Jadi antara kebutuhan dan keinginan sudah tak bisa dibedakan, karena daripada buku itu hilang dan tidak dicetak lagi. Pas ada diskon bisa jadi sudah jadi barang langka atau hilang sama sekali. Tapi sekarang saya realistis, minimal usaha dari penulisan di media lebih gencar.
Tapi bagaimana ya jika itu barang konsumtif, Â pasti lebih susah untuk menentukan mana yang sebenarnya kebutuhan dan keinginan. Rumah maunya diisi barang baru, unik, meskipun barang remeh temeh mulai dari barang interior rumah sampai makanan selingan. Padahal kalau ditotal bisa jut-jut juga akhirnya.
Apalagi barang kosumtif model begitu  harganya sulit dideteksi. Berapa harga dasar sebenarnya, sebelum dipotong diskon dan berapa diskon sebenarnya yang kita nikmati.Â
Jangan-jangan akrena harganya mark-up sebelum diskon, diskon 90 persen, sebenarnya cuma 40 persen, dan itu artinya diskon regular meski bukan di tanggal cantik.
Dan setelah dipikir-pikir, cara paling logis adalah, jika tanggal cantiknya masih ada di bulan depan, Â itu artinya peluang untuk belanja masih ada, jadi jangan gelap mata. Kecuali yang mau stok dagangan, dan khusus tanggal special 21.12.2021, itu hari spesial saya, jadi kalau ada yang mau menyisihkan uang belanja, dan mau menyumbang, bolehlah tidak perlu dilarang.
Sahabat kompasianer, tetap waspada, terutama buat yang sering kena "sindrom tanggal cantik" dan nggak kuat menahan godaannya. Seperti judul film lawas; Kompasianer, Masih Ada Tanggal Cantik Yang Akan Lewat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H