Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Dari Film "Taare Zameen Par", Kita Belajar Memahami Anak Disleksia

7 Desember 2021   14:27 Diperbarui: 8 Desember 2021   21:39 1147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dipoedu.com

sumber: detik.com
sumber: detik.com

Ingin Mencari bahan tontonan lawas tapi berkualitas?. Film Taare Zameen Par , bisa menjadi salah satu rekomendasinya. Tak hanya berurusan dengan soal kesedihan, air mata, film ini adalah salah satu film yang bisa di jadikan referensi bagi para guru disekolah dan orang tua dirumah. Tapi juga bermanfaat bagi siapa saja para pecinta film. Muatan film ini sarat dengan nilai-nilai pendidikan, parenting anak dan bagaimana menjadi orang tua dengan anak berkebutuhan khusus.

Film Taare Zameen Par yang disutradari Aamir Khan, naskahnya ditulis oleh Amole Gupte. Dalam film tersebut sang penggarap film juga ikut berperan sebagai pemain-Aamir Khan berperan sebagai Ram Shankar Nikumbh, Darsheel Safari sebagai Ishaan Awasthi, Tisca Chopra sebagai Maya Awasthi, didukung pemain-pemain bertalenta lain yang aktingnya luar biasa.

Namun alur cerita film inilah yang membuat film ini memiliki daya tarik luar biasa. Bahkan jika kita menontonnya berulang kali kita tak pernah bosan. Film drama eduaksi dari India ini patut direkomen jadi film koleksi, sehingga kapan kita ingin mengajarkan kepedulian, perhatian, mendidik anak yang baik, tinggal di putar, sehingga setiap orang dapat belajar dari muatan ceritanya secara langsung. Film ini bahkan dikenal luas para praktisi dunia pendidikan dan psikologi,  sebagai salah satu bahan referensi.

Selain alur ceritanya yang menarik, film ini juga didukung kualitas penyutradaraan, acting para pemain. Tidak heran jika film drama pendidikan  Taare Zameen Par berhasil menyabet penghargaan sebagai Best Movie dalam acara Filmfare Awards 2008, Best Director, Best Story serta penghargaan lainnya di tahun-tahun berikutnya.

Kisah utamanya tentang kehidupan Ishaan, bocah penderita disleksia, yang mengalami masalah dengan kemampuannya menghafal angka maupun huruf, padahal usianya sudah mencapai 8 tahun. Dengan kemampuan akademik yang rendah, membuat orang tuanya serba salah. Dalam ketidaktahuan bahwa Ishaan adalah anak berkebutuhan khusus, ayahnya justru memasukkan ke sekolah ber-asrama biasa. Ishaan yang awalnya  berkarakter yang ceria, ekspresif, dan suka mengkhayal, akhirnya justru semakin bertambah buruk secara psikologisnya.

Orang tuanya selalu memaksa Ishaan agar berprestasi baik, mendapat nilai dan rangking tinggi dengan keadaan yang tidak dipahami oleh ayahnya. Beruntung Ishaan akhirnya bertemu dengan Pak Nikumbh, seorang guru baru disekolahnya. Pak Nikumbh memiliki keinginan untuk mengembalikan sifat ceria dan kreatif Ishaan. Pak Nikumbh kemudian mendampingi Ishaan belajar membaca dan menulis dengan sabar setiap harinya. Seiring berjalannya waktu, Ishaan telah mencapai perubahan. Pak Nikumbh juga mengadakan lomba melukis di sekolah. Para hadirin tercengang melihat hasil karya Ishaan yang luar biasa indah. Tak ada yang menyangka bahwa Ishaan memiliki bakat yang hebat.

Dalam realitas hidup kita, banyak terjadi kesalahpahaman para orang tua maupun guru, dalam memahami anak berkebutuhan khusus, bagaimana mendampinginya, dan bagaimana semestinya bertindak. Sehingga sering terjadi kekerasan, ketidakadilan anak berkebutuhan khusus, baik karena tindakan guru-gurunya, maupun tindakan teman-teman  dan lingkungannya, terutama bullying. Sehingga jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat dapat berakibat fatal bagi si anak.

Sehingga film seperti Taare Zameen Par yang menyuarakan banyak pesan moral, sebagai orang tua, pendidik, harus menjadi salah satu rujukan penting. Bahkan dalam dunia sinematografi, perfilman,   film dengan isu-isu seperti ini harus mendapat tempat yang baik. Film ini mengedukasi kita agar memiliki sifat peduli, peka terhadap keterbatasan seseorang. Karena pada dasarnya, film dengan latar belakang psikologi apapun jenisnya, masih bisa menjadi tontonan yang sangat menarik. Bahkan jika dikemas dalam format thriller sekalipun.

Anak berkebutuhan khusus, tidak semua dapat berkomunikasi dengan baik untuk menyampaikan keluhan-keluhannya, sehingga kita yang normal-lah yang harus memahami dan peka. 

Sebenarnya, film ini dapat direkomendasikan menjadi sebuah bagian dari "tradisi" nobar atau nonton bareng di sekolah. Misalnya dalam kegiatan khusus tertentu, agar anak-anak dapat belajar langsung tentang nilai-nilai yang baik. Pendekatan film bisa lebih efektif menjembatani kesenjangan antara anak berkebutuhan khusus dan anak-anak yang normal. Apalagi bagi anak milenial, yang menjadikan film menjadi salah satu "kebutuhan" mendapatkan berbagai informasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun