www.sharinvest.comÂ
Aceh punya keistimewaan menerapkan syariat Islam. Aceh memiliki aturan spesial yang disebut Qanun, regulasi yang dibuat pemerintah daerah dan hanya berlaku di Aceh saja. Maraknya Pinjol ilegal dan rentenir yang meresahkan juga menjadi dasar kemunculan Qanun Anti rentenir itu. Tentu saja akarnya soal praktik riba yang meresahkan!.Â
Di Aceh ada yang unik untuk menyebut para rentenir, dengan sebutan Bank 47, untuk lintah darat, termasuk pinjol ilegal. Muasalnya anga 47, karena setelah Bank Plat Merah 46, posisinya kosong, jadi diisi Bank 47. Rentenir bukan sesuatu yang asing, rentenir berasal dari kata 'Rente' yang berarti bunga atau riba dan 'nir' menjelaskan subjek atau orang. Jadi rentenir artinya orang yang mengambil bunga atau riba. Di Aceh, praktik rentenir sudah terjadi sejak 1960-an. Profesi ini melekat dalam aktivitas dagang yang melibatkan heterogenitas etnis dan perdagangan di Aceh, seperti, etnis China, Arab, Eropa, India, dan para penduduk asli. Â
Korban pinjol ilegal dan praktik ribawi terus berjatuhan dan menjadi fenomena nasional, konon lagi selama pandemi yang membuat orang sudah jatuh ketimpa tangga pula. Apalagi kalau urusanya sudah melibatkan debt collector, dengan bunga berbunganya yang sangat mematikan. Korbannya tak melulu karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebagian juga memilih rentenir untuk modal usaha agar bisa bertahan di masa sulit. Padahal problem ini sebenarnya sangat dilematis buat mereka.
Menjamurnya para rentenir, termasuk di Aceh karena ketergantungan masyarakat terhadap jasa pinjaman tanpa syarat yang ditawarkan. Kurangnya lembaga keuangan mikro berbasis syariah yang memudahkan masyarakat mendapatkan modal usaha serta sanksi kepada para rentenir seperti peraturan daerah, qanun.
Apa yang membuat orang tergiur rentenir, padahal jelas-jelas mencekik leher adalah karena dalam praktiknya, para rentenir akan mendatangi orang miskin atau berpenghasilan rendah dan menawarkan pinjaman tanpa jaminan sama sekali. Inilah yang menjadikan masyarakat biasanya langsung tergiur meminjam. Padahal biasanya bunga yang ditawarkan sangat besar, hingga mencapai 10-20 persen setiap pinjaman untuk jangka waktu 15-30 hari. Dengan begitu besar "bahayanya", kita harus ingat iklan 2L, Legal dan Logis. Legal-terdaftarkah lembaganya, dan logis-kah aturan main soal "bunganya".
Praktik marak karena ekonomi di ibukota terus bertumbuh dan  ini menjadi penyebab tingginya urbanisasi  dan menciptakan struktur masyarakat yang heterogen dengan tingkat persaingan ekonomi yang tinggi, termasuk munculnya kemiskinan baru.
Menurut sebuah Survei independen oleh Yayasan Rumah Harta Umat bersama ASA Solution, pada tahun 2020 menyebutkan bahwa persentase para pegiat ekonomi yang masih berurusan dengan rentenir, berada pada kisaran dua persen, studi literasinya dilakukan di lima pasar besar di Banda Aceh. Padahal ditahun 2017, persentasenya masih sangat fantastis hingga 80 Â persen. Penurunannya sangat luar biasa, terutama sejak rintisan kebijakan keuangan syariah di Aceh menguat.
Langkah paling krusial mengurangi praktik ribawi adalah, mengkonversi seluruh perbankan konvensional dengan operasional berbasis syariah. Selain itu, Aceh bakal dilengkapi dengan tambahan payung hukum atau qanun, seperti qanun tentang rentenir dan lembaga-lembaga pembiayaan berbasis riba. Larangan serta sanksi yang diberikan kepada para rentenir dan pelaku riba sesuai dengan hukum yang ditetapkan. Pastinya bakalan berlaku punishment and reward, untuk membuat semuanya mulus dan lancar.
Kita tunggu realisasinya dan apa dampaknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H