Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Bens Leo, Firasat dan Titipan 500 Buku Bernomor untuk Sahabat

1 Desember 2021   00:09 Diperbarui: 4 Desember 2021   15:15 1272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentang kultur musik yang juga dipahaminya sebagai lanskap musik yang menunjukkan kontestasi, hibridisasi, dan akomodasi hingga membentuk sebuah ekspresi musikal yang khas Indonesia. 

Adalah sebuah pemahaman yang luar biasa yang dibagikan Bens untuk kita. Bahwa bank-band lokal bermetamorfosa, mengadopsi band-band besar, menyerap energi, kreatifitas dan ciri khas yang kemudian dijadikan sebuah ciri khas baru. 

Meskipun, band-band besar Indonesia, tetap saja tak bisa sepenuhnya melepaskan akarnya, karena mereka lahir sesuai jaman dan mengikuti trend, namun dengan cara dan jati diri yang khas. 

Kita bisa melihat bagaimana band Koes Plus, seperti bercermin pada The Beatles, dan band-band rock era 70-an, menerjemahkan musikalitasnya pada Rolling Stones, Deep Purple, Led Zeppelin, Rainbow, Yes, Chicago, Genesis, Black Sabbath

Bahkan polarisasi karena kontestasi, hibridisasi, dan akomodasi antar band-band Indonesia, juga memunculkan persaingan terbuka antara satu musisi atau grup musik dengan musisi atau grup musik lain. Saling mengomentari,mengkritik, bahkan terhadap band-band luar negeri, mereka punya rasa percaya diri yang besar. Seperti dilakukan para personil God Bless yang menanggapi permainan band pengiring Suzi Quatro, ketika mereka bermain sepanggung.

Buku Bens Leo secara akrab juga mendekatkan dunia musisi dengan publik kelas menengah, dengan pendekatan jurnalisme musik yang bersahabat. Melalui bukunya, merupakan upaya Bens melihat dan mencatat satu tahapan dari perkembangan industri musik di masa lalu, dan menghubungkannya dengan masa kekinian, menjadi semacam "estafet informasi" tentang musik Indonesia, agar dipahami oleh generasi berbeda.

Menjelang akhir hayatnya, ia "menitipkan" sebuah buku untuk Indonesia, semacam firasat atau pertanda kepergiannya. Sayangnya buku bersejarah yang terbit pada 29 September 2021 itu, hanya dicetak eksklusif 500 eksemplar, itupun telah diberinya nomor dan diperuntukkannya untuk client dan para sahabat. Meski tak semua orang menyimpan jejaknya melalui buku, tapi setidaknya kita masih menyimpannya dalam ingatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun