Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Kopi, Buku Dan Doa

23 Oktober 2020   04:24 Diperbarui: 29 Januari 2021   21:50 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu berlalu, tak kenal henti. Semuanya berjalan, berubah, bergerak, dan aku tak bisa berdiam melamun diantara bumi tuhan yang bergerak dinamis, aku ingin menggengam matahari!

Libri Cafe
Bayangan kafe itu ternyata juga ada di sebuah sisi dalam Unsyiah Library, namanya begitu manis 'Libri'. Ingatan langsung melayang kepada seorang gadis kecil manis. Meskipun sesungguhnya nama itu adalah sebutan untuk library dalam cara yang berbeda. Aku langsung jatuh cinta dengan nama itu.

Kuning dengan lampu temaram, deretan kupi aneka citarasa, wangi mahogany yang membalut seluruh ruang bartender, menyambung keteduhan libri, library dan warna-warni literasi.

Sebuah ruang baca, dengan deretan buku-buku banyak tak terkira. Beberapa judul favorit memenuhi deretan rak-rak buku. Franchis Fukuyama, Jhon Esposito, Michel Hart, Karen Amstrong, Joseph Stiglitz, dan ribuan lainnya.

Sebuah pustaka, adalah sebuah medium perantara inspirasi.

Pustaka lama itu telah berganti, dengan deretan tiang pancang tinggi mengingatkan pada gedung menjulang di negara manca. Putih dengan deretan bunga kertas di halaman depan. Halaman kosong itu akan berganti layar dengan deretan roda dua memenuhi halaman usai Magrib tiba. Lalu malam menjadi terasa panjang karena pustaka hening tadi dipenuhi pendatang, menikmati hangat suasana, sejuk pendingin ruang dan ribuan buku di rak-rak yang terhidang.

Libri Cafe telah menjadi teman, bergelas-gelas kupi juga menjadi pelipur kantuk, sehingga pustaka itu menjadi layaknya rumah sendiri. menyesap, membuka lembaran demi lembaran buku, mengais ilmu dari para cerdik pandai, menjadi pengelana inspirasi.

Itu belum seberapa dibanding kelana kita selanjutnya, menikmati hangat suasana, ruang sejuk embun, deretan buku yang beraneka rupa. lalu diam-diam, sebuah sudut juga menawarkan pelipur jiwa yang lain.

Bagian penting dari semua adalah ketika mushala dipenuhi pemustaka, bermunajat, menjeda waktu sejenak, mengingat Sang Pencipta, bahwa dalam ruang dan waktu yang begitu panjang, ada jenak kita bersimpuh kepadanya, pun diantara serakan buku-buku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun