang jauh dan mungkin belum dikenalnya. Sebuah dunia yang ajaib bukan. Dalam situasi itu, apa yang bisa kita lakukan selain bersyukur kepada Tuhan, yang semakin menguatkan hati dan pikiran kita untuk terus selalu bersyukur dan berbuat kebaikan, melalui sebuah tulisan.

Kompasiana itu sebuah keluarga

Saya baru menyadari bahwa apa yang dilakukan ibu Lina dan Pak Tjip bergabung dalam keluarga besar kompasiana adalah sebuah cara menyuarakan banyak hal. Tentang kepedulian, perasaan, passion, bahkan tentang hobby. 

Kompasiana memang sebuah "keluarga besar". Saya sering melihat banyak kompasianer yang begitu akrab memanggil Oma dan Opa kepada mereka. Menandakan betapa dekatnya mereka dengan beliau. Kita merasa bahwa beliau selalu peduli, sekecil apapun usaha yang sedang kita lakukan. Mereka menjadi orang tua bagi kita semua, sebuah  keluarga. 

Entah kenapa saya tiba-tiba teringat dengan hari ibu, hari ini.

Saya merasa ibu Lina bisa menjadi inspirasi bagi siapapun yang ingin punya teman, ingin berbagi dengan banyak orang yang tak terkira jumlahnya. Bahkan menurut Admin kompasiana,  keluarga besar kita jumlahnya 2 juta orang denga 3,8 konten yang sudah kita hasilkan, termasuk 1.009 milik ibu Lina (Fanatik) dan 6.063 milik Pak Tjip (Maestro).

Saya juga teringat dengan topik pilihan kita minggu awal Desembar 2021, ketika kita dihadapkan pada sebuah tantangan, tentang tema Bayang-Bayang Kesepian 2045. Meskipun kita tak pernah tahu tantang masa depan itu, seperti apa persisnya, namun kita beruntung bisa berada dalam "dunia kreatif" kompasiana.

Apa yang sudah dilakukan oleh ibu Lina, adalah sebuah langkah kecil menghadapi sebuah periode tahun 2045 itu. Menulis, mengeluarkan semua beban pikiran, menyampaikan gagasan agar orang lain mengerti, syukur-syukur bisa berubah menjadi lebih baik.

Di hari ibu ini, saya mengucapkan selamat kepada para  ibu dimanapun berada. Kasih mereka tak terbalaskan, seperti udara yang kita hirup setiap hari, dan seperti matahari pagi yang selalu menghangatkan dan tak pernah meminta balasan kembali. Selamat Hari ibu untuk semua ibu-ibu dimanapun berada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun