Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mestikah Semua "Pengorbanan" Berakhir Di Panti Jompo?

3 Desember 2021   22:44 Diperbarui: 4 Desember 2021   22:08 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibu menciptakan rindu yang tak bisa dibalas, dengan masakan ibu yang menemani hidup kita sejak kecil. Maka sejauh apapun kita pergi, kita akan selalu merindukan masakan ibu karenanya.

Orang Tua Kita Sebuah Simbiosis Mutualis

Lantas, apakah kesibukan bisa dijadikan alasan supaya kita tidak menjaga ibu dan merawatnya?. Apakah kita rela dan ikhlas, mengantar orang tua kita ke rumah panti jompo, sebagai sesuatu yang kita sebut sebagai "penghargaan" dan perhatian dan kasih sayang kita, agar orang tua dalam usianya yang renta ada yang merawatnya?. Apakah kita merasa direpotkan dengan keberadaan mereka?.

Padahal sesungguhnya sebuah keberuntungan jika kita bisa bersama dengan orang tua kita, merawatnya hingga akhir hayat beliau. keberadaan mereka menjadi sebuah-simbiosis mutualis berupa berkah. Ketika kita mendoakannya saat kita bersimpuh dalam shalat, akan mengalirkan berkah dan rezeki dari tempat yang tak pernah kita duga, sebagai bentuk karunia kasih sayang Allah melalui orang tua kita. Bahwa doa kepada orang tua akan membuat hidup kita selalu dipenuhi berkah. Doa dari anak-anak yang shaleh untuk kedua orang tuanya, kita kepada orang tua kita, dan anak-anak kita kepada kita kelak.

Maka sebisanya, menjaga orang tua bersama kita, betapapun beratnya.

Ibu Di Rumah Kami

Meskipun tak sepenuhnya sempurna, kami mencoba menjadi anak-anak yang baik bagi orang tua.  Ibu ku kini tinggal bersama kami setelah kepergian ayah, hampir 13 tahun silam. Ia menjadi hiburan bagi kami, bagi cucunya. 

Sebuah berkah paling luar biasa, kami masih bisa belajar dan merasakan masakan yang ibu hidangkan ketika kami lelah pulang dalam kesibukan yang panjang.  Atau kegembiraan ketika masak bersama-sama di akhir pekan, menikmati jalan-jalan, meski sekedar menyusuri kota. Sesekali ibu bercerita, tentang tempat favorit mereka ketika menghabiskan waktu berdua dengan almarhum ayah.

Dan jika rindu, kami mengajaknya menikmati makanan favoritnya ditempat yang sama seperti 40 tahun lalu, ketika mereka pertama mengunjunginya. Meski tak tahu sampai kapan, kami selalu berdoa bisa bersama beliau dalam waktu yang panjang, dan dalam umur panjang itu, kami berganti menjaga, merawatnya, seperti ibu kita merawat kami dulu. 

Dan dalam doa, setelah shalat berjamaah bersama, kami munajatkan seluruh rasa terima kasih, agar kami bisa bersamanya hingga akhir hayat beliau. Amin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun