Apakah kehadirannya yang cukup fenomenal di balik keberhasilan penyelenggaran Asian Games 2018 (yang simbolisasi kebangkitan nasionalismenya di tandai dengan kehadiran  tiga maskot Bhin-bhin, Tung-tung dan Ka-ka), juga akan berprestasi sama menggalang berbagai pihak untuk menjadi satu Indonesia dalam tahun politik 2018.
Tentu saja dinamika politik berbeda dengan dinamika bisnis, dalam arti bahwa meskipun sama-sama memiliki peluang, tantangan, potensi namun dinamikanya dirumitkan dengan wujud perbedaan yang sangat sulit diprediksi.Â
Jika pemilihan Kyai Ma'ruf Amin ditangkap oleh publik sebagai upaya Jokowi mengamankan elektabiltas untuk merangkul kelompok Islam, tanpa mempertimbangkan kemampuan menjawab tantangan masa depan bangsa. Maka kehadiran Erick merekonfigurasi citra kandidat yang melegitimasi sosok seorang calon presiden yang pekerja keras dan sukses. Sehingga kehadirannya menjadi unjuk strategi menghadapi kehadiran Sandiago yang juga memiliki kekuatan citra yang sama.
Namun di sebalik itu, apapun ceritanya, sebuah Pemilu yang damai adalah sebuah keniscayaan yang paling kita pilih. Jika 'kepala ikan' menjadi pemicu kemunculan friksi, sebagaimana filosofi 'kepala ikan' Cicero seorang petinggi parlemen Italia di era kekaisaran, yang menjadi penyebab busuknya badan hingga ekor,maka, kepalalah yang mesti dibersihkan. Tentu saja dalam konteks politik adalah melihat track record, jejak politik, jejak pembangunan yang bisa dijadikan indikator penilaian, apakah yang bersangkutan layak untuk dipilih memimpin Indonesia periode berikutnya.Â
Maka tantangan kita berikutnya adalah menjadi pemilih cerdas, tanpa komitmen itu, pemerintahan jatuh ke tangan yang tak kita kehendaki, kita tak bisa menyalahkan siapa-siapa.[hansacehdigest].Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H