Dalam banyak kasus kekerasan tidak saja berdampak kerusakan fisik, namun juga derita psikis yang justru lebih berat dirasakan. Dalam jangka pendek harus ada tindakan cepat untuk merespons berbagai dampak kasus ini, terutama dukungan moril bagi korban yang saat ini membutuhkan banyak bantuan dan konseling.Â
Terbukanya peristiwa yang ditutupinya sekaligus menjadi pukulan bagi batinnya karena semua orang mengetahui apa yang dialaminya. Para korban memikirkan bagaimana respons orang-orang dekat di sekitarnya, terutama teman-teman sebayanya. Bagaimana ia menjalani hari-hari ke depan. Para pihak yang berkomitmen jangan hanya menjadikannya respons insidental sementara, apalagi untuk pencitraan, namun lebih memberikannya dalam wujud kasih sayang yang lebih mendalam.
Berbagai wujud kekhawatiran dan tawaran jalan keluar, merepresentasikan kecemasan dan harapan banyak orang. Bahkan mungkin lebih dari itu, ada solusi lain yang lebih keras dan tegas ditawarkan oleh banyak orang untuk menyikapi kemunculan kasus yang eskalasinya kian sering, mudah terjadi di depan mata kita dan diperlakukan layaknya tindakan kenakalan biasa.
Berbagai rentetan peristiwa ini hanya mewakili sebagian kecil kasus yang sebenarnya terjadi. Kondisi sebagaimana teori puncak gunung es (iceberg theory) mungkin sedang terjadi, bahwa ketika sebuah peristiwa muncul, maka kemungkinan besarnya mewakili banyak peristiwa serupa lainnya yang tersembunyi.Â
Berbagai "solusi" yang banyak ditempuh secara diam-diam, kekeluargaan maupun dengan imbalan uang menjadikan berbagai bentuk kekerasan ini terus berlangsung dan berlanjut. Meskipun yang disebut "solusi" adalah bentuk kamuflase-penyembunyian kejahatan dengan dalih dan memanfaatkan ketakutan korban terhadap resiko sosial yang akan diterima, seperti dipermalukan dan bullying.
Harus ada kajian dan penelitian mendalam untuk menelurusi berbagai jejak tindak kekerasan seksual dan non seksual yang terjadi di masyarakat kita. Konon lagi yang menimpa anak-anak kita agar berbagai rentetan peristiwa yang sudah terungkap maupun yang belum terungkap tidak menjadi lingkaran setan masalah. Tidak mendapat jalan penyelesaian yang terbaik, tidak prosedural, tidak memiliki dan mewakili rasa keadilan sama sekali dan tidak memberi efek jera bagi para pelaku, karena ideal-nya siapapun pelaku akan sama perlakuannya dihadapan hukum.
Pemahaman tentang berbagai ruang lingkup tindak kekerasan, sistem pengaduan, hak-hak yang dapat diperoleh oleh para korban kekerasan masih menjadi persoalan awam disebagian besar masyarakat kita. Hal ini menjadi salah satu sebab berbagai persoalan kekerasan tidak terdeteksi dan tidak mendapat penyelesaian yang adil bagi para korban tindak kekerasan. Ini menjadi Pekerjaan rumah terbesar kita seiring makin banyaknya kasus yang terungkap. Kita harus emakin peka dan peduli dengan situasi dan kondisi disekitar kita, agar banyak kasus tidak terlambat mendapatkan solusinya.
Solusi responsif
Ternyata tidak hanya bencana alam yang mengisi ruang kedaruratan di negara kita, bahkan tindak kekerasan yang justru menimpa para putera-puteri kita, secara perlahan satu persatu terkuak dan mencambuk nurani kita semua. Persoalan ini menjadi tanggung jawab kolektif semua pihak yang berkomitmen menanggulangi darurat bencana sosial yang menimpa anak-anak kita saat ini.
Peran rumah tangga, sekolah sebagai "rumah kedua", masyarakat dan semua instansi dituntut responsnya secara positif lebih serius dan siaga sebagai bentuk tindakan preventif. Karena jika merujuk pada terma kebencanaan, waspada, siaga dan awas maka tindakan responsif kita saat ini adalah awas!Â
Tidak saja merespons dan memediasi berbagai kemunculan kasus, namun juga melakukan penelitian mendalam untuk mencari kasus-kasus yang masih tersembunyi. Melakukan sosialisasi sistem pengaduan, perlindungan dan pengetahuan tentang hak-hak yang menjadi milik masyarakat jika tertimpa kejahatan dengan tidak pandang bulu.