Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Panti Jompo: Orangtua Bukan Barang Titipan

4 Desember 2021   09:37 Diperbarui: 4 Desember 2021   09:45 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

cahyadi.takariawan

Jaman telah berubah, kesibukan keluarga nuclear, atau keluarga inti yang terdiri dari ibu, ayah, dan anak-anak, semakin kompleks. Terutama ketika perempuan sebagai ibu, penguasa wilayah domestik, kini juga berperan besar sebagai pekerja pencari nafkah. Tentu saja selain karena kebutuhan keluarga yang meningkat, eksistensi adalah faktor penting lainnya yang membuat perubahan itu terjadi.

Ketika pergeseran peran sosial para perempuan dari domestik ke ruang publik, sebenarnya juga berkaitan dengan peran mereka yang dianggap oleh para orang tua kita sebagai, "kodrat perempuan". Ketika perempuan tak lagi sepenuhnya berada di posisi ideal tersebut, maka menjadi sebuah "kehilangan", rumah menjadi sebuah "ruang hampa".

Tentu saja itu bukan sekedar perkara, apakah eksistensi perempuan dalam ruang publik adalah sebuah kesalahan. Memang, meski hanya saja sedikit peran mereka berubah, maka rumah juga menjadi ruang terdampak. Laki-laki meskipun bertindak sebagai "laki-laki maskulin" yang juga berperan di rumah, tidak sepenuhnya menjadi solusi bagi perubahan itu. Hanya menjadi semacam, bantuan kerja-kerja temporary, formalitas daripada sebuah peran utama.

Pendidikan tinggi sebagai salah satu wujud keunggulan sebuah bangsa, kini tidak hanya dinikmati oleh kalangan laki-laki. Perempuan kini bersekolah lebih tinggi, menduduki posisi  dan jabatan penting di ruang komersial, lembaga pendidikan, bahkan lembaga kenegaraan, yang tidak lagi dimonopoli kaum laki-laki. Perubahan ini menyebabkan timbulnya pergeseran sosial. Perempuan tidak lagi hanya bekerja dalam area dapur, sumur dan kasur, menjaga rumah dan menjaga anak-anak.
Ketika secara materi, kebutuhan rumah bisa terpenuhi atau "terpaksa" dipenuhi demi sebuah eksistensi baru, maka berbagai kebutuhan untuk memenuhi sebuah keluarga bisa diatasi.

Kini bentuk bantuan bagi para keluarga sibuk, tersedia semakin instan. Pakaian menggunakan jasa laundry, pengasuhan anak-anak menggunakan jasa baby sitter, makanan menggunakan jasa makanan siap saji-bahkan aplikasi online kini semakin memudahkan memesan makanan hingga kedepan pintu rumah kita. Bimbingan belajar anak diserahkan ke Kursus Bimbingan Belajar, kursus atau guru private, atau sekedar aplikasi berbayar yang menyediakan fasilitas belajar layaknya guru kita di rumah.

Maka peran pengganti orang tua, meskipun telah dapat dipenuhi oleh "pembantu tiruan" atau "Ibu imitasi", tetap saja memberi dampak yang signifikan. Terutama ketika ayah dan ibu tak lagi memiliki Quality Time.  Bertemu pagi hari ketika mengantar sekolah, pulang larut karena kesibukan dan berjumpa lagi dalam waktu yang sama keesokkan harinya, tanpa komunikasi intens kecuali melalui gadget, video call, medsos. 

Perubahan sosial lainnya bisa berpengaruh  pada tumbuh kembang anak, perhatian keluarga yang jauh merosot, pergaulan anak yang tidak lagi terkontrol dan terdeteksi, karena pengawasan sudah jauh terabaikan. Mungkin orang tua akan sedikit meluangkan waktu ketika timbul masalah, anak didera persoalan sosial, menderita sakit yang membutuhkan perhatian ekstra. Dalam banyak kasus, hal-hal yang substansialpun masih terabaikan karena begitu sibuknya kita.

Termasuk jika kita adalah jenis  Keluarga luas(Extended family) dengan tambahan kelompok kekerabatan yang merupakan satu kesatuan erat, bisa saja terdiri dari lebih dari satu keluarga inti misalnya : kakak, nenek, keponakan. Intinya, kita mempunyai orang tua yang masih tinggal bersama di rumah kita. Alternatif perawatannya bisa diserahkan kepada perawat yang kita sewa-dan berkonsekuensi pada ketersediaan alokasi dana khusus, dan sebagian kita lebih dari cukup bisa menyediakan semua itu. Pilihan paling ekstrim menitipkan orang tua kita ke Panti Jompo, yang  dilengkapi fasilitas pendukung, ruang tinggal, perawat dan para medis yang khusus tersedia. Namun apakah itu memang sebuah pilihan terbaik?.

