Mencari Asisten Rumah Tangga  (ART) itu susah-susah gampang. Susah karena semuanya tidak mudah diduga, siapa yang menduga dalamnya laut (walaupun kita bukan mau berenang). Di bilang mudah, karena kita tinggal memilih siapapun yang mau dan butuh uang bisa menjadi ART, tapi tidak jelas kejujuran dan kebaikannya. (bisa jadi ternyata ia-(seorang) serigala berbulu domba).
Pengalaman ber-ART sangat dilematis sekaligus traumatis. Dilematis karena paska ibu melahirkan si bungsu, praktis ibu butuh energi untuk pemulihan, setelah "turun mesin" begitu kata ibuku sendiri. Sedangkan mengandalkan bapak yang dipenuhi rutinitas kantoran yang tak berjadwal juga bukan pilihan terbaik.Â
Sekalipun bapak tetap juga berusaha menjadi "suami siaga", siang-malam, jika sangat diperlukan dan semuanya kondusif. Mengandalkan aku, jelas lebih tak bijaksana, karena seperti :mengekploitasi" anak kata ibuku juga. Padahal sebagai sebuah bakti dan kewajiban, meski kanak-kanak, saya bisa sedikit membantu.
Traumatis, karena memilih ART sehati jelas bukan perkara mudah, penampilan tidak sepenuhnya benar, tutur kata bisa palsu, tapi karena faktor dilematis tadi, akhirnya berbekal rekomendasri tetangga sekaligus teman, dipilih ART yang muda, kuat dan berkesan baik diluarnya.
Hari pertama, ART baru itu sampai dirumah, tampil super ramah, supel dan banyak bercerita selama ia bekerja. Ia cekatan, membersihkan ruang, merawat bayi, sesekali membantu memasak, sehingga seluruh pekerjaan rumah bisa teratasi. Namun sore harinya sebelum jam kerja habis, ia minta izin karena alasan orang tuanya membutuhkan bantuannya. Maka dengan berat hati, ibuku mengizinkannya pulang.
Keesokkan harinya, ia datang lebih pagi karena alasan merasa tidak enak , mengganti jam kerja kemarin yang tidak maksimal. Maka ia bertindak sebagai cleaning service, membersihkan semua ruang, kecuali sebuah ruang kecil, karena paman keberatan jika privacy-nya diganggu, karena tugas kuliahpun masih berceceran di lantai, bahkan jika ia tidak sedang berada di kamar sekalipun, ruangan itu tetap steril.Â
Ruang itu penuh dengan barang elektronik, komputer hingga tape recorder dan tentu saja tabungan uang cash. Paman agak malas jika harus bolak-balik ATM, untuk sekedar belanja hariannya.
Begitulah, selama tiga hari ART baru itu bekerja sesuai ekspektasi. Sesuai kriteria pilihan ibuku, muda, kuat, cekatan, rajin dan bisa diandalkan untuk hal tak terduga. Menurutku, untuk kriteria yang terakhir, maksud ibu adalah jika dibutuhkan menjadi body guard juga bisa, karena posturnya yang lumayan besar, begitupun masak juga bisa.
Atas dasar kepercayaan dari ucapan, karena soal bercuap-cuap ART baru pilihan ibu memang lihai, maka kami tidak meminta pertinggal tanda pengenal, bahkan untuk menjaga kemungkinan.Â
Di hari keempat, ketika semua orang sibuk dengan aktifitas masing-masing, siang menjelang sore ART kami minta izin pulang karena ada alasan sebuah keperluan mendadak lagi, karena sebagian pekerjaan telah selesai, sehingga ibuku langsung mengizinkan, sekaligus memberinya sedikit uang bekal dari gaji kerjanya selama beberapa hari.
Malamnya ketika paman pulang, barulah terjadi kehebohan, seluruh persediaan dana cash lenyap, semua jenis barang elektronik juga lenyap. Karena menimbang tak mau berprasangka, ibuku meminta kami menunggu ART kembali lagi besoknya untuk mengkonfirmasinya, karena teleponnya tidak lagi bisa dihubungi.
Tunggu punya tunggu, ia  tak pernah kembali lagi, persisnya ia hanya bekerja selama 4 hari, dengan menggondol seluruh persediaan barang elektronik, kecuali televisi. Sampai sore ART ditunggu tidak kembali, maka kami pastikan, kami telah dirampok oleh "musuh dalam selimut".
Apa yang menjadi kekuatiran banyak orang terjadi dan nasi sudah menjadi bubur, maka kami melaporkannya ke polisi hanya dengan menyertakan ciri-ciri dan alamat rumah berdasarkan keterangan ART yang kami dengar secara lisan.
Sebagai pembelajaran, seperti kata orang bijak, segala sesuatunya harus ada hitam putihnya. Ini bukan persoalan sekedar percaya atau tidak percaya, tapi dalam jaman yang serba terbalik dan tidak menentu, kepercayaan bisa saja justru menjadi bumerang.
Maka catatan pentingnya ketika kami mencari ART baru nantinya setidaknya, selain harus menggunakan ART yang berasal dari institusi khusus, dengan sertifikasi keahlian sesuai kebutuhan, kita juga harus mengecek tanda pengenal ART, karena bisa saja meskipun lengkap secara administrasi dan bekerja secara prosedural,  ada sisi lemah lain yang hanya bisa terdeteksi ketika kita mengontrol dan mengawasi pekerjaannya secara langsung. Memilih ART memang harus dipilih yang memiliki  inisiatif yang kuat.Â
Berikutnya yang kami masukkan dalam daftar catatan penting, meskipun kita harus menjaga komunikasi dan keakraban dengan ART, harus ada pembatasan antar pemilik rumah dan pekerja agar tidak berkomunikasi berlebihan. Â Aturan main termasuk tentang sanksi (perlu juga ) dimasukkan dalam klausul surat perjanjian ketika ia akan kita rekrut menjadi ART.Â
Dan kalau boleh memilih, ART yang tidak terlalu tua atau tidak terlalu muda mungkin bisa menjadi pertimbangan untuk di pilih, setidaknya mungkin ia akan lebih bijaksana dari sisi umur dan juga masih cukup kuat untuk bekerja. Â Tetapi juga tidak menutup kemungkinan dalam kondisi tertentu, umur juga tidak penting sama sekali, setidaknya kita tidak masuk kategori mengekploitasi pekerja anak-anak, jika ia masih muda. Â Â
Jika salah memilih, bukan tidak mungkin kita memelihara serigala berbuku domba, orang yang kita sangka bisa membantu dan kita jadikan teman, justru musuh dalam selimut yang paling berbahaya. Â Namun jika kita beruntung, ART justru bisa menjadi saudara baru kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H