Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Tanamlah" Pilferage, Maka Bibit Korupsi Tumbuh Pesat

17 Desember 2021   23:11 Diperbarui: 30 Desember 2021   00:01 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

thegrocier

2021-07-29-diskon-hukuman-koruptor-696x464-61bcc1db62a7044125128ec2.jpg
2021-07-29-diskon-hukuman-koruptor-696x464-61bcc1db62a7044125128ec2.jpg
images-3-61bcc0cc06310e60f26b3a22.jpg
images-3-61bcc0cc06310e60f26b3a22.jpg
radioidola.com-tempo.co

Di setiap sisi pembangunan selalu ada ruang dan celah bagi kejahatan. Sebuah realitas yang jamak-namun tidak berarti bisa ditolerir dan kita lantas permisif dengan keberadaannya. Sebenarnya kejahatan , termasuk korupsi itu umurnya sudah setua umur manusia. Seperti yin dan yang, kejahatan dan kebaikan selalu saling berkelindan, bermusuhan dan selalu mencari jalan keluarnya. Tapi semakin maju, semakin canggih pula modusnya.

images-2-61bcb7ce62a7040b77282623.jpg
images-2-61bcb7ce62a7040b77282623.jpg
icw

Apakah itu artinya fraud-kecurangan maupun kejahatan kecil bisa kita tolerir?. Ataukah justru melalui kejahatan kecil itulah koruptor kelas kakap belajar korupsi. Karena setriliun rupiah itu datangnya dari satu rupiah.

images-1-61bcb7c215739525661c7273.jpg
images-1-61bcb7c215739525661c7273.jpg
pinter politik

Dalam pembangunan yang ideal, pemerintah menjadi perpanjangan tangan rakyat untuk menjalankan amanah membangun. Sehingga masyarakat sangat berkepentingan langsung dengan output pembangunan itu. Sementara benefit dari proyek pembangunan, dalam realitas kekinian justru lebih diminati oleh sebagian elite, yang memiliki akses langsung.

11469-fenomena-ekspresi-koruptor-di-indonesia-61bcb5ab06310e2a225f3b32.jpg
11469-fenomena-ekspresi-koruptor-di-indonesia-61bcb5ab06310e2a225f3b32.jpg
suara.com

Pangkal kekuatiran tidak lain, karena besarnya dana pembangunan yang tersedia dan harus diimplementasikan sedemikian rupa, sehingga berwujud output pembangunan yang strategis menjadi keharusan. Sebagai contoh, pembangunan pelabuhan yang bisa mendukung eksport-impor, jalan tol yang dapat membuka akses daerah isolasi, percepatan distribusi ekonomi, menarik para investor.

Pembangunan industri yang dapat membuka lapangan kerja dan memupus kemiskinan, rumah sakit yang bisa dijangkau semua lapisan masyarakat di semua tingkatan daerah, dan pembangunan infrstruktur lain yang harus terintegrasi, termasuk pembangunan desa. Kini dana desa yang luar biasa besarnya justru menjadi pangkal "bancakan" para petualang politik, koruptor yang semakin merajalela dan hirarkinya makin lengkap, dari Pusat, hingga Kepala Dusun. Ini fantastik!.

Salah satu penganggu pembangunan adalah tata laksana keuangan yang seringkali "diganggu" kepentingan yang "kasat mata". Perhatikan, apa saja persoalan keuangan di daerah yang seringkali mangkrak, tertunggak dan seolah tak pernah tuntas.

Dana sertifikasi, yang bersumber dari APBN yang masuk melalui Dana Alokasi Umum (DAU) dan biasanya cuma numpang lewat, Dana Beasiswa Pendidikan Anak Yatim, Tunjangan Kesejahteraan Guru, Dana Desa, bahkan dana bantuan darurat kebencanaan yang dipelintir jadi "komoditas". Termasuk implementasi APBD yang tidak sesuai peruntukan, maupun infrastruktur yang tidak sesuai spesifikasi. Berbagai blunder tersebut harus mendapat perhatian serius dari banyak pihak karena berpotensi menjadi "lahan baru" tumbuhnya korupsi.

Memahami Fraud

Tatacara "kotor" kejahatan keuangan, dikenal sebagai "fraud", yang bisa bermakna sederhana, sekedar "kecurangan", namun bisa juga berarti "kejahatan!". Dalam banyak kasus seperti macetnya penyaluran dana, jawaban klarifikasi yang digunakan parapihak yang diserahi amanah, biasanya sangat prosedural dan tehnis. Terlepas dari inkonsistensi penggunaan alokasi dana, macet dan lamanya proses dana sebelum digulirkan, selalu menyita perhatian dan menimbulkan prasangka. Ketika publik rebut dan timbul gelombang protes, barulah dipikirkan solusi.

Sebenarnya kasus model ini bukan kasus yang langka, bahkan kita familiar, karena kasus serupa telah berulang kali terjadi, baik di tingkat daerah maupun dalam skala nasional. Kecurangan, kejahatan, dan penipuan dilakukan oleh individu atau berjamaah dalam institusi. Kejahatan jenis ini disebut white collar crime (kejahatan kerah putih).

Banyak sinonim yang mengacu pada istilah fraud, namun secara sederhana menurut Webster's New World Dictionary bermakna, Pertama; Penipuan (deception), yang disengaja (intentional deception), bisa disebut fraud, ketika seorang pegawai dengan sengaja me-mark-up pengadaan barang dan jasa dalam institusi pemerintah untuk kepentingan pribadinya. 

Kedua; Kebohongan (lying) bisa disebut fraud, ketika pegawai sengaja tidak melaporkan transaksi akuntansi yang terjadi demi mengeruk keuntungan.