Dalam konteks Indonesia, Panti Jompo sebenarnya bukan budaya Indonesia. Karena kultur ketimuran masih menyeleraskan hubungan patrilinear dan matriliniar, yang berbasis adat dan budaya. Dimana menjaga dan merawat orang tua dalam sebuah rumah berkaitan dengan keharmonisan, kerukunan dan nilai-nilai sosial, keagamaan yang luas.

Orang Tua dan Jaman yang Berubah

Dalam kekinian, dalam perubahan yang sangat dramatis terhadap keluarga-keluarga nuclear kita, panti jompo adalah pilihan logis yang seringkali dijadikan alternatif para keluarga saat ini. Dengan alasan kekuatiran tentang perawatan, anggapan bahwa panti jompo akan lebih menjaga mereka, atau karena kesibukan yang luar biasa.

Rumah telah berganti menjadi "ruang singgah", kamar tidur telah diganti kamar hotel, ruang kabin pesawat, dalam perjalanan antar kota, antar negara, ruang pertemuan berganti lobby, ruang rapat kantoran, kafe. Rumah-rumah-jauh ditinggalkan, anak-anak- jauh terabaikan, orang tua- jauh terlupakan.

Meskipun kebutuhan kita terpenuhi secara ekonomi, kita juga dapat "membeli" semua fasilitas, termasuk memilih panti jompo paling elite, tetap saja sebenarnya itu bukan pilihan yang dikehendaki para orang tua kita, yang lebih mengharapkan sebuah perhatian.

Atau sesekali kita mencoba berpikir terbalik, bagaimana jika kelak anak-anak kita yang saat ini kita rawat, kita lindungi, kita jadikan orang hebat, kemudian membawa kita ke panti jompo karena, dengan segala usaha kita membanting tulang, ia berhasil menjadi seorang hebat, super sibuk. Apa yang kita rasakan. Apakah kita meyakininya sekedar sebagai bagian dari sebuah perubahan sosial, sebagai bagian dari konsekuensi jaman yang berubah, eksistensi yang berubah, peran yang tidak lagi sama. Seperti sering kita bilang kepada orang tua kita, bahwa jaman telah berubah Bu, Pak, semuanya tidak lagi sama seperti dulu.

Jika kita bisa merasakan sebuah kekuatiran, bisa jadi itulah yang sebenarnya dirasakan para orang tua kita. Seperti kita, mereka merasa, jika itu dianggap yang terbaik buat kita semua , mereka akan mengikut saja bagaimana waktu membawa mereka. Bahkan dalam masa tuanya,  para orang tua, diantara rasa berat terpisah dari anak-anaknya, masih berkorban untuk kita untuk terakhir kalinya.

Sebuah Quality Time Untuk Orang Tua

Saya beruntung, ibu memilih tinggal bersama kami. Dalam kesibukan yangluar biasa disekolah, bisnis, kami menyempatkan membangun sebuah "Quality Time". Jika tidak bepergian bersama-sama sekedar berjalan di kampus, menyusuri kota, makan di ruang terbuka yang sederhana, menghabiskan akhir minggu di pantai, kami menggunakan ruang halaman belakang, memasak bersama. Mengajak adik-adik, berkumpul dua minggu sekali, atau memintanya mengunjungi ibu di waktu-waktu luang mereka. Atau ketika mereka berkesempatan singgah di kota tempat kami tinggal, bagi yang berjauhan dan tinggal di lain kota. Sebuah kegembiraan, sebuah kebahagiaan yang luar biasa.

Biasanya kami meninggalkan rumah dengan kebutuhan sekedarnya, tapi penting. Terutama karena ibu suka memasak, sehingga beberapa kebutuhan bahan masakan favoritnya kami simpan, agar sewaktu-waktu ibu ingin menghabiskan waktu dengan hobbinya, beliau menemuakn semua kesenangannya. Apalagi di akhir pekan, menjadi sebuah "pesta kecil", meskipun sekedar menyiapkan makan siang atau makan malam bersama.

Dalam waktu-waktu dipenuhi kebersamaan, kami seringkali merasa, bagaimana jika mereka kelak tiada, siapkah kita menerimanya?. Maka kami syukuri setiap saat ketika masih bisa bersama mereka, melihat mereka tertawa bersama kita, bersama cucu-cucunya. Sebelum akhirnya semua terlambat, berhenti dan kita hanya bisa mengunjungi dan menatap pusaranya. Tinggalah doa-doa sebagai "penyambung hati".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun