Seorang teman trauma karena buku koleksinya yang paling disayang dipinjam teman lalu rusak, bahkan beberapa koleksi hilang!. Lantas ia merumuskan sebuah teori; :jangan pinjamkan bukumu kepada pecinta buku". Tentu saja ada alasannya ia berkesimpulan begitu.Â
Pertama; menurutnya karena, orang yang mencintai buku ketika menemukan buku yang menarik, ia tidak cuma ingin membacanya, tapi ia juga ingin memilikinya secara utuh.Â
Kedua; meminjam hanya sebuah "alasan" untuk mengatakan bahwa ia "meminta" buku itu untuk jadi miliknya.Â
Ketiga; semua cara akan digunakan untuk memiliki buku yang menarik hatinya, jika ia tak bisa membelinya, ia akan meminjamnya sebelum akhirnya ia berpura-pura lupa atau menghilangkannya, untuk akhirnya memilikinya.Â
Bahkan, Keempat; jika perlu ia akan mencurinya. gila apa!
Teori dan analisanya "mengerikan", meskipun dalam hati aku mengiyakan, setidaknya beberapa analisanya benar. Karena saya merasakannya, dan mengalaminya sekaligus. Sebagai korban dan sebagai pelaku sekaligus, maksudnya menghilangkan buku teman karena dipinjam berantai tanpa pemberitahuan. Meskipun pada akhirnya si empunya buku bilang, daripada disimpan lebih bagus ada yang baca, daripada tidak ada yang memanfaatkan lebih baik ada yang bisa mengambil manfaatnya. Meskipun kejadian itu dulu sekali.Â
Pengalaman kehilangan buku teman menjadi pelajaran yang mengingatkan. Kini diantara ribuan buku koleksi di rumah, beberapa buku favorit masuk dalam rak buku penting, dan red code kalau sampai dipinjam. Selebihnya, bolehlah dipinjam, meskipun prioritas utama menjadi personal library. Koleksi itu diperuntukkan bagi keluarga dan teman-teman dekat.
Tapi seiring waktu, ketika anak-anak kelas menulis mengunjungi pustaka rumah dan kegirangan karena melihat koleksi dari buku sains, hingga novel K-pop, aku tak bisa menahan diri untuk membiarkan mereka menikmati buku, mengobrak-abrik lemari, dan memilih buku kesukaan mereka masing-masing. Satu, dua, tiga, bahkan beberapa anak menumpuknya lebih dari sepuluh buku sekali raup, meskipun awalnya aku tak yakin hendak dibaca apa hendak dijadikan bantal?. Nyatanya mereka menikmati buku-buku itu tak kenal waktu, seharian dan berakhir dengan rasa ketagihan yang membuat mereka menjadwalkan untuk mengunjungi ulang pustaka rumah keesokan harinya dan mungkin pada hari-hari lain berikutnya.
Maka aku berpikir, mungkin tugasku adalah mengumpulkan koleksi-koleksi buku menarik dan selanjutnya buku-buku itu memang diperuntukkan untuk dinikmati dengan dibaca sepuasnya, tentu saja oleh siapa saja, meskipun tetap saja orang-orang yang tak asing tentunya. Di luar itu, aku jadi teringat "teori" sang teman. Apa iya ada benarnya?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H