Ketiga; Kecurangan (cheating), disebut fraud ketika, pegawai sengaja memanipulasi laporang keuangan lembaga agar laporan keuangan terlihat tidak mencurigakan, kecurangan ini biasanya disebut fraudulent financial reporting atau kecurangan dalam pelaporan keuangan. 

Keempat: Pencurian (steling) disebut fraud ketika, seorang pegawai dengan sengaja mencuri kas atau persediaan perusahaan dengan berbagai cara kemudian memanipulasi dokumen-dokumen untuk menghilangkan bukti kejahatannya. Bentuk kecurangan ini lebih dikenal dengan misappropriation of assets atau penyalahgunaan aktiva. Dua kasus terakhir terakhir merupakan kasus yang umum terjadi baik di lembaga swasta maupun pemerintahan.

Fraud Dalam Kacamata Hukum

Fraud memiliki tingkatan yang beragam, dari kelas teri hingga kelas kakap. Fraud tak hanya sempit diartikan sebagai kecurangan, dalam dunia hukum, fraud pencurian (pasal 362 KUHP), pemerasan dan pengancaman (pasal 368 KUHP), penggelapan (pasal 372 KUHP), perbuatan curang (pasal 378 KUHP). Dari berbagai kasus yang sering terjadi, pada umumnya selalu melibatkan pihak bank, baik itu pejabat bank hingga level teller.

Modusnya beragam, mulai dari yang sederhana (conventional crimes) dengan cara memalsukan tanda tangan atau dokumen lain, penggelapan dan penipuan, sampai dengan cara yang sangat canggih (sophisticated crimes), dengan memanfaatkan sistem information technology (IT) banking. 

Kasus fraud yang paling umum adalah lapping dan kitting. Lapping didefinisikan sebagai cara penggelapan uang kas dengan cara mengundur-undur pencatatan penerimaan kas, sebelum akhirnya berhenti ketika ketahuan.

Sedangkan kitting, jenis penyelewangan dengan cara tidak mencatat pembayaran tetapi mencatat penyetorannya ketika melakukan transfer bank. Kitting juga dapat dilakukan dengan cara "window dressing", yaitu keadaan posisi kas di bank dibuat lebih baik dari keadaan sebenarnya yang catatan keuangannya buruk dengan menaikkan posisi atau nilai kas dari keadaan yang sebenarnya.

Menurut kacamata awam fraud adalah permainan, dilakukan oleh mereka yang berkemampuan intelektual tinggi, pejabat atau eksekutif, sehingga skenario merekalah yang memainkan kita. Istilah white collar crime disematkan dalam kasus model begitu, karena memang dilakukan oleh mereka yang memahami dengan benar bagaimana seharusnya penggunaan alokasi dana, bagaimana memanfaatkan celah-celah atau titik lemah dari undang-undang atau peraturan yang berkaitan dengan pendanaan program atau kegiatan pembangunan.

Kejahatan fraud dapat dilakukan dengan beragam modus operandi: 

Pertama; Embezzlement, merupakan tindak kecurangan dalam bentuk penggelapan hak milik organisasi untuk kepentingan pribadi.

Kedua; Kitting, tindak kecurangan dengan cara memanfaatkan transfer bank. Tindak kecurangan ini dilakukan dalam bentuk pengiriman transfer uang ke rekening sebuah institusi boneka (dummy instituation). 

Ketiga; Larceny, kecurangan yang dilakukan oleh oknum yang sebenarnya tidak memiliki otoritas atas fungsi yang dicuranginya. Keempat; Lapping, penyalahgunaan hasil pembayaran tagihan dari pelanggan untuk kepentingan pribadi. 

Kelima; Pilferage, pencurian atau pemakaian sarana kantor dalam jumlah kecil untuk kepentingan pribadi (petty corruption).

Dari kelima jenis kejahatan diatas, agaknya banyak dari kita telah melakukannya secara diam-diam dan hampir tanpa disadari, terutama pilferage, karena terjadi tanpa kita pahami dengan benar bahwa tindakan kecil dan remeh itu merupakan "bibit kejahatan kecil" kita, seperti membawa pulang perlengkapan kantor untuk kepentingan pribadi.

Dalam banyak kasus berkaitan dengan dana pembangunan, klarifikasi keterlambatan penyaluran dana dari pusat, atau koordinasi yang tidak jalan, proses administrasi yang berlarut-larut seolah-olah dianggap sebagai kewajaran, namun sebenarnya telah menjadi rahasia umum bahwa proses "memainkan" dana dalam deposito alias kitting, sedang dijalankan untuk mendapatkan keuntungan instant, cepat, sesaat dan "sesat jalan".

Dengan tidak bermaksud mencari salah benar, agaknya berbagai fakta kasus pembangunan yang sedang terjadi, haruslah menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Karena seiring waktu, beragam kesempatan dalam kesempitan, peluang yang muncul menjadikan para petualang kejahatan dana pembangunan mengembangkan dan merencanakan beragam modus operandi dalam tindak kejahatannya. 

Semestinya Hari Anti Korupsi tahun 2021 ini menjadi momentum ulangan, untuk kontemplasi sekaligus memikirkan sebuah gerakan "memadamkan" korupsi. Gerakan ini bisa dimulai dari masing-masing instansi, sebagai wujud komitmen dan integritas setiap pejabat negara yang amanah. Sekali-kali mari serius memberantas korupsi.

Percayalah, jika tetap "bermain nakal", pasti akan terendus juga. Sepandai-pandai koruptor melompat pastilah sesekali akan jatuh juga. Atau kita tunggu siapa selanjutnya yang akan berada dalam daftar Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, atau ada OTT khusus-OTDDsus -- OTT Dana Desa Khusus?.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun