Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dulu Generasi "Zaman Kuda Gigit Besi", Suka Merajut, Kini Menulis

22 Desember 2021   21:05 Diperbarui: 26 Desember 2021   02:13 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesuatu yang dulu dan kini dikuatirkan oleh banyak perempuan ketika mereka memutuskan menjadi perempuan bekerja .

Bagaimana mengatur kesibukan di luar rumah, harus seimbang dengan kehidupan di rumah. Bagaimanapun, idealnya seorang perempuan, seorang ibu, adalah penguasai wilayah domestik, rumahnya. Dan laki-laki adalah  patner, pencari nafkah, juga "supporting sistem" dalam wilayah domestik para perempuan. 

Sebuah rumah adalah bagian dari komitmen-tanggungjawab sejoli ketika memutuskan berada dalam sebuah ikatan. Berdua untuk satu.

Di rumah, seorang ibu mengasuh, membesarkan anak-anak, menjaga harkat martabatnya sebagai perempuan, menjaga harkat suaminya sebagai pasangannya, sekalipun bekerja di luar rumah. Sebuah konsekuensi di jaman kekinian yang tak tabu lagi.

Berbeda dengan dulu, ketika Kartini ingin menyuarakan sebuah keadilan saja, harus melalu perantaraan Jacques Henrij Abendanon dan Rosa Abendanon, sepasang suami-istri sahabat pena Kartini, yang membantunya menerbitkan surat-suratnya dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang, yang merubah citra perkembangan Politik Etis di negeri kita.

Kini Ibu Lina bisa menulis dengan bebas segala isi pikiran, bahkan cerita tentang buah pepaya (artikel ke-1.007), sesuatu yang sangat sederhana, ternyata membawa kebahagiaan tak terkira. Saya bisa membayangkan seperti diceritakan Pak Tjip. 

Ketika pagi-pagi sekali begitu bangun pagi menyeduh cappucino, dan membuka layar mendapati 12.000 view, itu artinya dua belas ribu orang begitu peduli dengan apa yang ditulisnya tentang Pepaya.

Peristiwa ini membuktikan bahwa meskipun seorang ibu, berada di rumah, namun eksistensinya bisa melanglang buana. Bahkan dalam tidurpun beliau mendapat begitu banyak atensi dari ribuan orang diluar sana yang jauh dan mungkin belum dikenalnya. Sebuah dunia yang ajaib bukan. Dalam situasi itu, apa yang bisa kita lakukan selain bersyukur kepada Tuhan, yang semakin menguatkan hati dan pikiran kita untuk terus selalu bersyukur dan berbuat kebaikan, melalui sebuah tulisan.

Kompasiana itu sebuah keluarga

Saya baru menyadari bahwa apa yang dilakukan ibu Lina dan Pak Tjip bergabung dalam keluarga besar kompasiana adalah sebuah cara menyuarakan banyak hal. Tentang kepedulian, perasaan, passion, bahkan tentang hobby. 

Kompasiana memang sebuah "keluarga besar". Saya sering melihat banyak kompasianer yang begitu akrab memanggil Oma dan Opa kepada mereka. Menandakan betapa dekatnya mereka dengan beliau. Kita merasa bahwa beliau selalu peduli, sekecil apapun usaha yang sedang kita lakukan. Mereka menjadi orang tua bagi kita semua, sebuah  keluarga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun